My Friend

838 6 0
                                    

Piiip... Piiip... Piiip...

Tek!

Ryan mematikan alarm yang berdering itu, dilihatnya jam sudah menunjukan pukul 05.47 pagi.

"Ah, masih pagi." pikir Ryan.

Ryan hanya terdiam di kamarnya, kamar yang cukup berantakan khas lelaki, di dindingnya terdapat poster para pemain speak bola yang menjadi idolanya, terdapat juga beberapa hiasan yang juga bertema Real Madrid di meja di samping kasur, dan beberapa foto.

Matanya menerawang, menatap foto dengan Marsha saat mereka berlibur ke Pantai. Mendadak dadanya terasa sesak, terbayang kata Marsha yang meminta untuk mengakhiri hubungan mereka. Lebih buruk lagi, Marsha meminta putus karna menganggap Ryan sok alim, padahal dia hanya ingin menjaga Marsha sampai mereka menikah.

"Huuffttt..." Ryan menghela nafas, lalu bangkit dan melangkah gontai untuk mandi.

...

Teeeeeeeettt!!!

Bel istirahat berbunyi, namun Ryan tetap saja melamun, pelajaran sosiologi yang menjadi favorit nya pun tak bisa ia ikuti dengan baik, bahkan beberapa kali dia ditegur oleh guru yang mengajar karena kedapatan melamun.

"Woi!! Kenapa lu nyet?" Azizi mencoba mengagetkan Ryan yang melamun, namun jangan kan menjawab, ekspresi Ryan pun tak berbeda dari sebelumnya.

"Halooooo!?" sapa Azizi kembali, tepat di depan wajah cowok yang terdiam itu, dan sama saja. Tak ada respon dari Ryan.

"Ni anak kesurupan apa gimana sih? Woi tolongin gue dong... eh?" Azizi mencoba memanggil teman kelasnya yang ternyata sudah melenggang keluar kelas, sekarang hanya mereka berdua yang ada di sana.

"Aduh gw sendirian nih, Ryan? Ryan?! Sadar woi!" ujar Azizi panik, diguncangnya tubuh sahabatnya yang masih tanpa ekspresi.

"Eeeehhh... woi! Gue lagi ngelamun, lo gak ada pengertiannya sih?" hardik Ryan pelan sambil mencoba melepas tangan Azizi dari bahunya.

Azizi menghela nafas lega, "Syukur, gue pikir lo kesurupan nyet." namun kembali Ryan tak merespon.

"Ini monyet satu gue sumpahin kerasukan beneran, ada apa sayang? Sini cerita sama mamah." canda Azizi.

Dihempaskan pantat yang padat berisi itu ke kursi disebelah Ryan sambil mengelus punggungnya, Azizi memang memiliki tubuh yang sekal dan indah dipandang, terutama area dada yang menggembung, Azizi memang mempunyai ukuran dada yang lumayan besar dibanding anak seusianya yang lain. Apalagi dipadukan dengan rambut yang digerai, membuat wajahnya yang cantik semakin menggemaskan, tak ayal Azizi sukses menjadi salah satu primadona kelas dan sekolah.

"Gak papa." jawab Ryan dingin, merasa tak nyaman, ia mengoyangkan pundak kirinya agar Azizi berhenti mengelus.

"Hmm... lo kan temen gue nyet, cerita dong." Azizi menarik paksa bahu Ryan dan menyandarkan di bahunya sendiri.

Ryan hanya diam, disandarkan pundaknya di bahu Azizi, Ryan memang sering bersama Azizi, bahkan banyak teman cowok yang iri melihat kebersamaanya dengan Azizi, meski Ryan gak bisa dibilang tampan, namun tidak jelek juga, tapi justru itu yang bikin banyak cowok makin 'gemas' pada keakraban mereka.

"Marsha mutusin gue." Ryan menghela nafas panjang.

Azizi terdiam, di elusnya rambut sahabatnya itu, beruntung suasana sepi mendukung. Jika tidak pasti mereka sudah jadi bahan olokan satu kelas.

"Lo harusnya gak pantes disakitin nyet." batin Azizi, ia pun menghela nafas.

"Kok bisa?" tanya Azizi.

"Dia bilang gue sok alim, gue gak perhatian, au ah... bingung gue sama cewek, gue jadi ngerti kenapa sekarang banyak LGBT." ucap Ryan sambil menjauhkan kepalanya dari pundak Azizi.

Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang