Keesokan harinya, Jasmine membuka matanya perlahan, merasakan kedua tangannya kaku.
Tangan kanannya kaku karena tidak dapat bergerak bebas, masih ada selang infus. Sedangkan tangan kirinya, ada Zaven yang tertidur sambil menggenggamnya.
Jasmine tersenyum, Zaven sosok Ayah yang jauh dari gunjingan orang kepadanya. Zaven benar - benar berwujud seperti harapan kokohnya dulu sebelum pertemuan mereka, Ayah yang menyayanginya dan menginginkan kehadirannya.
Gerakan kecil Jasmine disadari oleh Zaven, tidurnya terusik dengan suara gumaman puterinya. Tapi ia akan berpura - pura tidur sebentar, ingin mendengarkan apa saja yang Jasmine utarakan untuknya lebih banyak.
"Daddy, Jasmine seneng. Ternyata setiap kekhawatiran yang ada dalam pikiran kita, tidak semuanya terjadi di masa depan. Daddy gak kaya yang orang - orang bilang, perhatian Daddy dan semua sikap Daddy nunjukin kalau Jasmine emang anak yang diharapkan kehadirannya, Jasmine penting buat Daddy sama kaya abang - abang semua," ujar Jasmine pelan sambil mengelus pelan puncak rambut sang Ayah, dengan hati - hati takut selang infusnya bermasalah.
Jasmine tersentuh dengan semua perhatian keluarganya, ia jatuh sakit adalah hal yang biasa. Dulu saat di panti, Jasmine sakit namun tidak banyak yang bisa ia lakukan.
Ibu Rahma bisa disebut sebagai Ibu asuh atau pengganti bagi setiap anak yang tinggal di panti, tentu saja urusannya bukan hanya mengurusi Jasmine. Meski kerap Ibu Rahma condong kepadanya, lebih mementingkan dirinya dibanding anak panti lain —karena Jasmine anak asuh pertamanya, tapi bukan berarti Jasmine akan meminta segalanya yang bisa Ibu Rahma berikan.
Ia harus memikirkan nasib anak panti lainnya. Jasmine terkadang hanya bisa diam dan menyembunyikan rasa sakit fisiknya, rasa lelahnya berkali - kali lipat dirasakan karena diserang secara mental pula oleh teman - temannya, setiap malam hanya ada lamunan dan air mata yang meleleh dalam diam. Berharap keluarganya menemukannya, membawanya pulang dan mengubah kesedihannya menjadi tawa bahagia.
"Harapan Jasmine bertemu Daddy dan Mommy, Tuhan kabulkan. Bahkan gak cuma itu, Jasmine juga punya abang banyak yang semuanya sayang sama Jasmine," sambung Jasmine dengan air mata yang tidak sadar sudah membasahi tebing pipinya.
Zaven pun tidak tahan lagi, ia mengangkat kepalanya dan tersenyum menatap sang puteri yang terkejut, hidungnya memerah, kedua matanya masih mengalirkan air mata.
Cup
Satu kecupan sayang mendarat di kening, Zaven menyeka air mata Jasmine dengan lembut.
"Good morning. Daddy love you so much, sweetheart," ucap Zaven membuka harinya dengan kata - kata manis.
Jasmine membalasnya dengan cengiran lucu, tapi tidak lama ia mengerucutkan bibirnya kembali.
"Kenapa?" Tanya Zaven lembut.
"Mommy mana?" Tanya balik Jasmine, semenjak berkumpul kembali dengan keluarganya; Jasmine tidak mau berjauhan, kecuali harus pergi sekolah dan les.
"Mommy di mansion. Daddy larang Mommy kesini, karena puteri Daddy sudah sembuh. Semalam dokter datang dan bilang Jasmine boleh pulang pagi ini setelah jadwal sarapan," jawab Zaven membuat raut wajah bahagia seketika muncul, kedua mata biru puterinya berbinar cerah!
"Mau! Jasmine mau pulang, ayo Daddy!" Sahutnya senang.
Sedangkan di ruang rawat Vincent, pemuda itu ditemani oleh Isaac.
Suasana sunyi tentram, tapi Vincent tidak mempunyai keluhan lagi dalam batinnya. Ia sudah bertemu dengan Jasmine dan Isaac pun memberikannya perhatian dan juga pengertian untuk Vincent mau di rawat lanjut di Rumah Sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
JASMINE [ END ]
Ficção Adolescente[ SEASON I ] Kamu tidak akan bisa mengenal seseorang, kecuali kamu sudah masuk ke dalam kehidupannya. Begitu kata Jasmine, setelah mengarungi lautan kehidupan yang sama sekali tidak sedikit badai yang dihadapkan kepadanya. Jasmine remaja berusia 15...