6

1K 56 6
                                    

Suara teriakan Deva membuat sang ayah menatap keatas disana ada seekor ular tengah mendekat menuju Deva.

"Oi buruan lompat!" pekik Fahri kepada anaknya.

"Gua takut jatoh!" pekik Deva.

"Makanya buruan nanti tuh ular gigit lu makin berabe," ujar Fahri.

Deva melirik kearah depan dimana seekor ular semakin mendekat dan dibawah ada sosok Fahri merentangkan kedua tangannya.

Dengan segenap keberanian Deva melompat kebawah dimana sang ayah berada. Akhirnya dia berhasil melompat kebawah dan ditangkap sangat mudah oleh sang ayah.

"Makanya kamu itu jangan manjat pohon mulu kayak monyet aja," ujar Fahri kepada anaknya.

"Ah lu mah ngatain anak sendiri monyet!" kesal Deva tidak terima ucapan sang ayah.

"Dih lu sendiri yang manjat gitu," ujar Fahri.

"Gua laper," ujar Deva.

"Lha lu belum makan?" tanya Fahri.

"Tuh gara-gara bocah songong itu belum juga kenyang udah disiram air makanan gua," keluh Deva.

"Bolos yuk!" ajak Fahri.

"Aneh gua sama kelakuan bokap sendiri," ujar Deva.

"Biarin," sahut Fahri.

"Argh gua lesu belum makan," keluh Deva.

"Ya udah ke kantin dulu kita sebelum bel masuk," ujar Fahri.

"Gendong ya gua males jalan," ujar Deva memeluk leher sang ayah sangat erat.

"Tentu nak," ujar Fahri.

Mereka berdua menuju ke kantin sekolah. Deva tetap anteng dalam gendongan sang ayah tidak terusik akan ucapan orang sekitarnya. Di kantin Fahri memesan beberapa makanan untuk sang anak dan dirinya. Yah saat makanan tiba Deva memakannya sangat lahap seperti tidak makan beberapa hari.

Selesai makan Deva menatap wajah sang ayah yang tengah sibuk memainkan ponselnya. Dia mengernyitkan dahi melihat wajah serius ayahnya.

"Papa bisa kembali ke kantor. Dev akan masuk sebentar lagi," ujar Deva.

"Kau yakin?" tanya Fahri kepada anaknya.

Deva melihat jelas bahwa sang ayah tidak dapat fokus disebabkan banyak panggilan masuk ke ponselnya. "Asal jangan pulang larut malam. Dev tidak suka papa lembur kerja," ujar Deva.

Fahri berdiri dia menepuk pundak sang anak. Sang ayah memberikan tiga lembar uang berwarna merah kepada anaknya. "Kamu jangan lupa salat ya. Mengenai kebersihan rumah kamu bisa mengerjakannya habis salat saja ya," ujar Fahri.

Tak lupa Fahri mencium kening sang anak. Pemandangan langka tersebut membuat seisi kantin merasa aneh melihat interaksi manis mereka berdua. "Jangan memaksakan dirimu ok. Kan minggu depan kamu ada lomba melukis tingkat nasional," ujar Fahri.

Deva mengganggukkan kepalanya mengerti. "Papa tidak perlu khawatir. Dev mengerti batasan daya pikirku," ujar Deva.

"Oh iya kalian jangan sampai lupa bahwa Zyandru Bakrie Radeva putra sulungku. Apabila kalian berurusan dengannya siapkan diri kalian ya," ujar Fahri dengan senyumannya.

Menurut mereka senyuman Fahri bukan senyuman biasa namun itu senyuman penuh arti. Senyuman agar mereka tidak berani mengusik Deva barang sejengkal pun.

Fahri merapihkan sedikit penampilan dia berlalu pergi meninggalkan kantin. Tak lama Deva juga pergi dari kantin untuk melanjutkan kegiatan belajar.

Jam pelajaran di sekolah sangat membosankan bahkan Deva menguap beberapa kali. Dia sebenarnya ingin membolos cuma diurungkan dikarenakan guru yang mengajar termasuk jajaran guru killer.

Radeva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang