43 24 53 44 15 15 33

7.6K 554 34
                                    

Jyan Anggara--papa Ratu mengunci pintu ruang kerjanya ketika pria itu sudah masuk bersama sang anak. Hanya ada mereka berdua di dalam ruangan yang penuh dengan obat-obatan ini. Papa Ratu melepas stetoskop dari leher dan diletakkan di meja kerja, kemudian membuka jas putih khas dokter itu, menyisakan kaos biru laut.

Jyan duduk di kursinya, lalu berkata tegas, "Duduk kamu!"

Ratu menuruti perkataan sang papa. Ia duduk di hadapan pria paruh baya yang mana wajahnya terlihat begitu lelah. Papa Ratu itu memijat keningnya, menarik napas banyak dan diembuskan perlahan. Kemudian, pria tersebut mengambil sesuatu dari laci dan meletakkannya di meja, ia tunjukkan kepada Ratu yang sudah memasang raut terkejutnya.

Wajah Jyan yang tadi penuh emosi, kini lebih tenang dengan tatapan sulit diartikan. Pria itu menatap sang anak, meneliti raut terkejut anaknya itu.

"Jelasin ke Papa, kenapa kamu berhubungan sama pria yang seumuran sama Papa! Terlebih di foto itu kamu suap-suapan dan mesra-mesraan layaknya orang yang lagi pacaran. Kalau ini semua tersebar, mau ditaruh di mana muka Papa, Ratu!" seru Jyan.

Ratu masih memegang beberapa cetakan foto itu, menebak-nebak dari mana papanya mendapatkan ini semua. Lalu, gadis itu menatap sang papa. Namun, tatapan papanya jauh lebih mengerikan dari sebelumnya.

Memang tenang, tetapi Ratu tahu makna tersirat dari tatapan serius yang ditunjukkan pria yang berprofesi sebagai spesialis bedah tersebut.

"Ratu cuma makan bareng sama bos dari agensi Ratu, gak lebih. Soal suap-suapan, emang salah? Ratu sama Pak Gusti cuma tukeran makanan doang. Lagian Papa cuma bisa lihat dari fotonya, gak tau kenyataannya gimana," jelas Ratu kepada sang papa.

Jyan menghela napas kasar. "Papa mau kamu keluar dari agensi itu dan fokus ke sekolah kamu."

Sontak, mata Ratu membulat sempurna. Kepalanya menggeleng tegas, tanda menolak perintah dari sang papa. Gadis itu membalas, "Ratu gak mau. Jadi aktris itu mimpi Ratu satu-satunya yang bisa Ratu wujudin, Pa. Dan dengan Ratu masuk agensi itu, Ratu bisa ngembangin bakat Ratu."

"Dunia entertainment itu gelap, Ratu."

Alis Ratu berkerut dalam. "Nggak. Papa boleh ngelarang Ratu apa pun, asal jangan mimpi Ratu. Jadi main lead di film dan series itu mimpi Ratu, Pa. Udah sejauh ini Ratu melangkah."

"Kamu mau jadi kayak mama kamu, hah?" Kini, nada Jyan kembali naik, tidak setenang beberapa detik lalu.

Ratu berdesis, menahan napasnya sedetik, lalu mengikuti gaya bicara papanya yang naik itu. "Iya. Kenapa? Papa mau pergi ninggalin Ratu kalo Ratu jadi kayak Mama?"

Jyan mencoba untuk tetap tenang, meski emosinya sudah diujung tanduk. Ia menggebrak meja sekeras mungkin, hingga Ratu menutup mata karena terlonjak mendengar gebrakan itu.

Pria paruh baya itu tidak habis pikir dengan jalan pikir anaknya ini. Andai ... ya, andai saja mama kandung Ratu itu tidak mengenalkan Ratu dengan dunia entertainment, pastilah anaknya akan menuruti Jyan.

Rasa kecewa itu terus mengalir hingga sekarang. Ingin rasanya Jyan berteriak bahwa jalan yang Ratu ambil sepenuhnya adalah salah. Bukan cita-citanya yang salah, melainkan bagaimana cara gadis itu mendapatkan tahtanya secara spontan. Jyan takut jika Ratu tergiur dengan sisi negatif dunianya, itu akan merusak masa depan Ratu sendiri.

Beberapa tahun lalu, tepatnya pada hari di mana Jyan selesai menerima akta cerai setelah sidang ikrar dan talak bersama mantan istrinya itu, ia melihat Ratu yang berlari mengejar sang mama. Ratu memohon-mohon supaya mamanya tidak pergi, meminta sang mama untuk tetap tinggal.

Saat itu, usia Ratu baru menginjak 13 tahun, baru masuk SMP dan baru diperkenalkan dunia entertainment oleh mamanya. Maka dari itu, Ratu merasa sangat klop dengan sang mama, menganggap mamanya seperti sahabat paling baik dalam hidupnya.

The Crazy ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang