44 23 24 42 44 54

4.7K 410 53
                                    

Allow!! Ada yang kangen aku update cerita ini?

Nungguin ga kalian?

Komen yang banyak ihh biar aku mau lanjut nulisnya:) kalo ga pada komen aku pundung

Btw, selamat membaca

***

Malam itu, malam di mana Riyan baru saja selesai kerja kelompok dan mengantar Keyla untuk pulang, dia berniat mencuri waktu dalam memulai misinya mencari keadilan kematian sang kakak.

Hal pertama yang Riyan lakukan adalah mengendap masuk ke ruangan kerja papanya, karena ia akan mengambil kunci kamar Mentari dari sana. Karena sistem handle kamar Mentari sama seperti ruangan kepala sekolah di SMK Nusa Bina, jadi cara satu-satunya hanya mengambil kunci. Mencoba buka dengan sandi? Sidik jari? Bobol sistem? Riyan tidak punya waktu untuk melakukan dan memikirkan itu, maka ia harus gerak cepat.

Kebetulan, Riyan tahu kalau papanya lembur hari ini dan Bu Anya pun belum pulang ke rumah. Ia sama sekali tidak tahu dan tidak mau tahu urusan Bu Anya.

Namun, ruang kerja papa Riyan juga sama seperti kamar Mentari. Hanya bisa dibuka menggunakan sandi atau fingerprint. Lelaki itu tidak berdecak atau mengeluh sama sekali karena dia sudah tahu sandi ruang kerja papanya.

Ya, semoga saja masih sama dan belum diubah. Mengapa dirinya tahu? Saat itu diam-diam Riyan memperhatikannya ketika sang papa tidak bisa mengakses menggunakan sidik jari karena tangannya basah.

Saat mencoba satu kali percobaan, pintu ruang kerja papanya terbuka. Senyum senang tercetak dari bibir Riyan, yang mana lelaki itu tidak mau membuang waktu lagi dan langsung masuk ke ruangan tersebut. Dikuncinya dari dalam, baru setelah itu Riyan mulai menelusuri ruangan penuh rak buku, tumpukan kertas-kertas, mapping, dan berkas yang di-filing fisik.

Riyan tidak tahu pasti di mana papanya menyimpan kunci kamar mereka semua, tetapi ia yakin ada di sekitar sini. Alhasil, mata Riyan sudah pasti tertuju pada meja yang ada lacinya itu. Ia membuka satu per satu laci tersebut dan tidak butuh waktu lama, pada laci terakhir ditemukan kumpulan kunci-kunci yang Riyan yakini adalah salah satu kunci kamar sang kakak.

"Akhirnya ketemu juga," gumam lelaki itu.

Namun, saat akan melangkah keluar dari ruangan itu, suara sang papa yang tengah telponan terdengar. Mata Riyan sontak saja membulat.

Papa udah pulang? Bukannya Papa lembur? batin Riyan tidak percaya.

Bodoh.

Satu kata itu akhirnya bisa menggambarkan seorang Riyan Adigara dengan keadaan paksa sekarang. Ya, lelaki itu memilih untuk bersembunyi di kolong meja kerja papanya ketika pintu ruang kerja itu terbuka. Jika papanya notice, sudah pasti lelaki itu akan ketahuan tanpa pergerakan apa pun.

Kini, suara sang papa mendominasi ruangan.

"Iya, cuma satu berkas aja, 'kan? Oke, kamu bedah aja dulu, pastiin keluarganya mau bungkam. Nanti biar saya yang pikirkan cara manipulasinya."

Kalimat itu terdengar jelas oleh Riyan, yang mana tertuju pada seseorang yang tengah dihubungi papanya. Selesai mengambil berkas-berkas yang sepertinya ketinggalan, papa Riyan pun keluar dari ruang kerja tersebut. Satu menit kemudian, barulah Riyan keluar dari persembunyiannya dan bernapas lega.

Untung saja papanya sibuk mencari berkas dan menelepon orang di sebrang.

Namun, ada yang memecah pikiran lelaki itu. "Manipulasi? Bedah? Keluarganya bungkam?" gumam Riyan memikirkan kalimat yang ia dengar barusan.

The Crazy ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang