CHAPTER 14

203 17 0
                                    


“Mbun, Gia mau naik yang berkelok-kelok itu.” tunjuk gadis kecil itu pada wahana roller coaster.

“Itu bahaya sayang. Gia masih kecil.” tergopoh-gopoh Embun turut menyeret langkahnya karena satu tangannya kini ditarik paksa oleh bocah kecil itu. Sedari masuk pintu Mall tadi, Gia dengan tak sabar menarik Embun dan meninggalkan sang Papa yang berjalan santai mengekori keduanya.

Ya, pada akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke jakarta di akhir pekan. Arlo memilih wahana bermain di salah satu Mall di Jakarta Timur. Salah satu pertimbangannya tentu saja bianglala yang diinginkan Gia. Kini mereka sedang di arena wahana bermain karena Gia ingin mencoba beberapa permainan sebelum menaiki ferris wheel.

Gia dan Embun mencoba beberapa wahana mulai dari boom boom car hingga capitan boneka. Sementara Arlo mengawasi mereka dengan sesekali menerima telepon dari rekan bisnisnya serta laporan dari Andre atau Donna sang supervisor yang entah sedang melaporkan hasil pengawasannya atau memang sedang melakukan “pengawasan”?.

Arlo melihat keduanya begitu senang terutama sang putri Bahagia, yang hari ini jelas-jelas terlihat bahagia. Senyum Arlo tersungging saat melihat betapa kesalnya Embun yang gagal mencapit sebuah boneka yang diincarnya. Wanita itu terlihat mengerucutkan bibir, sesuatu yang terlihat menggemaskan. Sedangkan Gia yang melihatnya terkikik geli. Hal yang membuat hati Arlo terasa… menghangat. Entah rasa apa yang kini tiba-tiba hadir dan menjalar di relung hatinya. Namun yang diyakininya sekarang adalah dia pernah

mengenal rasa ini. Dia pernah merasakan ini pada seseorang dulu. Rasa itu tak begitu asing.

Gia menoleh ke arahnya, lalu berjalan menghampiri dengan rambut kuncir ekor kuda yang bergoyang. Arlo terkekeh. Entah sudah berapa lama dia tidak merasakan kehangatan seperti ini. Menghela nafas panjang nan lega, dia mengulurkan tangan pada sang putri yang

segera disambut tangan mungilnya.

“Kenapa sayang?”

“Capek Pa…”

“Mau Papa gendong?” Gia mengangguk, dan Arlo segera merengkuhnya dalam gendongan. Mata Arlo lalu mencari sepasang mata yang… belakangan ini entah kenapa membuatnya ingin terus menatapnya. Dan diantara banyaknya sepasang mata yang lalu lalang di sana, dia menemukannya. Mata yang teduh itu mengikat dan menautkan tatapan keduanya. Dan… entah mengapa pula kini hati Arlo merasa tenang setelah menemukan binarnya.

Pemilik sepasang mata teduh itu tersenyum. Masih berdiri di samping mesin capitan boneka. Menggunakan celana jeans biru dipadu jaket denim warna putih, sepatu sneakers serta rambut hitam yang dibiarkan tergerai membuat wanita itu terlihat lebih muda layaknya anak sekolahan. Ralat, Embun memang selalu terlihat muda karena wajahnya yang tipe baby face. Arlo sendiri tak begitu tahu berapa pasti usia Embun. Karena kesibukannya dia lupa memeriksa CV wanita itu. Dia pun tak begitu ambil pusing apakah Embun sudah menyerahkan CV-nya atau tidak.

“Ayo Pa kita naik bianglala nya sekarang!”

“Gia udah mau naik?” Gadis kecil itu mengangguk. Tangannya yang mungil dia kaitkan pada leher Arlo, sementara kepalanya dia sandarkan pada bahu sang Papa. Nampak terlihat lelah. Embun berjalan menuju ke arahnya, yang membuat Arlo tak perlu repot untuk memintanya mendekat.

“Emang Gia nggak capek? Kita pulang aja ya?” Goda Arlo, yang di sambut rengekan dari sang putri.

“Gia udah mau naik bianglala katanya.” Ujarnya pada Embun.

“Nggak usah aja yuk Pak… kita pulang.” Kini giliran Embun yang mencoba menggoda.

“Ahh… Bunda!!!” Bocah itu merengek, menggembungkan pipi lalu menyembunyikan wajahnya ke samping. Membuat Arlo dan Embun tergelak karenanya.

EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang