26

582 48 4
                                    

Suasana kota yang lumayan macet akibat sebentar lagi akan memasuki waktu berburu takjil. Di sebuah mobil berwarna hitam ada kedua sosok pria berbeda usia tengah asyik sendiri dalam dunia masing-masing.

"Rencana lu tahun ini?" tanya Fahri.

"Gua ada agenda mau ngasih hadiah gitu sama anak yatim piatu dan anak jalanan," sahut Deva.

"Duitnya aman?" tanya Fahri.

"Tenang itu aman. Uang jajan dari lu aja banyak bener sisanya," sahut Deva.

"Okey deh," ujar Fahri.

"Gua heran lu kok baik banget nolongin anak-anak yang kekurangan kasih sayang orangtua?" heran Deva.

"Dulu gua ditolong abang agar terbebas dari keluarga itu jadi gua pikir menolong orang lain saat ini bukan hal yang salah," sahut Fahri.

"Bukannya harta lu malah berkurang ya?" tanya Deva.

"Harta gak bakalan berkurang apabila kita menolong orang lain, malahan harta akan bertambah apabila kita menolong orang yang membutuhkan," ujar Fahri.

"Makanya gua mengikuti jejak lu untuk menolong orang lain. Kupikir ucapan lu benar bahwa ketika kita memberi senilai 20 juta maka akan digantikan berlipat ganda oleh sang pencipta," ujar Deva.

Fahri tersenyum entah kenapa Deva memang seringkali menyumbangkan sisa uang jajan yang dia miliki demi orang lain. Bahkan anak muda itu membangun rumah singgah demi orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal ataupun orang yang mempunyai masalah.

Pria itu berhenti ketika melihat ada seorang pedagang takjil yang masih sangat banyak dagangannya. Dia turun diikuti sang anak merasa mengerti Deva memborong semua takjil tersebut membuat sang penjual kaget.

"Terimakasih a semoga rezekinya semakin banyak," ucap syukur sang penjual.

"Sama-sama juga mang. Bisa tolong bungkuskan semuanya kami perlu bergegas pulang takut terjebak macet," ujar Fahri.

Sang penjual membungkus semua takjil yang telah diborong selesai melakukan transaksi ayah dan anak itu berjalan kaki mencari orang-orang yang membutuhkan. Setiap orang yang ditemui diberikan dua takjil untuk berbuka puasa setelah selesai mereka kembali ke mobil.

Di mobil Deva tersenyum senang membuat sang ayah ikut tersenyum akan tindakan sang anak. "Berbagi itu menyenangkan jadi mau berbagi setiap hari," ujar Deva.

"Lain kali menu sahur yang kita bagikan," ujar Fahri.

"Boleh tuh!" pekik Deva.

"Jangan post di sosial media," ujar Fahri.

"Laksanakan," ujar Deva.

Tidak ada takjil yang tersisa jadi mereka mencari penjual takjil yang lain ternyata sudah habis semua. Dengan menelan pil kekecewaan mereka pulang ke rumah.

Di jalan Deva asyik bermain game online dan ayahnya fokus melihat kearah jalanan.

Beberapa menit kemudian mereka tiba di rumah ternyata ada sosok Angelo dan Angelina. Fokus Deva terhadap barang bawaan Angelo. Pemuda itu dengan cepat mengambilnya dan langsung berlari ke dalam.

Angelo terkekeh geli akan reaksi sang cucu. "Anakmu kalau hiperaktif kayak anak kecil," komentar Angelo.

"Masih tetap anak kecil bagiku," sahut Fahri.

Fahri bergantian mencium tangan kanan Angelo dan Angelina. Ketiga orang dewasa masuk ke dalam ketika masuk ada Deva yang fokus menatap tempat makan berisi takjil.

"Nak jangan dilihatin terus! Mandi dulu sana sebentar lagi magrib," ujar Fahri.

Sang anak mengikuti perintah Fahri. Pemuda itu masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri. Hanya butuh waktu sepuluh menit mandi saat membuka lemari baju hanya tersisa hodie dan celana pendek saja. Dia tidak peduli dan menggunakan kedua barang tersebut lagipula baju dia belum kering di belakang.

Saat tiba di ruang makan tatapan mata Fahri membuat dia sedikit kesal. Ayolah dia bukan anak perawan yang perlu memakai celana panjang setiap saat.

"Ganti celanamu!" tegas Fahri.

"Celanaku habis pah!" rengek Deva.

"Pakai celana punya papa!" tegas Fahri.

Dia menurut lebih baik ganti celana daripada nanti uang jajan dipotong lebih bahaya. Aturan agama yang diterapkan Fahri cukup ketat dia mengizinkan Deva memakai celana pendek asalkan mereka berdua saja tidak ada orang lain.

Merasa bosan Deva memilih berguling-guling di lantai dapur ketika dia akan terhantuk meja tarikan kerah baju menghentikan gerakan Deva. Ternyata itu tindakan cepat sang ayah sejak tadi Fahri mengawasi tingkah absurd sang anak.

"Sekalinya tantrum parah banget," ujar Angelina.

"Kayak bapaknya," ujar Angelo.

"Benar sayang," ujar Angelina.

Mereka menunggu waktu berbuka puasa dengan tingkah laku Deva yang tidak bisa diam. Sejak tadi dia iseng menoel pipi sang ayah berulangkali bahkan tidak ada nada protesan dari ayahnya.

Merasa tidak ada respon Deva malah memasukkan kepala dia kedalam kaos yang digunakan ayahnya. Dia mencubit enam roti sobek sang ayah secara bergantian membuat Fahri sedikit kesal akan tingkah anaknya.

"Dev jangan cubit perut papa," ujar Fahri.

"Bosan lebih seru cubit perut papa yang bertumpuk ada roti sobeknya," sahut Deva.

"Kamu juga punya seperti papa," ujar Fahri.

"Punya Dev sedikit lebih banyak punya papa," sahut Deva.

"Daddy! Mommy! Lihat tingkah cucumu," ujar Fahri.

"Sudah besar jangan cengeng deh!" pekik Deva.

"Bella anakmu ini mirip denganku capek aku mengurusnya," keluh Fahri.

"Hehehe gen papa terlalu kuat sih. Apalagi papa bucin banget sama mama makanya aku mirip papa," ujar Deva.

"Astaga kamu jawab mulu," ujar Fahri.

"Kau telah menciptakan dirimu sendiri Fahri. Wajar Deva mirip denganmu," ujar Angelina.

"Mau mengelak tapi itu fakta," keluh Fahri.

Tingkah iseng Deva terus berlanjut dia tidak peduli ayahnya mengeluh kesakitan terpenting bagi Deva dia senang. Bahkan Angelo tertawa melihat wajah sang anak ternistakan oleh cucunya sendiri.

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis

Sampai jumpa

Rabu 10 April 2024

Radeva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang