Waktu berjalan dengan sangat cepat tak terasa sebentar lagi akan berakhir di sebuah ruangan ada seorang pemuda tengah menatap kesal sang ayah. Sang ayah yang bernama Fahri menghela nafas kasar karena sikap anaknya sendiri.
"Ada apa nak?" tanya Fahri.
"Baju bedug!" pekik Deva.
"Malam takbiran saja ya," ujar Fahri.
"Gak mau!" protes Deva.
"Maunya kapan?" tanya Fahri.
"Malam ini habis taraweh," ujar Deva.
"Nanti saja ketika ngabuburit sekalian kita buka di luar," ujar Fahri.
"Boleh deh," ujar Deva setuju akan usul sang ayah.
Ketika Fahri akan mengetik kembali ditahan Deva. Dia memperhatikan wajah anaknya hanya ada cengiran saja di wajah Deva.
"Ada apa lagi?" tanya Fahri mengerti jalan pikiran sang anak.
"Kuenya?" ujar Deva.
"Kamu mau beli sendiri atau nanti bersama papa?" tanya Fahri.
"Dev gabut sekarang saja borong kue nya," ujar Deva.
"Bahan untuk memasak di rumah masih ada?" tanya Fahri.
"Sedikit lagi," jawab Deva.
"Sekalian belanja bulanan kalau begitu," ujar Fahri.
"Kue dua troli boleh?" tanya Deva.
"Boleh. Kamu juga kan doyan ngemil," ujar Fahri menarik pipi Deva yang memang sedikit bulat.
"Papa juga sama!" protes Deva.
"Hahaha," tawa Fahri.
"Ayo buruan bagi duitnya," ujar Deva kepada Fahri.
Fahri membuka laci kecil di meja kerjanya dia mengambil salah satu black card lantas memberikannya kepada Deva. Wajah malas Deva terpampang jelas ketika Fahri menyerahkan kartu hitam tersebut.
"Cash aja sih!" protes Deva.
"Uang cash ada di rumah," sahut Fahri.
"Ya udahlah!" kesal Deva.
"Pin seperti biasa," ujar Fahri.
"Baiklah," ujar Deva.
Deva mengambil kartu tersebut tak lupa mencium tangan kanan Fahri untuk berpamitan. Dia berlalu pergi keluar dari kantor Fahri sang ayah memperhatikan saja dalam diam.
"Orang lain bilang Deva terlalu manja namun bagiku dia menjadi sosok mandiri terlalu dini," ujar Fahri.
Tepat setelah pemulihan Deva pasca kematian sang ibu entah kenapa sosok Deva mulai lebih mandiri dibandingkan sebelumnya. Dia memang tetap manja walaupun sikap mandiri Deva mulai tumbuh.
Setiap bahan masak habis dengan akan meminta uang kepada Fahri untuk membelinya. Bahkan Deva tidak malu melakukan pekerjaan di rumah. Dia sering dianggap sebagai banci akibat para tetangga sering melihat Deva tengah membersihkan kaca rumah setiap harinya.
Yah Deva tidak peduli dia saja tidak malu jadi untuk apa mempermasalahkan hal tersebut. Sikap dewasa Deva memang kadangkala dimanfaatkan ayahnya sendiri.
Di beda tempat Deva mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Dia sendirian tanpa sang asisten David. Deva sengaja meliburkan David membiarkan asisten dia beristirahat untuk hari ini.
Beberapa menit kemudian tiba di mall terdekat. Selesai parkir mobil pemuda itu menuju ke tempat yang dia tuju. Mengambil satu troli lantas mencari dimana kue lebaran berada.
Setelah sedikit mencari ternyata ada. Deva mengambil semua kue yang dia lihat. Di setiap jenis kue dia ambil satu saja tidak lebih.
Setelah satu troli penuh dengan kue dia pergi ke kasir dan memberitahu bahwa jangan dihitung dulu. Deva mengambil troli baru mengambil kue yang dia mau lagi.
Setelah troli ke dua penuh dia mendorongnya menuju kasir. Troli ketiga diambil Deva sekarang dia fokus mencari bahan makanan mentah. Di ujung supermaket ada daging. Dia ambil beberapa jenis daging beku untuk dia olah nantinya. Membeli beberapa karung beras, mie, saos, kecap dan segala hal yang dibutuhkan.
Setelah dirasa cukup Deva menuju ke kasir membiarkan kasir menghitung semua jumlahnya. Deva fokus bermain hp tarikan di celana membuat Deva melirik kearah bawah.
"Aa boleh minta uang?" tanya anak tersebut.
Deva tidak heran mengenai pengemis yang bisa masuk ke dalam area mall. Dia mengambil selembar uang di kantong celana. Ketika memberikan uang tersebut membuat sang anak kecil kaget.
"Lebih baik kau pergi dari rumahmu saja daripada menjadi budak penghasil uang oleh orangtuamu," ujar Deva.
Sang anak kecil nampak kaget akan ucapan Deva barusan. Bukan hal aneh bahwa anak kecil sering dimanfaatkan oleh orangtua tidak bertanggung jawab untuk mencari uang.
Ketika anak kecil tersebut kabur Deva memfoto anak tersebut dan meminta David untuk mencari informasi. Mungkin sebagian orang mengganggap anak sebuah beban namun ada juga yang beranggapan anak itu anugerah.
"Mungkin ini alasan papa melarangku menikah muda," ujar Deva.
Semakin dewasa Deva mulai mengerti segala larangan Fahri untuk dirinya. Dimulai dari Fahri yang melarang dia untuk minum alkohol atau mendekati obat-obatan terlarang. Sejak memasuki usia lima belas tahun Deva mencari tahu semua itu dari sisi medis melalui sang paman Roy.
Yah ternyata itu tidak baik bagi kesehatan. Perlahan dia mulai menerima saja larangan Fahri walaupun terkadang dia melanggar tentang aturan Fahri mengenai balapan liar.
"Mas maaf ini semua telah dihitung," ujar kasir.
Deva mengangguk dia menyerahkan black card kepada kasir membuat kedua kasir disana sedikit kaget. Mereka melakukan transaksi setelah selesai Deva dibantu dua orang karyawan mengangkut plastik belanja menuju mobil. Tak lupa Deva memberikan uang tips kepada mereka karena telah membantunya.
Dia pulang ke rumah untuk menaruh semua barang belanja dulu. Ketika fokus dengan jalan ada seseorang menyebrang sembarangan untung Deva dengan cepat ngerem walaupun dahi dia sedikit terhatuk cukup keras.
Dia keluar dari mobil saat melihat orang yang hampir dia tabrak ternyata dia seorang anak kecil.
"Kenapa akhir-akhir ini aku bertemu anak kecil selalu?" batin Deva heran sendiri.
Beberapa minggu terakhir ini Deva bertemu anak kecil selalu walaupun hanya sehari entah kenapa dia merasa sedikit lelah juga mengurus hidup orang lain.
Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis
Sampai jumpa
Selasa 02 April 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Radeva (END)
Teen FictionBukan Cerita Berunsur BL/LGBT. Jadi stop mikir ini cerita tentang itu semua. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. "Terpenting ada papa di sisiku aku merasa aman di dunia ini," Deva Start : 08 Februari 2024 Finish : 23 Juni 2024