Kabar telah ditemukannya si bungsu Pramoedya telah menyebar cepat dikeluarga besar. Malam ini rencananya semua keluarga akan berkumpul, termasuk tetua Pramoedya dan Alexandrea.
Saat ini, para pelayan sedang sibuk menyiapkan makanan, untuk makan siang paling membahagiakan mansion ini. Jasmine, kebahagiaan mereka.
Jasmine tidak pernah lepas dari pelukan Pamela, membuat Zaven dan Zayden cemberut karena iri ingin Jasmine manja pada mereka berdua juga.
"Sayangnya abang, dipangku abang ya? Nanti Mom yang suapi, tapi duduknya sama abang aja," bujuk Zayden memelas, ia yang menemukan Jasmine tapi kenapa jadi ia yang paling tidak mendapat kesempatan menyentuh adiknya itu?
Jasmine yang semula menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Pamela menoleh menatap Zayden, ketua OSIS yang sangar di sekolah itu sedari tadi membujuknya, kasihan.
"Gak mau, abang galak," jawab Jasmine ketus, ia masih ingat bagaimana sikap keras Zayden padanya.
"Zayden," geram Zaven menegur puteranya dengan tatapan tajam.
"Mom?" Rengek Zayden pada Pamela, sedangkan wanita itu hanya tertawa kecil dan memeluk semakin erat tubuh puterinya.
Ting ting
Bunyi berdenting dari saku rok seragam Jasmine, "sebentar ya Mom?" Izinnya.
Jasmine begitu manis dimata Pamela, Zaven dan Zayden.
Setelah Pamela mengangguk, baru Jasmine menegakkan tubuhnya dan merogoh ponselnya di saku.
Ponsel jadul yang kecil berwarna hitam, membuat Zaven merasa terpukul keras. Kehidupan apa yang puterinya jalani diluar sana dan apa yang selama ini Zaven lakukan?
Zaven dikenal sebagai serigala bisnis, tapi puteri bungsunya tidak memiliki ponsel yang layak di jaman modern ini? Apa yang bisa dilakukan puterinya dengan ponsel itu, sedangkan tuntutan pendidikan saat ini hanya bisa dipenuhi dengan smartphone canggih?
"Aku loadspeaker ya," ucap Jasmine sebelum mengangkat panggilan dari kontak Ibu Rahma.
"Ha—"
"HUWAAAAA KAKAK MIN! KAKAK TEMANA? OLA TUNGGUIN DALI TADI KOK GAK PULANG - PULANG HUHU."
Bukan hanya Jasmine, tapi Pamela dan Zaven terlonjak mendengar suara cempreng nan cadel keluar dari ponsel jadul Jasmine.
Terutama Zayden, ia tersedak air yang sedang diteguknya.
"Alat itu rusak sayang, biar Daddy suruh William membelikan yang baru ya sayang?" Tanya Zaven menatap puterinya prihatin dan sangat amat merasa bersalah sebagai Ayah.
Di gendang telinga Zaven, suara yang keluar dari ponsel puterinya itu begitu sakit, bukan suara Flora yang tidak jelas tapi menyakitkan bagi Zaven, ketika tabungannya mampu membeli pabrik ponsel tapi justru Jasmine menggunakan barang yang menurutnya sudah cocok hanya menjadi pajangan di lemari kaca.
Zaven merebut ponsel jadul itu namun dengan cepat Jasmine mengambilnya kembali, "Daddy nanti dulu, itu Flora!"
"Halo Flo?"
"Huhu kakak timana?"
"Maaf Flo, kakak ada urusan penting jadi belum pulang. Flo khawatir sama kakak ya?"
Disebrang sana Flora mengangguk, membuat Ibu Rahma tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. Flora itu selalu ada saja tingkahnya.
"Kakak tepetan pulang, huhu."
"Iya kakak pulang ini, Flo main sama yang lain dulu. Gak boleh nangis, kasihan Ibu."
Lagi - lagi, Flora mengangguk dan langsung mematikan sambungan telepon karena merasa sudah selesai. Kaki kecilnya berlari menghampiri teman - temannya —anak Panti lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
JASMINE [ END ]
Ficção Adolescente[ SEASON I ] Kamu tidak akan bisa mengenal seseorang, kecuali kamu sudah masuk ke dalam kehidupannya. Begitu kata Jasmine, setelah mengarungi lautan kehidupan yang sama sekali tidak sedikit badai yang dihadapkan kepadanya. Jasmine remaja berusia 15...