40

511 47 6
                                    

Malam hari suasana kediaman milik Fahri nampak sepi. Sejak siang sang anak lebih memilih melakukan aktivitas tanpa berinteraksi dengan sang ayah. Di sisi lain Fahri melakukan hal tersebut demi kesembuhan sang anak. Dia tidak mau apabila dia pergi untuk selamanya sosok anaknya masih memikirkan kenangan buruk tersebut.

Melihat sang anak duduk di sofa duda tersebut menghampiri. Dengan gerakan cepat menahan leher Deva untuk tidak pergi. "Maafkan papa nak. Semua tindakan papa demi kebaikan kamu di masa depan kelak," ujar Fahri.

"Aku tidak suka bertemu psikolog!" kesana Deva.

"Papa khawatir saja, apabila sang pencipta memanggil papa nanti dirimu belum sembuh dari luka tersebut," ujar Fahri.

"Apaan sih?! Berbicara hal ngawur terus!" kesal Deva.

"Ajal tidak ada tahu yang nak," ujar Fahri.

"Berisiklah! Dev udah doa sama Allah bahwa nanti kita mati nya barengan!" pekik Deva.

"Heh doamu jelek!" protes Fahri.

"Biarin!" pekik Deva.

"Terus harta papa bagaimana?" tanya Fahri.

"Harta disumbangkan saja ke orang yang membutuhkan. Lagipula amal ibadah yang akan menyelamatkan kita kelak," ujar Deva santai.

"Amal kita belum tentu cukup masuk surga," ujar Fahri.

"Dev tahu kok," sahut Deva.

"Menurut om Bisma dokter tersebut ada di Singapura," ujar Fahri.

"Malas kesana lebih baik di rumah saja," jawab Deva.

"Rencana papa memang akan mendatangkan dia kesini untuk konsultasi dulu," ujar Fahri.

"Kenapa sih papa sangat ingin aku sembuh?" tanya Deva.

"Sebentar lagi kamu akan memasuki dunia kejam. Dimana semua para penjilat nampak di depan matamu," jawab Fahri.

"Seperti kedua orangtua papa tuh," sindir Deva.

"Tidak boleh begitu nak," nasihat Fahri.

"Faktanya gitu kok," sahut Deva.

"Setiap orangtua memiliki cara mendidik masing-masing," ujar Fahri.

"Dev kangen tawuran," ujar Deva.

"Biasanya pulang sekolah langsung tawuran," heran Fahri.

"Fase mager. Bentar lagi ujian nasional makanya Dev lebih memilih belajar," jawab Deva.

"Kadang heran sendiri sama kamu Dev," ujar Fahri.

"Heran kenapa?" tanya Deva.

"Anak yang dibebaskan pergaulan oleh orangtuanya pasti akan memilih kesenangan apapun agar masa mudanya terpenuhi," ujar Fahri.

"Dev tetap berpegang teguh oleh keyakinan kok. Seburuk apapun kita di mata manusia terpenting kita mengingat segala aturan dari sang pencipta," ujar Deva.

"Selesai ujian nasional kita liburan saja nak," ujar Fahri.

"Kemana?" tanya Deva.

"Terserah kamu. Anggap saja hadiah atas kerja kerasmu belajar selama ini," ujar Fahri.

"Mau tawuran," ujar Deva.

"Ayo kita cari!" ajak Fahri.

"Papa sesat," ujar Deva.

"Biarkan," ujar Fahri.

"Kenapa mengizinkan diriku melakukan kenakalan remaja?" tanya Deva.

"Papa zaman sekolah terkenal sebagai badboy masa kamu enggak sih," ujar Fahri.

Radeva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang