CHAPTER 25

183 15 1
                                    

💐💐💐💐💐

Selama hampir dua minggu ini lagi stuck dan susah move on sama sesuatu😂😂😂Maaf baru bisa update...

💐💐💐💐💐




Suara isakan kini terdengar lirih memecah dalam heningnya kamar Presidential suite. Di luar hujan semakin deras. Itu yang terakhir kali Embun tahu sebelum Arlo menggendongnya dan kembali membawanya memasuki hotel meski di bawah tatapan menelisik para pegawai Hotel Heaven. Benar, pria itu membuang begitu saja payung miliknya yang entah terbang kemana, begitu setelah melihat Embun menangis semakin keras.

Dia masih ingat bagaimana tadi Arlo dengan sigap memerintahkan para stafnya— yang turut panik saat melihat bos mereka basah kuyup dengan menggendong seorang perempuan—untuk mempersiapkan kamar paling mewah di Hotel itu.

Kamar itu sangat luas berada di lantai paling atas dan luasnya yang hampir menyerupai penthouse, membuat Embun sempat dibuat kagum di antara tangisnya.

Kamar itu mempunya ruang tamu, ruang makan, dan dilengkapi dengan fasilitas mewah lainnya.

Satu hal yang coba Embun pahami bahwa kemungkinan Arlo adalah pemilik dari Hotel Heaven ini.

Dan kini dengan keadaan basah tak segan Arlo mendudukkan Embun di sebuah sofa yang terletak pada sebuah ruangan yang luas dan dinding-dinding kacanya menampilkan view yang sangat indah dari atas.

“M–Mas Ar–lo, sofanya nan–nti basah… kot—tor.” Ucap Embun yang terlihat sesenggukan.

Namun Arlo justru berlutut di depan Embun, mensejajarkan diri dengan wanita itu yang duduk di sofa. Kini tinggi mereka sama.

“Kakimu sakit?” Arlo menunduk, meraih tungkai kaki Embun lalu sedikit mengangkatnya. Diperhatikannya kaki Embun yang masih menggunakan high heels.

“Nggak apa-apa kok Mas.” Embun berusaha menarik kakinya, sungkan. Namun sayangnya Arlo tak membiarkannya. Alih-alih menuruti keinginan wanita itu, pria itu kini justru melepas heels Embun dan memeriksa kakinya.

“Takutnya terkilir. Tapi sepertinya tidak.” Ucapnya dengan meneliti tungkai Embun. “Syukurlah.”

Arlo meletakkan kembali kaki Embun dengan pelan. Lalu pria itu mendongak dan saat itulah netra keduanya saling bertemu. Ada kehangatan yang Embun temukan dari mata tajam bak elang yang dimiliki laki-laki itu. Tidak seperti saat terakhir kali mereka berpisah, laki itu menatapnya dingin seperti ingin menerkamnya hidup-hidup karena sudah membuat putri kecilnya menangis.

Diantara kalut pikirannya sebenarnya Embun malu saat Arlo menemukan keadaan dirinya yang kacau dan menyedihkan seperti sekarang. Entah bagaimana rupa dan bentuk dirinya saat ini. 

“Jadi… Hotel dan restoran ini milik Mas Arlo?” Embun yang memulai membuka suara karena dilihatnya pria itu yang hanya mengamati dirinya saja.

“Hmm.” Jawabnya singkat dengan anggukan kecil. Embun mengingat sesuatu dan baru tersadar, tentang nama belakang Mahajana yang tersandang pada Arlo. Hotel Heaven bukanlah hotel biasa. Hotel ini bahkan sudah menancapkan cakarnya di beberapa negara. Dan… sebagai seorang marketing di perusahaannya, dia pun tak asing dengan bisnis Mahajana yang merajalela. Namun tak menyangka jika seorang pria yang menyandang nama Mahajana di depannya ini adalah pewaris dari Mahajana Corporation. Sebelumnya dia hanya mengira Arlo adalah seorang dari ratusan juta penduduk di negeri ini yang hanya kebetulan bernama Mahajana.

EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang