Zaven menginjakkan kakinya di mansion tepat pukul 21.00 WIB. Banyak sekali pekerjaannya akhir - akhir ini, harusnya ia bisa lembur di kantor tapi tidak tega meninggalkan anak - anaknya dan Pamela. Jadi Zaven membawa sisa pekerjaannya untuk dikerjakan di mansion saja besok, ia sudah meminta sekretarisnya handle kantor dalam beberapa hari, mengambil pekerjaan lewat rumah mungkin efektif untuk sekarang ini.
"Kenapa lampu masih dinyalakan? Apa Zayden membawa temannya menginap?"
"Bukan Tuan, itu Nona Muda."
Zaven menoleh, menatap ketua pelayan yang mengekorinya.
"Nona Muda menunggu Anda pulang, Tuan. Nyonya dan Tuan Muda semua sudah membujuknya agar tidak menunggu, tapi Nona Muda tetap ingin. Jadi Asih menemaninya di ruang keluarga," jelas Hesti pada Zaven, ia juga tadi ikut membujuk tapi Nona Mudanya itu sepertinya sangat ingin menunjukkan sesuatu pada sang Ayah.
Zaven mengangguk dan menyerahkan semua berkasnya, "tolong simpan di meja kerja ku," ucapnya dan segera menghampiri gadis kecil yang nakal itu.
Nakal tapi Zaven menyayanginya sampai gila.
"Daddy!" Seru Jasmine saat menyadari kedatangan Zaven.
Gadis kecil itu memakai piyama berlengan panjang dengan gambar beruang ditengahnya, celana panjang kotak - kotak coklat. Satu set piyama itu Zaven yang memilihkan, sangat lucu ternyata dipakai puterinya.
"Sayangnya Daddy," Zaven memeluk dan mengangkat Jasmine ke gendongannya, tidak memperdulikan banyak mata pelayan dan penjaga yang menyaksikan, Zaven berjalan menuju kamar puterinya sambil menerima ciuman demi ciuman di wajahnya.
Sesampainya di kamar Jasmine, Zaven mendudukkan dirinya dan memandang Jasmine. Puterinya ini sangat berharga, Zaven tidak tahu bagaimana harus ia lanjutkan hidupnya kalau sampai Jasmine tidak pernah bisa ia temukan.
Zaven sangat teguh pendirian meski banyak orang menyuruhnya berhenti mencari Jasmine, bayi kecil di inkubator itu dinyatakan meninggal dunia terbakar di ruangan NICU bersama bayi lain. Tapi ia tidak pernah menggubrisnya, ada sesuatu dalam dirinya yang mengatakan bahwa Jasmine masih hidup.
Terbukti, Jasmine hidup dan kembali padanya. Memiliki 4 orang putera, membuat Zaven sangat menginginkan satu orang puteri, yang akan memanjakannya kelak di usia senja.
"Daddy, Jasmine mau kasih tunjuk sesuatu!" Ucap Jasmine membuyarkan lamunan Zaven.
"Apa tuh? Hadiah untuk Daddy?" Tanya Zaven tertarik, seolah selama ia hidup dan dari sekian banyak hadiah yang ia terima dari yang mewah hingga lumayan mahal, semuanya kalah dengan hadiah yang akan diberikan Jasmine padanya. Dada Zaven bergemuruh ingin menangis.
"Sebentar ya Daddy," ucap Jasmine lalu turun dari pangkuan Zaven, ia membuka nakas di meja belajarnya dan mengeluarkan satu amplop.
Kembali ke pangkuan Zaven, Jasmine membiarkan Ayahnya membuka dan membaca surat tersebut dengan perlahan.
"Olimpiade Fisika?" Tanya Zaven memastikan, keempat anaknya memang pintar tapi sejauh pengetahuan Zaven, mereka semua tidak ada yang menyukai Fisika walaupun memiliki Ayah seorang Zaven —Arsitektur.
"Kamu dapat ini darimana?" Pertanyaan Zaven sedikit mencubit hati Jasmine, apa Ayahnya sedang meragukan dirinya?
Namun mengesampingkan itu, Jasmine tetap mempertahankan senyumannya.
"Dari temannya Abang Isaac, Abang Sadewa. Tadi Abang —" Jasmine sudah ceria dan bersemangat untuk bercerita kepada sang Ayah, namun Zaven memotong kalimatnya.
"Sayang, Daddy tahu kamu pengen buat Daddy dan Mommy bangga. Tapi jangan memaksakan diri, Fisika gak semudah itu apalagi ini olimpiade tingkat provinsi," ujar Zaven yang langsung mematahkan hati Jasmine, sadar tidak sadar tapi Jasmine jadi murung seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
JASMINE [ END ]
Teen Fiction[ SEASON I ] Kamu tidak akan bisa mengenal seseorang, kecuali kamu sudah masuk ke dalam kehidupannya. Begitu kata Jasmine, setelah mengarungi lautan kehidupan yang sama sekali tidak sedikit badai yang dihadapkan kepadanya. Jasmine remaja berusia 15...