CHAPTER 29 (WARNING 21+)

267 19 3
                                    

💐💐💐💐💐

WARNING 21+

Full 3600 kata lebih. Nggak dipotong dan Nggak sempat edit
🥲🙏

💐💐💐💐💐




Embun memandang rumah di depannya dengan tatapan nanar. Bangunan bergaya modern itu telah banyak berubah. Seingatnya dahulu bentuknya tak seperti sekarang. Banyak perubahan di sana-sini, mungkin seiring dengan berubahnya si penghuni.

Dalam ingatannya dahulu Mama lebih suka taman di sekitar rumah dibiarkan serupa lapang berumput hijau. Namun sekarang terlihat rumput hijau itu hampir tak berbekas. Dari balik gerbang tinggi yang terbuka, halaman itu kini berbentuk paving blok dengan pot-pot bunga dan kolam air mancur.

Embun menghela nafas panjang. Sudah lima belas menit dia betah berada dalam mobil miliknya. Dia masih mengumpulkan energi untuk memasuki rumah yang sudah lama tak dia tinggali. Entah sudah berapa pasti tahun yang dia lewati.

Tadi pagi, setelah ponselnya berdering beberapa kali tanpa jawaban, Embun akhirnya menggeser tanda hijau saat ponsel itu bersuara kembali. Nama sang Papa muncul pada layar.

“Ya Pa?”

“Kamu kenapa nggak ke kantor?”

“Aku capek Pa.” Padahal tentu saja itu hanya sebatas alasan. Tak mungkin kan dia akan mengatakan jika absennya dirinya hari ini karena perbuatan pria yang masih terlelap di kamarnya?

Terdengar dengusan dari seberang. Namun sepertinya orang di seberang sana tak ingin juga mencari masalah yang akan mempengaruhi mood nya seharian nanti. 

“Kebeneran kalau gitu. Tolong ambilkan berkas Papa yang tertinggal di rumah. Bunda mu dari tadi Papa hubungi nggak diangkat. Dan Papa nggak mungkin suruh Sahna mondar-mandir mengingat kehamilannya. Jadi tolong kamu ambilkan dan bawa ke kantor secepatnya.”

Mendengar kata rumah, bagai kerikil yang menghantam kepalanya. Sakit. Embun hendak melontarkan keberatan, namun urung mengingat tak ada orang yang bisa diandalkan Papanya kali ini selain dirinya.

Embun menoleh pada kamar yang di dalamnya terdapat Lian. Pria itu belum bangun dan jelas belum sarapan. Jadi dia berinisiatif untuk memasakkan sang suami sebelum pergi melaksanakan tugas sang Papa. Pagi ini dia sengaja membuatkan Lian sarapan menu omelette dan avocado toast. Meski dirinya masih tak terima dan sakit hati dengan perlakuan Lian semalam, tapi dia tak ingin membiarkan pria itu kelaparan di tempatnya. Dalam hatinya ada rasa bersaing dan tak ingin kalah jika dibanding-bandingkan dengan Sahna. Meski dia tahu Lian bukanlah lelaki seperti itu.

Setelah berkutat dengan aktivitas dapur dan menyiapkan keperluan Lian. Embun menulis memo yang ditempelkan pada kulkas kemudian bergegas pergi.

Dan disinilah sekarang dia berada. Masih diam di dalam mobil mengamati rumah di seberang jalan yang dahulu memberinya banyak kenangan tentang sang Mama. Embun menghela nafas panjang sebelum akhirnya membuka pintu dan turun dari mobilnya. Rumah ini berada di sebuah kompleks perumahan elite. Jadi meski gerbang terbuka pun tak menjadi kekhawatiran sang pemilik rumah.

Memasuki halaman rumah, Embun disambut dengan seorang tukang kebun yang terlihat sibuk menyirami tanaman pot-pot bunga milik Bunda Ratna. Saat sang pria paruh baya itu menyadari kedatangannya, dia pun menganggukkan kepala sopan dan menyapa.

“Mbak Aya, selamat pagi.”

“Selamat pagi Pak.”

“Cari Bapak, Mbak?”

EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang