XIX : Not That; Who's Aninom?

723 145 12
                                    

Tidak ada kewajiban yang begitu kita anggap remeh selain kewajiban untuk bahagia. Dengan menjadi bahagia, kita menabur manfaat anonim di dunia

SM: Selamat Membaca:)

❖❖

"Hav, il-eona." Merupakan kalimat ajakkan yang kesekian kalinya keluar dari bibir Jaevin.

"Il-eonaaaa, Havenstar! Kajja il-eona, Anakku yang banyak makan! Kkakkung! Kkakkung! Kkakk  ... anjirlah." Jaevin terdiam sambil memegang ujung selimut yang sempat ditutup bukanya untuk melihat wajah Havenstar.

Menyesal sekali! Apa-apaan kelakuannya tadi! Sudah seperti membangunkan anak kecil sungguhan saja.

"Ya, Jaevin Na." Kemudian terdengar seseorang memanggil dari ambang pintu. "Belum bangun juga?" tanyanya, Renaric Huang.

Jaevin mengangguk. Padahal sebagai jenis calon orang tua dambaan para anak manja, tentu Jaevin sudah melakukannya dengan baik. Tapi kalau spek anaknya seperti Havenstar, terkadang yang diperlukan adalah sosok orang tua yang sangar seperti Renaric.

Makanya, lelaki itu mengibaskan tangan untuk meminta Jaevin menyingkir dari sisi kasur. "Lo urus aja dapur," katanya.

Jaevin memang masih merasa kasihan dengan Havenstar yang benar-benar baru bisa tidur pada pukul lima pagi. Pasti dia lelah. Meski Jaevin memang tidak tidur sama sekali, tapi yang paling merasa lelah tentu saja sahabatnya itu.

Padahal Jeeno juga menyarankan agar Havenstar libur hari ini, sayangnya sebagai ketua organisasi di CES, Renaric yang patuh akan peraturan sekolah tersebut tak ingin membiarkan Havenstar sendirian. Katanya, "Siapa yang bakal jagain dia di sini? Gue begini karena khawatir juga. Lagian kalau dia melakukan hal yang negatif gimana? Ada banyak pisau dengan berbagai ukuran di dapur Jaevin."

Sebenarnya Jaevin sempat menentang dengan menjawab, "Tapi dia capek, suasana hatinya juga pasti enggak baik banget. Kalau di kelas dia nangis-nangis gimana? Yang repot bukan cuma gue, tapi teman yang lain."

Bahkan Jeeno juga menyambung ucapan tersebut. "Bagaimana kita bisa memaksakan hari-harinya bahagia, kalau suasana hatinya aja kacau. Yang ada dia semakin sakit," ujarnya.

"Memang," sahut Renaric, "Tapi di sekolah, dia bisa ketemu ceweknya, 'kan? Siapa tahu mendingan kalau ketemu Yumiho. Lagian sebagai sahabatnya, kita mau maki aja susah, padahal dari semalam pengen banget gue noyor-noyor palanya. Jadi, kita coba bawa ke sekolah. Kalau ternyata semakin buruk, gue tanggung jawab ngurusnya tanpa campur tangan lo berdua. Gimana?"

Ucapan itulah yang membuat Jeeno dan Jaevin setuju. Tapi ternyata tidak semudah itu, bahkan baru melihat bentuk tubuh Havenstar dari balik selimut saja, Renaric sudah ingin menindihnya dengan seekor babi gendut.

"HAVENSTAR BANGUUUUNNNN!" teriakkan ini mampu menembus dapur tempat Jaevin menyiapkan sarapan, juga kamar mandi tempat Jeeno sedang asyik sabunan.

"BANGUN, HAVENSTAR! BANGGUUUUNNN!"

"CEPAT LO BANGUN SEKARANG JUGA!"

"Bangun, atau lo gue angkut ke tempat sampah depan rumah Jaevin?" Renaric duduk di sisi kasur dan memegang bahu kanan Havenstar.

"Angkut Ren, angkut," sahut Havenstar bersama suara beratnya.

"Lo harus mandi, Hav. Kita berangkat sekolah bareng," ujar Renaric.

Havenstar perlahan membuka matanya, di mana dia melihat Renaric sudah siap seratus persen dengan seragam sekolahnya. "Bangga ya lo bisa ganteng gini, Ren." Dia merubah posisi menjadi tengkurap. "Cewek mana yang enggak naksir sama lo? Kalau gue cewek, gue sendiri yang nembak lo duluan," katanya.

[1] NOT REAL EYES ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang