50

569 42 24
                                    

Perjalanan menuju rumah sakit terasa lama sekali bagi Deva. Sejak beberapa menit lalu air mata tidak berhenti di pelupuk matanya. Sang ayah tidak lagi membuka mata.

Setelah beberapa menit mereka tiba di rumah sakit. Sandy membantu Deva untuk membawa sosok Fahri yang tidak sadarkan diri.

Tiba di ruangan UGD para suster dan dokter sigap menolong Fahri. Deva diam saja memperhatikan dimana ayahnya dibawa masuk.

Sandy merangkul pundak Deva agar sang sahabat bisa duduk daripada berdiri. Ruangan UGD menjadi hal paling menakutkan bagi Deva.

Air mata Deva tetap menetes tanpa suara. Pemuda berusia sembilan belas tahun tersebut seolah tidak percaya mengenai kejadian yang terjadi.

Padahal dia tidak masalah mengenai kondisi sang ayah tentang apapun. Tapi takdir seolah mempermainkan dia setiap waktu. Sang pemuda berdiri membuat sang sahabat ikut berdiri.

Langkah kaki Deva berhenti di sebuah musholla rumah sakit. Dia berwudhu sejenak, selesai berwudhu dia memperhatikan sejenak bajunya yang berlumuran darah. Sandy mengerti dia memberikan jaket yang dia pakai kepada Deva.

"Lu pakai aja dulu jaket gua. Daya tahan lu lebih lemah dibandingkan gua," ujar Sandy.

Tidak ada jawaban dari Deva dia mengambil jaket Sandy untuk salat sejenak. Ternyata waktu memang memasuki saatnya salat.

Membiarkan Deva salat sendirian Sandy menghubungi ayahnya untuk memberitahu tentang ini.

Beberapa menit kemudian Deva selesai salat. Dia mengadu kepada sang pencipta tentang takdir kali ini.

"Ya Allah. Aku tahu bahwa semua ini merupakan takdirmu untuk ayahku."

"Aku tidak keberatan tentang takdir ini."

"Diriku sebagai hamba hanya meminta sebuah permintaan egois yaitu jangan memerintahkan malaikatmu untuk mengambil nyawa ayahku."

"Diriku belum membahagiakan beliau."

"Aku belum bisa membuat dia bangga akan diriku."

"Untuk kali ini hamba meminta agar papa selamat."

"Zyandru Bakrie Radeva bin Mahendra Sabil Al Fahri adalah hamba yang telah Allah hidupkan di dunia ini."

"Deva berharap Allah mengabulkan permohonanku," ujar Deva.

Dia menutup telapak tangan lantas membasuhnya ke wajahnya. Tubuh Deva berdiri untuk berlalu pergi dari musholla untuk mengetahui kabar sang ayah.

Di depan ruangan UGD sudah ada beberapa orang disana. Kedatangan Deva membuat Angelo dan Angelina memeluk sosok remaja tersebut secara bersamaan.

"Habis salat?" tanya Angelo.

"Iya," lirih Deva.

"Papa kamu pasti bisa menghadapi ini," ujar Angelina.

"Darahnya banyak banget oma," lirih Deva.

Angelina mengelus rambut sang cucu. Dia melirik kearah Sandy yang memegang kaos dia mengenali tentang kaos tersebut.

"Sandy bisa pulang saja kok. Terimakasih sudah menjaga cucu oma," ujar Angelina.

Angelo menunjuk ke tangan Sandy. "Maaf opa aku lupa bahwa ini kaos Dev," ujar Sandy menyerahkan kaos kepada Angelo diterima baik oleh Angelo.

Pria paruh baya tersebut memperhatikan sang cucu sejenak. "Jaket yang digunakan Dev milikmu?" tanya Angelo.

"Iya opa. Biarkan saja lagipula lain waktu bisa dikembalikan," ujar Sandy santai.

Sandy mencium tangan Angelo dan Angelina. Sang pemuda sedikit heran tentang beberapa orang asing lainnya.

Radeva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang