Bekerja merupakan kegiatan yang biasanya dilakukan dari pagi sampai sore, apalagi kalau bekerja di suatu Perusahaan yang biasanya hanya duduk di depan layar komputer dari pagi hingga sore, bahkan bisa sampai malam hari. Pasti sangat membosankan, tapi ada enaknya juga. Kita bisa liburan sambil bekerja, seperti yang pernah aku lakukan beberapa blulan yang lalu yang melaksanakan workshop di luar Jakarta.
Sekarang aku sedang bekerja di sebuah Perusahaan Multinasional di Jakarta. Beberapa bulan yang lalu perusahaan saya mengadakan workshop regional di Bali. Workshop diadakan di salah satu Hotel terkenal di Bali selama 4 hari, dan yang hadir kebanyakan dari Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Hong Kong dan sebagainya.
Jumlah peserta yang hadir sekitar 40 orang, dan selama berlangsungnya workshop kami dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari masing-masing sekitar 8 orang. Karena banyaknya aktivitas yang akan kami lakukan bersama, otomatis kami harus mengenal dengan baik satu dengan lainnya, terutama rekan-rekan yang satu kelompok denganku.
Di kelompokku ada satu peserta dari Indonesia, namanya Azizi Asadel yang menurutku sangat cantik. Kulitnya putih mulus, tubuh semampainya sangat seksi, dan juga payudaranya yang terlihat menonjol saat mengenakan pakaian yang sedikit ketat. Dari pertama kenal aku sudah tertarik dengannya, dan aku berusaha untuk dapat lebih dekat dengan dia. Karena kebetulan kami menangani bagian yang sama, walaupun dia di cabang Surabaya dan aku di Jakarta. Banyak hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang dapat kami bicarakan. Sehingga dalam 2 hari kami sudah cukup dekat.
"Hallo, can I sit next to you?"
"ofcourse, you can."
"I'm Andre." tanyaku sambil menjulurkan tangan.
"Azizi Asadel, just call me Zee." balasnya.
"Where do you come from?"
"I'm from Indonesia. How about you?" jawabnya yang membuatku terkejut.
"Lah! Sama dong! Aku dari Jakarta kalau kamu Zee?" tanyaku dengan tawa kecil.
"Aku dari Surabaya." Jawabnya tersenyum.
Dari pembicaraan yang awalnya bersifat pekerjaan, perlahan-lahan pembicaraan kami berubah sampai juga ke hal yang bersifat pribadi, dari situlah aku mulai perlahan-lahan mengenal Azizi sedikit lebih jauh. Azizi ternyata sudah memiliki pacar di Surabaya, dan rencanya tahun depan mereka akan menikah. Terus terang saja, waktu pertama kali mendengar itu aku sedikit kecewa, tapi aku berjanji pada diri sendiri kalau aku tidak akan menyerah begitu saja.
Karena acara kami setiap harinya berlangsung dari pagi hingga sekitar jam 9 malam, otomatis hampir semua kegiatan kami lakukan di hotel. Paling-paling sore harinya kami keluar untuk berbelanja atau jalan-jalan di sekitar Kuta.
"Sekitar sini ada yang tempat makan gak sih?" tanyaku saat sedang bejalan-jalan berdua dengan Azizi.
"Ada kok."
"Kamu mau ke sana? Sama ajak yang lain yuk!" ajakku.
"Yang lain mah udah di sana duluan Ndre."
"Lah... kok kamu gak bilang?"
"Kamu gak nanya sih."
"Astaga... yaudah susul aja yuk sekalian."
Akhirnya aku dan Azizi tiba di salah satu warung yang ada disini. Berdasarkan informasi dari Azizi, teman-temanku berada disini untuk makan. Yang kulihat memang ini seperti rumah yang dibuat untuk menampung wisatawan yang akan makan di daerah sini. Terlihat dari jajaran piring yang menumpuk diatas meja serta panci-panci besar yang biasa digunakan untuk acara kondangan.
"Arsha" panggilku ketika melihat Arsha yang sedang memakan sate lilit.
"Eh Andre sama Azizi."
"Bisa-bisanya malah ninggalin kita."
"Hehe... laper Zee. Habis di hotel tadi kita belum pada makan. Yaudah kita keluar bareng cari makan."
"Lo juga sih, mau diajakin makan malah jalan-jalan." sahut temanku yang lain.
"Ah, emang perut doang yang dipikirin."
"Hoabis kalo gok moakan nanti laoper." jawabnya temanku yang lain sambil mengunyah makanan di mulutnya.
"Kunyah dulu bang, baru ngomong."
"Hehe... habis kalo gak makan nanti laper, nanti gak bisa mikir."
"Bener juga sih."
"Ah Andre mah suka gitu. Yaudah sini duduk dulu, pesen sate lilitnya 2 lagi ya."
Arsha kemudian memesan dua porsi sate lilit untukku dan Azizi. Menurut Arsha, sate lilit di sini menjadi salah satu menu andalan. Jika kulihat sepertinya begitu. Satu porsi sate lilit berisi 5 tusuk sate.
"Pantes bilang satenya enak, udah abis sepuluh tusuk tuh diliat-liat."
"Hehe... laper banget gue Ndre." jawab Arsha yang diikuti oleh gelak tawa teman-teman yang lain.
Aku dan Azizi hanya bisa menggelengkan kepala. Namun kami semua sudah tidak heran dengan kelakuan pria satu itu, dia memang terkenal dengan perutnya yang karet tapi tubuhnya tetap kurus. Entah bagaimana caranya bisa seperti itu.
Setelah beberapa menit, akhirnya pesanan sate lilitku dengan Azizi datang. Terlihat sate itu sangat menggiurkan. Pantas saja Arsha habis sampai 10 tusuk. Aku dan Azizi mulai memakan sate lilit dengan nasi yang sudah disediakan. Kami berdua makan dengan lahap.
Arsha hanya bisa melihat kami berdua yang makan sambil meminum es jeruknya. Jujur saja, rasanya begitu nikmat. Perpaduan rasa pedas, manis, asam, dan asin begitu menyatu dalam sate yang berbentuk padat itu.
Cerita selengkapnya ada di link yang ada di bio.