Dibawah tamu yang tidak diundang tengah duduk santai bahkan tanpa dipersilahkan duduk oleh Fahri.
"Nih putraku," ujar Fahri membiarkan Deva menjelaskan.
"Begini aku tidak pernah menghamili wanita itu. Dan lagipula dia Karina anaknya tante Karerina," ujar Deva.
"Hah?!" kaget Fahri.
"Bukannya kita tidak pernah berhubungan lebih. Maksudku kedekatan kita waktu itu dikarenakan kau membutuhkan ojek secara gratis," ujar Deva.
"Kenapa kau tega berkata seperti itu Dev?!" pekik Karina tidak terima.
"Dia bukan putraku. Sejak aku menjauhimu ada seorang gadis yang kudekati juga ditambah kulihat anakmu mirip seseorang," ujar Deva dengan seringainya.
"Jelas-jelas dia putramu!" kesal Karina.
"Warna mataku cokelat dia hitam jelas dia berbeda denganku. Bahkan warna matamu juga cokelat jadi sudah dipastikan dia bukan anakku."
"Maaf sebelumnya tidak sopan kepada kakek dan nenek. Dilihat dari jauh saja telah terlihat bahwa balita itu bukan putraku."
"Warna mata dia hitam kalian buta tidak bisa membedakan warna sama sekali."
"Warna kulit saja sangat kontras denganku. Dia sedikit eksotis dibandingkan diriku yang memiliki kulit putih seperti papa dan Karina juga berkulit kuning langsat."
"Jadi bisa dipastikan dia bukan putraku. Walau begitu kulihat dia mirip seseorang," ujar Deva senyumannya.
"Mirip siapa nak?" tanya Fahri kepada sang anak.
"Arif pah," jawab Deva.
"Lha mereka kakak beradik lho," ujar Fahri.
"Pekerjaan Karina seorang wanita malam selain menjadi seorang mahasiswa di universitas ternama. Hal dia hamil di luar nikah bukan perkara tidak mungkin juga," sahut Deva santai.
"Kau jangan mengatakan omong kosong Dev!" kesal Karina.
"Bahkan asistenku David berkata pernah melihatmu di klub malam. David berkata kepadaku bahwa dia pernah menyewamu lho," ujar Deva dengan seringainya.
"Ucapanmu seolah berkata pernah menyewa seorang jalang Dev!" pekik Karina.
"Ayolah aku tidak mungkin menyewa seorang jalang. Kau lihat ayahku seorang ahli agama bahkan dia melarangku menginjakkan kaki ke sebuah diskotik," ujar Deva melirik kearah Fahri.
"Jangan sok suci kau Dev! Aku yakin gadis yang kau dekatin dulu pernah ditidurin olehmu sebelum kau tinggalkan!" pekik Karina.
"Kau sama saja seperti ibumu ternyata. Dulu ibu kau meninggalkan papa begitu saja, dan malah memilih ayahmu sekarang. Lha sekarang dirimu meminta tanggung jawabku atas perbuatan yang bukan diriku lakukan," ujar Deva.
"Aku yakin kau hanya mengarang atas ucapanmu!" kesal Karina.
"Cepatlah pergi dari rumah milik papa. Sampai kau menangis darah sekalipun anakmu tidak akan menjadi putraku."
"Memperalat seorang anak demi sebuah kekayaan memang suatu hal yang diturunkan oleh tante Karerina kepadamu," ujar Deva dengan nada meledek.
"Kau lupa ibumu nekad menyerahkan tubuhnya demi harta ayahmu. Jadi kurasa kau juga melakukan hal yang sama kepada Arif."
"Ternyata kau kakak tidak berguna yang malah bercinta dengan adik sendiri bahkan menghasilkan seorang anak."
"Jadi kalian berhubungan sedarah sangat tidak disangka. Makanya sebelum terbawa nafsu lihat dulu korbanmu," ujar Deva sarkas.
"Wah gawat dong berarti," ujar Fahri memancing suasana.
"Yoi pah. Niatnya mau buat tanggung jawab atas perbuatan dia sendiri ternyata aku telah tahu bahwa dia bukan anakku," sahut Deva.
"Kau jangan berkata begitu terhadap cucuku!" kesal Rahmat tidak terima.
"Kakek tidak terima cucu kesayanganmu dihina olehku!" ledek Deva.
Ketika Rahmat akan menampar Deva ditahan oleh Deva bahkan dia menatap malas sang kakek. Ayolah dia tengah berpikir keras malah disuruh mengurus hal tidak penting.
"Aku akan ujian jadi berhentilah menggangguku!" kesal Deva.
Setelah menurunkan tangan sang kakek pemuda itu berlalu pergi menuju kamar. Dia benar-benar malas mendengarkan segala hal lebih baik dia belajar.
Fahri membiarkan tindakan Deva. Dia mengerti Deva tidak suka terusik apabila tengah melakukan suatu hal. Makanya Fahri tidak pernah mengganggu segala aktivitas sang anak asal dalam batas wajar.
"Kalian telah mendengar bukan bahwa anak itu bukanlah siapa-siapa bagi putraku. Walaupun secara garis keturunan dia memang cucuku namun bukan secara langsung."
"Kuharap papa dan mama tidak terlalu memanjakan Arif lagi. Kalian tidak pernah kapok mengenai pengalaman masa lalu."
"Rivaldo ayah Arif terlalu dimanjakan hingga dia seenaknya kepada kalian. Kuharap kalian mengerti maksudku."
"Aku memang memanjakan Deva selayaknya orangtua kepada anak. Namun aku membatasi keras Deva mengenai larangan agama."
"Kalian hanya melihat sisi buruk Deva di mata kalian tanpa kalian tahu bahwa putraku kemarin telah membawa satu piala cukup besar lagi untuk kesekian kalinya," ujar Fahri.
"Bakat menggambar tidak ada gunanya di masa depan. Kau saja memerlukan waktu sekian tahun untuk membuktikan hal tersebut," ujar Linda sarkas.
"Setidaknya aku tidak mengemis meminta modal usaha kepada kalian. Sebab aku tahu kalian tidak mungkin meminjamkan uang kepadaku," ujar Fahri dengan senyumannya.
Tidak mendapatkan hasil mereka pergi dengan menahan malu. Melihat kepergian mereka semua dia memilih pergi ke kamar anaknya.
Di kamar Deva menatap piala besar yang dia dapatkan kemarin atas pencapaian dia menenangkan lomba menggambar. Disana tertulis jelas nama dia tersemat rapih.
"Oi!" panggil Fahri.
"Kenapa sih?!" kesal Deva.
"Healing yuk!" ajak Fahri.
"Gas aja gua mah," ujar Deva.
"Tenang mereka tidak akan berani kesini. Kalau masih berani kita buat bukti bahwa itu anak Arif," ujar Fahri.
"Gua aja yang turun tangan. Lu urus perusahaan aja," sahut Deva.
"Jangan maksa belajar mulu. Mending kita keliling komplek dulu!" ajak Fahri kepada sang anak.
"Boleh deh gua jadi badmood belajar juga," ujar Deva setuju akan saran sang ayah.
"Lu ganti baju sana gua tunggu dibawah," ujar Fahri.
"Okey!" pekik Deva mengerti.
Sang ayah pergi dari kamar anaknya. Membiarkan Deva berganti baju dulu terlebih dahulu sebelum pergi.
Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis
Sampai jumpa
Jumat 08 Maret 2024
Maaf telat update dan nanti malam update lagi
KAMU SEDANG MEMBACA
Radeva (END)
Teen FictionBukan Cerita Berunsur BL/LGBT. Jadi stop mikir ini cerita tentang itu semua. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. "Terpenting ada papa di sisiku aku merasa aman di dunia ini," Deva Start : 08 Februari 2024 Finish : 23 Juni 2024