14.

10.8K 434 18
                                    

Deg

Jantung Riana berdetak kencang, air matanya mengalir. Dokter mengira Riana terharu dengan kabar bahagia ini, dokter tersenyum. "Selamat ya Bu atas kehamilannya, sepertinya ibu baru tahu ya?"

Riana tersadar kembali dengan kenyataan ia berusaha tersenyum untuk menutupi kesedihannya. "Iy-iya."

"Apakah ibu merasakan morning sickness?" Tanya dokter itu.

"Ti-tidak."

"Tapi, apakah ibu sering merasakan Lelah berlebihan padahal Ibu tidak melakukan pekerjaan keras?"

"Iya."

"Pantas saja jika Ibu tidak merasakan kehadirannya, mungkin saja ayahnya yang merasakan morning sickness."

"Te-terima kasih dok, saya permisi." Riana pamit dengan tergesa-gesa membuat dokter disana mengernyitkan dahinya heran melihat respon Riana yang tidak bertanya hal-hal tentang kehamilan.

Riana menaiki taksi sambil menangis sesegukan. "Kenyataan apalagi ini tuhan? Apakah belum cukup dengan penderitaan yang ku alami selama ini." Riana menutupi wajahnya dengan tangan, ingin sekali dirinya berteriak histeris untuk melampiaskan emosinya.

"Aku tidak sanggup lagi tuhan, bagaimana ini?"

Supir taksi yang dari tadi bingung dengan tujuan Riana pun bertanya. "Maaf Bu, alamatnya dimana ya Bu?"

"Lurus saja." Selalu itu jawaban yang Riana berikan, membuat supir itu mendengus kesal mendengarnya. Tapi tak urung supir itu menurutinya, jika bayarannya besar tidak masalah itu pikir supirnya.

Setelah berkeliling selama dua jam, akhirnya Riana sampai di mansion Radeva. Riana keluar setelah mengucapkan terimakasih, ia langsung menuju kamarnya. Riana kembali menangisi kehidupannya yang benar-benar hancur.

"Semuanya bohong kan? Gue ga mungkin hamil, gue ingat! Gue udah minum pencegah kehamilan tapi kenapa gue tetap hamil." Rancau Riana dengan keadaan yang kacau, rambut kusut dan muka yang memerah karena menangis terus-menerus.

Riana memegang perutnya lalu memukulinya. "Kenapa Lo hadir sekarang, gu-gue ga mau hiks." Ingatan tentang malam itu kembali lagi membuat Riana mengacak-acak rambutnya.

Saat membeli obat pencegah kehamilan dirinya ingat iya bertabrakan dengan anak SMA, apa jangan-jangan obat yang ia beli ketukar dengan bocah SMA itu? Dengan cepat Riana mengobrak-abrik seluruh tas yang ia bawa dari Indonesia, setelah mendapatnya Riana melihatnya dan ternyata yang dirinya minum adalah vitamin bukan obat pencegah kehamilan. Pecah sudah tangis Riana.

"Dua bulan?" Haha Riana tertawa sendu, kenapa dirinya tidak merasakan kehadirannya.

"Bagaimana ini, gue takut. Bagaimana jika nanti orang-orang tahu kalo gue lagi hamil tanpa pernikahan, apa mereka akan kembali mencemooh gue lagi. Gue belum siap, mereka pasti ngatain gue penggoda dan jual diri lagi. Gu-gue gaaa mauuuuuu." Raung Riana kalut, ia ingin mengambilnya obat penenang untuk ia minum. Tapi saat dirinya sadar lagi hamil ia urungkan lagi.

"Apa yang harus gue lakukan? Apa gue kasih tau Galen aja, kalo gue lagi hamil anaknya? Tapi, gimana kalo Galen menolaknya dan menyuruh dirinya untuk menggugurkannya?" Riana menggeleng-gelengkan kepalanya, meskipun dirinya orang jahat. Untuk membunuh darah dagingnya sendiri ia tidak akan melakukannya, tidak akan pernah sekalipun.

"Iya benar, gue harus kasih tau Galen." Riana menghapus air matanya lalu berlari untuk menemui Galen dan menceritakan semuanya.

Riana mencari kesana-kemari tapi tidak menemukannya, ia pergi ke ruang tamu. Siapa tahu Galen ada disana, jika tidak ada ia akan menelponnya nanti. Riana sudah sampai diruang tamu, tapi kenapa ada suara banyak orang disana.

GALANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang