"Aku gak mau!"
"Jangan keras kepala, bisa?"
"Bodo amat, bukan urusan kamu!"
Marvin sudah jengah, 15 menit lamanya ia berdebat dengan Jasmine yang menolak di infus. Padahal demamnya tidak turun - turun, lihatlah wajahnya yang masih pucat pasi itu.
"Keluar," titah Marvin pada teman - temannya, termasuk Dokter Amber.
"Kok disuruh keluar?!"
"Gue harus urus cewek keras kepala ini dulu."
"Mau ngapain? Jangan macem - macem!"
Marvin tersenyum tipis, ia menarik pergelangan tangan Jasmine kasar saat gadis itu bersiap kabur dan turun dari tempat tidur.
Dengan tubuh lemas, Jasmine tentu tidak bisa melawan. Ia tertarik kembali berbaring, dengan Marvin yang mulai merangkak di atas tubuhnya.
"Abang, ngapain?" Lirih Jasmine ketakutan, ia seperti kucing dengan mata berkaca - kaca dan menciut.
"Kemana singa tadi, kenapa berubah jadi kucing bermata biru?" Tanya Marvin berbisik, ia juga merasa geli dengan panggilan 'abang' dari Jasmine tiba - tiba.
"Awas," Jasmine berusaha mendorong dada Marvin yang berada tepat di atas tubuhnya, tidak menempel, hanya saja ia takut sekarang.
"Lo harus gue hukum, biar nurut," bisik Marvin semakin mendekatkan wajahnya, tangan kirinya menelusup kebawah leher Jasmine.
Cklek
Tepat.
Pintu terbuka tepat saat bibir Marvin hampir menyentuh milik Jasmine, keduanya menoleh dengan ekspresi yang berbeda.
Jasmine dengan wajah tegang dan ketakutannya, Marvin dengan wajah tenang dan seringaiannya.
"Abang..." lirih Jasmine, matanya mulai berembun, menatap Zayyan yang mematung di ambang pintu.
"Sorry gue ganggu kalian," ucap Zayyan meredam emosinya dan berbalik meninggalkan kamar Jasmine.
Dengan cepat, Jasmine mendorong dada Marvin dan berlari mengejar Zayyan. Untung saja infusnya belum di pasang.
Sebenarnya dorongan Jasmine sangat lemas, Marvin bukan terdorong, ia hanya mengalah membiarkan Jasmine pergi.
"Bang, bang Zayyan!" Panggil Jasmine sambil berlari menuruni tangga, di depannya Zayyan berjalan cepat dengan kedua tangan mengepal.
Haikal, Nara, teman - teman Zayden dan Dokter pun bingung melihat keduanya melintas.
Wajah pucat Jasmine sudah basah karena air matanya, ia mengabaikan rasa pusing yang begitu kuat di kepalanya. Tidak, Zayyan tidak boleh pergi dengan salah paham kedua kalinya seperti ini.
"Bang Zayyan, tungguin Jasmine," ucap Jasmine, ia meraih tangan dingin Zayyan dengan tangannya yang panas. Demam masih menyelimuti tubuh Jasmine.
Suara lemas dan serak milik Jasmine memasuki indera pendengaran Zayyan, begitu menyakitkan untuk di dengar tapi hati Zayyan juga jauh lebih sakit.
Ia sudah menenangkan diri dan siap untuk bertemu dengan Jasmine, meluruskan dan berbaikan dengan gadisnya adalah keputusan akhirnya.
Tapi yang ia dapatkan malah hal yang tidak pernag ia bayangkan.
"Aku mau jelasin," ucap Jasmine pelan, tenaganya sudah terkuras habis. Rasanya dadanya sesak sekali.
"Masuklah, Dokter nunggu kamu," balas Zayyan pelan dan mencoba melepaskan tangan Jasmine.
KAMU SEDANG MEMBACA
JASMINE [ END ]
Fiksi Remaja[ SEASON I ] Kamu tidak akan bisa mengenal seseorang, kecuali kamu sudah masuk ke dalam kehidupannya. Begitu kata Jasmine, setelah mengarungi lautan kehidupan yang sama sekali tidak sedikit badai yang dihadapkan kepadanya. Jasmine remaja berusia 15...