CHAPTER 33

355 32 13
                                    




Dan benar saja, laporan hasil audit memperlihatkan jika kebocoran dana telah mempengaruhi financial perusahaan. Sebelumnya dia meminta nasihat dari tim lawyernya, Bian. Tentang langkah apa yang harus dia lakukan. Dan atas usul dan usul Fabian, pertama-tama mereka melakukan pembersihan dari tikus-tikus di dalam perusahaannya. Dan hasilnya mereka pun berhasil menangkap orang-orang kaki tangan Sahna dan memenjarakannya.

Embun memijat pelipisnya saat lampu merah menyala di depan. Dia lalu menunduk dan menelungkupkan kepalanya pada setir sesaat. Dia mendongak kembali lalu melajukan mobilnya saat traffic lights mulai berganti warna.

Penggelapan dana itu membuat perusahaan diambang krisis. Bahkan laporan itu mengatakan jika dana yang masih tersisa tak bisa memenuhi biaya operasional. Embun tak habis pikir, apa yang dilakukan sang Papa selama ini hingga membuat perusahaan diambang krisis? Yang paling miris perusahaannya bisa saja bangkrut sewaktu-waktu.

Apa Papanya tak tau ini? Atau dia tahu tapi membiarkannya karena begitu menyayangi istri dan anak tirinya?

Dadanya bergemuruh hebat. Hal yang menjadi sesalnya adalah dia tak turut melihat atau mengawasi semuanya. Dia merasa gagal karena tak bisa menjaga apa yang telah dibangun dan diwariskan Mama dan Kakeknya. Dia merasa bodoh telah membiarkan ini terjadi. Namun sekarang bukan saatnya untuk meratap dan menangis. Dia harus memberi perhitungan pada mereka-mereka yang terlampau melalui batas.

Perasaan Embun semakin kacau kala melihat gerbang kompleks perumahan elit yang menjulang megah itu. Antara marah, sakit hati dan juga kecewa. Meski tubuhnya lelah luar biasa setelah aktivitas kerja di kantor seharian tapi amarah dalam dirinya mampu menggerus lelah yang mendera. Bahkan tak digubrisnya meski kondisi fisiknya mulai tak mau berkompromi.

Dia memelankan laju mobilnya ketika melihat gerbang tinggi yang dia kenali semakin dekat. Namun dia tak bisa memarkirkan mobilnya di halaman rumah karena telah terparkir beberapa mobil yang sepertinya tak asing di matanya.

Hal yang mengundang tanya dalam benak Embun, karena tamu yang diperkirakannya itu jarang-jarang bertamu ke rumah itu.

Embun meraih beberapa map di jok sebelahnya. Dia kemudian bergegas keluar dari mobil dengan langkah-langkah yang panjang. Tak peduli ada apa di dalam. Dia hanya ingin meminta penjelasan dari sang Papa.

Embun langsung masuk tanpa permisi. Baginya tak butuh lagi izin karena rumah itu adalah rumah masa kecilnya. Rumahnya bersama sang Mama. Dia melewati ruang tamu begitu saja seperti yang dilakukannya terakhir kali berkunjung. Di ruang tengah dia menemukan seorang asisten rumah tangga yang hendak mengangkat gelas-gelas kosong untuk dibawa ke belakang.

Benar dugaannya, jika mereka mengadakan pertemuan makan malam atau semacamnya.

Asisten itu menyadari kedatangan Embun yang kemungkinan karena suara ketukan heelsnya. Wanita yang mungkin seusia kakaknya itu, terlihat terkejut saat melihat dirinya yang tiba-tiba muncul dan tengah berdiri di hadapan wanita itu.

“Mbak Yuli, Papa ada?”

“Ada Mbak, semuanya sedang makan malam. Kok Mbak Embun baru datang?”

Embun mengernyitkan kening. Namun setelahnya dia terkekeh kecil. Bagaimana dia tidak datang terlambat? Dia saja tak tahu dan tak diberitahu. Atau memang mereka sengaja tak memberitahu dirinya?

“Kerjaan di kantor banyak Mbak.”

Embun memilih menjawab sekenanya saja.


Asisten bernama Yuli itu pun hanya mengangguk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang