CHAPTER 2

390 26 0
                                    



Semua terlihat samar, semua terlihat putih. Apa dia telah berada di surga? Tapi dosa-dosanya sangat banyak. Bermurah hati Tuhan jika benar-benar menempatkannya di surga.

Aya mengerjapkan mata beberapa kali, setelah netranya mampu menangkap seluruh cahaya, dia kini sadar jika ternyata dia masih berada di dunia. Benarkan, mana mungkin Tuhan bermurah hati padanya yang masih banyak melakukan dosa ini? Setidaknya Aya akan melewati masa perhitungan dulu kan?

Saat Aya masih sibuk dengan perdebatan isi kepalanya, sebuah suara kini memanggil namanya. "Aya?" membuat Aya menoleh ke samping dengan cepat karena terkejut.

"Kamu sudah siuman?"

Aya mengernyit, memastikan jika apa yang dilihatnya bukanlah ilusi. Sedang apa pria itu disini? Pria itu berdiri setengah bersandar pada dinding kaca yang tak tertutup tirai kain dan memperlihatkan dengan jelas jika saat ini langit sudah gelap. Aya masih kesulitan mencerna situasi. Namun setelah ingatannya terkumpul kembali, Aya seketika mengalihkan tatapannya dari pria yang sedari tadi menatapnya tajam. Namun Aya segera memalingkan muka, kembali menatap langit-langit kamar apartemennya.

Terdengar suara langkah mendekat, namun Aya tetap bergeming.

"Apa yang kamu lakukan?"

Biasanya suara itu akan terdengar lembut ketika berbicara dengannya. Namun kali ini terdengar berbeda. Apa dia marah? Atau karena kini ada perempuan lain, hingga sikapnya pun berubah?

"Ay?"

"Sedang apa Mas Lian disini?"

Aya masih setia menatap langit-langit atas, seakan itu lebih menarik baginya daripada harus menatap mata pria yang akhir-akhir ini ingin dia hindari. Lian mendengus kasar, dia gusar karena tak mendapat penjelasan apapun dari sikap Aya yang baru saja membahayakan nyawanya.

"Ay... ada apa?" Lian memilih mengalah, tahu jika Aya sedang tidak baik dan akan tetap pada sikapnya. Pria itu duduk di tepi ranjang, dan dengan lembut menggenggam telapak tangan Aya.

"Mas Lian kenapa disini?"

"Aku khawatir sama kamu, makanya aku kesini. Dan benar kan feeling aku..." Lian menghela nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. "Aku nemuin kamu hampir tenggelam di bathtub, kamu sengaja?"

Aya bisa merasakan genggaman jari-jari itu semakin kuat dengan ibu jari Lian yang mengusap-usap punggung tangan sang istri.

"Aku ketiduran."

Mana ada tiduran di kamar mandi sampai kelelep nggak terasa. Aya mengumpati alasan yang dia berikan pada Lian. Konyol sekali.

"Sambil mimpi minum air kali ya?" Lian terkekeh pelan mendengar alasan Aya yang jelas dibuat-buat.

Bisa-bisanya pria itu masih bisa menanggapi santai saat hati Aya berdarah-darah! Gumam Aya dalam hati. Namun Aya masih mempertahankan posisinya yang tak menatap ke arah Lian. Tak bisa dipungkiri ternyata Aya marah, kecewa, dan sakit hati tentu saja.

"Mas Lian pulang aja, aku baik-baik saja."

"Kamu nggak baik-baik Aya, aku tahu!"

"Istri Mas akan mencari Mas Lian."

"Dan aku juga sedang bersama istriku."

"Mas-"

"Demi Tuhan Aya-" Lian bangkit, berbalik membelakangi Aya dan hanya sepersekian detik kembali berputar menghadap sepenuhnya pada Aya. "Kenapa kamu senang menempatkan posisi kita seperti ini? Apa kamu senang Aya?"

Kali ini Lian tak segan mengeluarkan amarah yang dia tahan. Mendengar tuduhan itu, kini Aya balas menatap Lian sepenuhnya dengan tatapan tak terima. Dan Aya bisa melihat kilatan amarah yang tak bisa ditutupi dari mata Lian. Ini bukan pertama kalinya Aya menemukan amarah Lian sejak ide itu muncul. Namun jika dia dipersalahkan seutuhnya, jelas dia tak terima. Tapi bukannya kamu yang memberi izin dia menikah lagi, Ay? Aya menggigit bibirnya, salah satu usaha agar air mata yang memupuk di netranya kini tak luruh.

EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang