Almost There, Laura!

6.4K 347 11
                                    

Pukul 21.30, Isaac baru sampai di mansion.

Hari ini sungguh lelah, ia telah berhasil menjebloskan dua pelaku kejahatan pada Vincent dan Jasmine. Namun ia juga harus menelan kekecewaan karena Elara tidak bisa ditahan saat ini juga.

Elara, mantan tunangannya itu ternyata terkena gangguan mental. Ia mengalami depresi karena kehilangan Ibunya, selama ini Elara menyembunyikan kesakitannya dari semua orang termasuk dari Jovan dan Laura.

Elara melampiaskan dendamnya pada Jasmine, tidak terima Ibunya meninggal dunia demi menyelamatkan Jasmine kecil dari rumah sakit yang meledak 15 tahun yang lalu. Elara juga merencanakan pembalasan dendamnya bekerjasama dengan Maureen, saat Maureen ditangkap dan Laura yang di DO dari sekolah lalu di deportasi ke Singapura, Elara tinggal sendirian. Masih kokoh dan teguh dengan rencananya.

Perempuan itu tidak hanya dendam karena Ibunya tiada, namun juga karena pertunangannya dibatalkan. Lagi - lagi, karena Jasmine. Elara melakukan selfharm setiap cintanya pada Isaac terus menghantuinya, merasa mengecewakan Isaac.

Isaac memijat pangkal hidungnya guna merileks-kan denyut, sebagai anak sulung, ia benar - benar tidak bisa lepas tangan begitu saja. Tapi ia juga harus membicarakan ini dengan Haikal dan Zaven, agar bebannya tidak terlalu berat.

Sebenarnya Isaac ingin Abhizam juga tahu mengenai masalah ini, tapi daripada ia merecoki hubungan keluarganya dengan keluarga Ibunya yang memang sedikit kurang hangat, lebih baik Isaac hanya melibatkan Haikal.

Toh, Haikal yang selama ini selalu menjaga dan mengawasi keluarganya, Isaac berjalan mendekati pintu mansion, ada dua penjaga Alexandrea yang berjaga di depannya.

"Selamat malam, Tuan Muda," sapa kedua penjaga.

"Malam," sapa balik Isaac dan pintu mansion tiba - tiba terbuka.

Bruk!

Pintu mansion terbuka lebar dengan kencang, Vincent berdiri dibaliknya dengan nafas menderu. Lelehan air matanya membasahi wajah, ia berdiri dengan kruknya.

Berhadapan dengan si Puter Mahkota Pramoedya.

"Apa?" Tanya Isaac menantang, meskipun raut wajahnya biasa saja.

Ada aura dingin yang menyeruak lebih menusuk daripada udara dingin malam ini, baik penjaga, pelayan maupun kedua orangtua dan adik - adiknya hanya bisa menahan nafasnya memperhatikan Isaac.

Zaven diam - diam menghela nafas lega, Vincent akan tunduk pada Isaac. Pasti.

Isaac sebenarnya merasa tidak adil antara Jasmine dan Vincent, meskipun adik ketiganya itu tidak mau dirawat di rumah sakit karena takut Jasmine menangis dan khawatir, seharusnya keluarganya tetap membawanya.

Luka Vincent bukan sekedar gejala typus seperti yang di alami Jasmine sekarang, tapi lihatlah keadaan malah sebaliknya. Jasmine lah yang dirawat dan mendapatkan fasilitas rumah sakit, sedangkan Vincent hanya di mansion.

Memang di mansion fasilitas juga disediakan, akan tetapi ada rasa mengganjal dihati Isaac saat melihat Vincent. Si anak tengah yang cemburuan, rewel dan mudah ngambek itu, Isaac sangat menyayanginya.

"Aku mau ke rumah sakit!" Vincent merajuk, Isaac tahu itu. Dari suara seraknya, Vincent pasti sudah berjam-jam membuat keributan di mansion demi bertemu Jasmine.

"Baiklah. Ayo kemarilah," jawab Isaac sambil merentangkan kedua tangannya, Vincent pun segera menggerakkan kruknya dan menghampiri kakak sulungnya.

Isaac memeluk erat Vincent yang nafasnya memburu, keringat juga membanjiri tubuh adik tengahnya tersebut.

JASMINE [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang