Wedding

766 2 0
                                    

Mendatangi pernikahan teman sebetulnya hal yang cukup menyebalkan, karena harus menghadapi berbagai pertanyaan seperti 'Kapan nyusul?' atau 'Undangan dari kamu kapan?' yang cukup membuatku kesulitan mencari cara untuk menjawabnya.

Aku Evan, laki-laki yang baru saja menginjak umur ke-26. Usia yang sudah sepantasnya menikah seperti kebanyakan teman-temanku. Namun kenyataannya aku masih hidup sendiri. Aku hidup melajang bukan tanpa alasan, aku pernah beberapa kali menjalin asmara dengan beberapa wanita tapi sayangnya harus berakhir di tengah jalan.

Berbagai macam alasan menjadi penyebabnya, mulai dari beda agama lah, pacaran jarak jauh lah, dan yang terakhir karena orang tuanya ingin anaknya cepat-cepat menimang cucu. Bukannya aku tidak mau menikahi pacarku itu, tapi aku masih pekerja kelas bawah dengan gaji pas-pasan dan tabunganku sendiri belum cukup untuk membiayai resepsi pernikahan yang bisa habis puluhan bahkan ratusan juta.

Aku sendiri yatim piatu tanpa sanak saudara di Jakarta ini. Orang tuaku meninggal dalam kecelakaan beberapa tahun lalu. Tidak banyak keluarga dekat yang aku kenal, dan sekalipun aku kenal, mereka tinggal entah dimana. Jadi aku hidup sebatang kara di Ibu kota yang keras ini. Tanpa paksaan dan dorongan dari orang tua, aku pun tidak terlalu memikirkan untuk menikah. Aku sudah terbiasa jika memang harus hidup sendiri seperti ini.

Hari itu, Sabtu, minggu ke dua pada bulan Maret aku menunggangi sepeda motorku dengan kecepatan sedang. Tujuanku siang ini adalah menghadiri pernikahan Aji, salah seorang teman dekatku waktu sekolah dulu yang melangsungkan pernikahannya pada hari ini. Gedung resepsi yang terletak dibilangan Cijantung tidak terlalu jauh dari rumahku yang berada di Pasar Minggu.

Cuaca hari ini pun mendukung selama perjalanan, tidak terlalu panas dan tidak menyengat, tapi tidak menandakan akan hujan juga. Aji ini terbilang dari keluarga yang berkecukupan, Ayahnya yang jenderal dan Ibunya yang pengusaha butik membuatnya hidup serba ada.

Pernikahannya sendiri terbilang mewah karena yang dia nikahi adalah anak dari teman ayahnya sesama anggota TNI, Kathrina namanya. Aku sudah dikenalkan Aji saat mereka pertama kali berpacaran sekitar dua tahun yang lalu.

Sesampainya di gedung tempat resepsi, segera aku parkirkan motorku. Meski motorku yang paling butut diantara semua motor yang ada diparkiran, aku tetap percaya diri apa adanya. Dengan setelan jas paling bagus yang pernah kumiliki, aku mantapkan Langkah kakiku memasuki gedung. Setelah mengisi daftar tamu dan menerima souvenir, aku pun terperangah melihat suasana pernikahan Dendy.

Sungguh mewah. Tampak banyak orang penting hadir mengingat ayah Aji dan Kathrina memiliki pangkat yang cukup tinggi, aku pun dengan santai mengantri untuk mendapat giliran bersalaman dengan Aji. Ditengah kesibukannya menyalami tamu yang datang di singgasana pernikahannya, Aji melihatku dan meneriakan namaku dari jauh.

"Evann!!!" teriak Aji riang.

Aku menoleh dan melambaikan tangan. Wajahnya dan Kathrina terlihat begitu bahagia. Aku turut berbahagia untuk mereka.

Antriannya cukup panjang karena tamu yang ramai. Begitu aku sadari, ternyata di depanku berdiri seorang wanita cantik. Aku memang tidak bisa melihat jelas wajahnya, namun tadi begitu Aji memanggil namaku dan aku melambaikan tangan, dia menoleh kebelakang sebentar dan aku dapat melihat wajahnya sekilas.

Wanita dengan sepatu hak tinggi yang membuat tingginya sama denganku ini memiliki tubuh proporsional yang menarik. Pinggulnya sedang dengan pinggang ramping, kaki dan leher yang jenjang, serta rambut hitam panjang yang dibiarkan terurai indah. Belum lagi wanginya yang membuatku cukup merinding.

Hanya melihat punggungnya yang terbalut kebaya putih saja, aku sudah ingin memeluknya dari belakang. Tinggal beberapa orang saja di depanku sampai aku bisa bertemu dan bersalaman dengan Aji.

Tiba-tiba saja wanita di depanku hampir terjatuh karena hak sepatunya yang tinggi terantuk undakan panggung tempat kedua mempelai. Sontak aku menopang tubuhnya, tanganku memegangi pinggangnya dan menahan tubuhnya yang hampir jatuh karena kehilangan keseimbangan tersebut.

"Ehh... gak apa mbak?" Tanyaku padanya yang masih kupegangi saat itu. Wajahnya terlihat memerah, mungkin karena menahan malu menghadapi kejadian seperti itu.

"Enggak kok, gak apa-apa." jawabnya singkat. Aku pun membantunya berdiri.

"Bener gak apa-apa, mbak? Kakinya sakit gak?" dia menggeleng.

"Makasih ya, mas..." katanya malu-malu. Aku hanya mengangguk dan meneruskan antrian.

Begitu mendekat ke arah Aji, belum sempat aku memberikan selamat, Aji langsung meledekku.

"Bisa aja nih, Evan pegang-pegang Indah. Pulangnya bareng sekalian gak?" Ledek Aji yang disambut tawa renyah dari Kathrina.

Wanita yang berdiri di depanku hanya tersipu malu, "Apa sih Ji...." aku hanya terkekeh kekeh mendengar ledekan Aji. 'Mana mau cewek cakep, bening, mulus kayak begitu naik motor matic bututku?' Pikirku dalam hati menimpali kata-kata Aji.

"Udah jangan banyak omong, selamat dulu ah..." kata ku sambil berjabat tangan dengan Aji.

"Ntar malem kalau bingung, sms aja ya..." ledekku balik.

Aji dan Kathrina hanya tertawa terbahak-bahak mendengar ledekanku. Terdengar Indah juga ikut tertawa kecil.

"Iya deh, Van. Makan dulu sana, anak kosan kapan lagi makan enak sepuasnya gratis?"

"Hahaha sialan kau, Ji..." jawabku sambil berlalu dari pasangan yang berbahagia itu.

Selesai memberikan selamat kepada kedua orang temanku tersebut, kini saatnya memberikan selamat kepada perutku yang sudah lapar sedari tadi dengan memberikan makanan enak yang mungkin tidak bisa kutemui sebulan sekali dalam hidupku yang cukup sulit ini.

Tanpa malu-malu, aku mengambil nasi dan beberapa lauk yang cukup menggiurkan. Aku juga ambil segelas jus jeruk yang tersedia dan mencari tempat duduk di bagian luar gedung yang sudah disediakan dengan tenda. Dengan tangan kanan memegangi piring dan tangan kiri memegangi gelas jus jeruk, mataku terus mencari bangku kosong untukku duduk dan menikmati hidangan ini.

Mataku tiba-tiba tertuju ke arah Indah yang duduk dibarisan cukup belakang, aku lihat bangku di kanan kirinya kosong, taka da yang menempati selain dirinya. Tanpa menunggu lama, segera kusambangi dirinya yang sedang menikmati puding di piring kecilnya.

"Hai, tempatnya kosong gak?" tanyaku pada Indah sambil memberikan isyarat ke bangku sebelahnya.

"Eh, Mas yang tadi. Kosong kok. Silakan..." jawabnya.

Aku pun duduk dan meletakan gelas jus ku di bagian bawah kursiku.

"Makannya dikit banget? Lagi diet?" ledekku, padahal aku dan dirinya belum berkenalan secara resmi, namun aku cuek dan santai saja seperti sudah kenal lama.

"Hihihi..." dia cekikikan, "Aku kan bukan anak kosan..." jawabnya singkat.

"Hahahaha!" jawabku tertawa canggung, rupanya dia mendengar saat Aji meledekku yang anak kosan.

"Indah kan, namanya?" tanyaku lagi.

"Sendirian aja?"

"Berdua, kok."

"Oh ya? Sama siapa?" tanyaku penuh selidik.

"Sama mas lah. Ini kan lagi berdua." jawabnya sambil tertawa kecil. Ternyata Indah ini orang yang cukup humoris.

Aku tertawa mendengar jawabnya, kali ini tawaku tidak bisa terlalu lepas karena sambil menikmati makanan.

"Bisa aja sih, mbaknya." jawabku. "Eh tapi serius, sendirian aja? Gak ada yang nemenin atau nganterin?" Indah menggelengkan kepala sambil menyuap sesendok puding ke dalam mulutnya.

"Temennya Aji apa temennya Kathrina?"

"Temen deketnya Kathrina waktu SMA dulu, kalau masnya?"

"Ohh, aku temen deketnya Aji waktu SMA juga."

Ia hanya menganggukan kepala mendengar jawabanku. Sesekali aku memperhatikan Indah, matanya yang bulat dan hidung sedikit mancung terlihat menawan. Pipinya tidak terlalu besar dan tidak terlalu tirus. Tampak lembut dan halus. Wajahnya begitu menenangkan jiwa saat dipandang seperti ini. Kali ini jantungku sedikit berdegup kencang saat memandangnya.

Selesai menyantap makanan, kami pun melanjutkan obrolan. Indah bercerita banyak tentang dirinya dan Kathrina sewaktu sekolah dulu, aku pun menceritakan banyak hal tentang diriku dan Aji. Tidak perlu waktu lama sampai kami benar-benar akrab dan merasa nyaman untuk menceritakan tentang diri masing-masing.

Selengkapnya ada di link yang ada di bio.

Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang