Co- Worker

392 7 0
                                    

"HEII!!" sapa seseorang dari arah belakang, yang sontak mengejutkanku.

Aku pun menoleh mendapati Dimas, pria yang selama satu tahun terakhir ini menjadi rekan kerjaku, sedang tersenyum ramah. Tanpa menunggu jawaban, dia duduk tepat di sebelahku, di teras lobi gedung kantor.

"Nunggu jemputan?" tanya dia lagi.

"Iya nih. Dari tadi coba telepon bokap tapi nggak diangkat-angkat."

"Mau dianterin?" tawar pria yang kuketahui berusia sekitar 26 tahunan itu.

Sejenak aku mempertimbangkan tawarannya namun akhirnya menolak dengan sopan. Saat itu sudah lewat jam sebelas malam, aku enggan menghadapi omongan para tetangga jika mereka mengetahui aku diantar oleh pria asing, setidaknya asing bagi mereka. Lagi pula ayahku bisa-bisa ngamuk.

Dimas menggerakkan pundaknya pelan, tak berusaha memaksa. Aku yakin dia mengerti alasanku. Meski begitu dia menawarkan untuk menemani sampai ayahku datang menjemput dan dalam diam kami pun menunggu.

Aku merasa canggung dengan suasana seperti ini. Diam-diam aku melirik ke samping dan menemukannya asik mengetik sesuatu di hapenya sambil menghembuskan asap rokok, yang dinyalakannya sesaat dia bergabung denganku, di tempat ini.

"Nulis apa sih Dim? Serius amat." tanyaku penasaran.

Dimas menoleh padaku lalu tersenyum. Hanya sesaat sebelum kembali lagi pada layar hapenya. "Nulis cerita. Dari SMP gue kan suka nulis." jawabnya singkat.

"Cerita apa Dim? Cerpen? Novel?" tanyaku lagi.

"Cerita buat komik Hentai." jawab Dimas, lalu tertawa kecil.

"Ah becanda lo Dim..." protesku.

"Serius! Siapa juga yang becanda? Kalo nggak percaya baca aja sendiri." tawarnya menggodaku.

"Ogah! Hahaha..." semburku membalas candaannya lalu tertawa, antara percaya dan tidak dengan jawabannya. Kami kembali saling diam sampai akhirnya HP-ku berbunyi, panggilan dari ayahku. Segera aku mengangkat dan menjawabnya.

"Bokap?" tanya Dimas setelah aku menutup telepon.

Aku mengiyakan, memberitahunya jika ayahku ketiduran dan baru mau jalan menjemput, "Palingan nggak sampe sejam udah sampe. Lo duluan aja, Dim. Gua sendirian aja nggak papa kok."

"Mana tega. Ntar lo diculik lagi." candanya.

"Yee... Lagian siapa juga yang mau nyulik gua?" semburku tertawa.

"Gua..." jawab Dimas menoleh, lalu tersenyum memandang wajahku.

Deeggg!!!

Tanpa mampu kutahan, jantungku tiba-tiba berdebar dan berdesir hangat. Aku yakin wajahku sudah memerah karena aku bisa merasakannya kalau wajahku mulai menghangat. Salah tingkah, aku hanya mampu tertawa kecil, berusaha menyembunyikan kegugupan yang seketika muncul.

Setengah jam sudah berlalu. Aku menyibukan diri dengan bermain game di HP-ku tanpa benar-benar mampu berkonsentrasi karena saat itu benakku berkecamuk dengan berbagai pikiran.

'Shit! Apaan sih tadi?' rutukku dalam hati. 'Kenapa juga gua deg-degan sama salting?'

Tanpa sadar aku menoleh dan memperhatikan Dimas, memandangi wajahnya yang terlihat lebih tua dari usia sebenarnya. Aku akui kalau saja cowok ini mau merapikan rambut tebalnya yang kucel, sebenarnya dia cukup menarik. Meski wajahnya mirip karakter antagonis, aku bisa merasakan bahwa sebenarnya dia cowok yang hangat dan perhatian.

"Awas jangan kelamaan liat gua. Ntar lo jatuh cinta." ujar Dimas tibatiba tanpa mengalihkan matanya dari HP-nya.

"Geer lo. Gua Cuma penasaran aja sama yang lo tulis," kataku membantah. Aku pun merona malu dan langsung membuang muka.

Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang