Keesokan harinya, Jasmine bangun pagi seperti biasa. Ia sudah jauh lebih segar dan kembali ceria, seolah semalam tidak pernah terjadi hal yang menakutkannya.
Jasmine menoleh, disampingnya masih ada Vincent yang tidur memunggunginya, lalu di sofa juga ada Isaac yang meringkuk dengan selimut menutupi setengah tubuhnya.
Tanpa mau mengganggu tidur kedua kakaknya, Jasmine melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk memulai ritual mandi. Rasanya tubuhnya seperti lengket tak nyaman, setelah itu memakai rok tutu berwarna putih sebetis dengan atasan kaos hitam lengan pendek, rambut kecoklatannya di kepang menjadi dua.
"Ya ampun, belum pada bangun," gumam Jasmine saat mandi dan dandannya selesai, melihat kedua kakaknya masih asik menikmati mimpi.
Jasmine lebih dulu menghampiri Isaac, karena kakak pertamanya itu sudah pasti memiliki jadwal lebih sibuk, ia tidak ingin Isaac terlambat ke kantor.
"Abang, bangun. Udah pagi," ucap Jasmine yang langsung di tanggapi oleh Isaac, pemuda itu bangun dan mencium kedua pipi sang adik.
Membangunkan Isaac sangat mudah.
"Morning, adek sayang," sapa Isaac tersenyum manis, mengundang balasan senyuman dari sang adik.
Isaac, sebagai kakak paling tua merasa paling sakit melihat keadaan adik bungsunya. Meskipun di awal, ia satu - satunya saudara yang tidak percaya bahwa Jasmine adalah yang ia dan keluarganya cari selama ini, namun berbeda dengan sekarang.
Hari ini Isaac sudah mengatur jadwal untuk Jasmine konsultasi dengan dokter psikolog, ia tidak ingin ada trauma sekecil apapun di dalam diri Jasmine, sedini mungkin luka itu harus di sembuhkan.
Semalam saat Zaven dan Pamela pulang, ia menceritakannya perlahan agar kedua orang tuanya tidak terkejut. Walaupun hasilnya tetap saja Zaven berapi - api, belum lagi Haikal sang kakek sudah menerima laporan tentang kondisi Jasmine.
"Hari ini kita ketemu temen abang di rumah sakit, mau ya?"
Jasmine mengerutkan keningnya mendengar ajakan Isaac, akan tetapi ia tidak banyak berkomentar dan langsung menyetujui.
Tok
Tok
Tok
"Nona Muda, Tuan Muda Zayyan ingin bertemu," ucap Asih di balik pintu kamar, bersama Zayyan di sampingnya dengan keadaan lebam di wajah.
Zayyan menginap semalam di mansion Pramoedya, ia benar - benar merasa bersalah. Ia terus menerus menyalahkan dirinya, kejadian semalam tidak akan terjadi kalau ia tidak lalai.
Meskipun Reiga menegaskan ini bukan kesalahan Zayyan. Soal jaket itu, Zayden telah membicarakannya pada Marvin dan keadaan Jasmine memburuk juga bukan salanya.
Tapi tetap saja, Zayyan berpikir; dirinya yang mengajak Jasmine ke tempat itu, maka dirinyalah yang pantas di salahkan. Tidak menjaga gadisnya dengan baik.
Jasmine keluar, setelah mendapat izin dari Isaac menemui Zayyan. Yah, Jasmine sih sadar diri saja. Semua kakaknya mempunyai tingkat keposesifan tinggi kalau sudah menyangkut kedekatannya dengan Zayyan.
Padahal Jasmine itu hanya senang karena Zayyan baik dan Zayyan teman keduanya setelah Asih.
"Jasmine," gumam Zayyan saat Jasmine berdiri di hadapannya. Gadis ini benar - benar membuatnya seperti orang gila.
Siapa perempuan yang bisa membuat Zayyan kelimpungan selain Ibunya? Sebelumnya tidak pernah ada.
"Bang Zayyan, maaf ya semalam aku kurang kontrol diri," ucap Jasmine lalu tersenyum.
![](https://img.wattpad.com/cover/363075737-288-k464654.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JASMINE [ END ]
Fiksi Remaja[ SEASON I | J Edition ] Kamu tidak akan bisa mengenal seseorang, kecuali kamu sudah masuk ke dalam kehidupannya. Begitu kata Jasmine, setelah mengarungi lautan kehidupan yang sama sekali tidak sedikit badai yang dihadapkan kepadanya. Jasmine remaja...