Pergi Makan Bersama Ayah

131 13 5
                                    

Mohon sebelum baca ada baiknya untuk memberi vote, like, komen, dan follow author nya agar lebih bersemangat lagi untuk menulisnya❤️❤️
Kritik, saran, apa pun itu, author terima kok dengan senang hati, karena keinginan readers, keinginan author juga❤️❤️

"Aluna!" panggil bunda berlari ke arah Aluna dan ayah, disusul oleh Alana di belakangnya. Aluna dan ayah yang tengah mengobrol asyik sambil berjalan bergandeng tangan itu, seketika menoleh ke sumber suara.

"Bukankah Bunda sudah bilang ke kamu, kamu harus di kamar sampai Bunda menyuruhmu ke luar, hm?" bunda menghampiri Aluna, lantas ia mengulurkan tangannya hendak menyentuh lengan Aluna. Aluna yang sedikit gemetar ketakutan itu, berlindung di belakang ayahnya.

"Jauhkan tanganmu dari Aluna, Sera!" suruh ayah dingin, menahan tangan bunda dengan kuat. Bunda yang sepertinya kesakitan karena cengkraman kuat di lengannya itu, meringis pelan. "A, aduh! Sa, sakit, sayang! Tolong lepaskan tanganku!" bunda mengaduh, memohon untuk tangannya dilepaskan. Ayah melirik tangan istrinya yang cukup memerah itu, lalu melepaskan cengkramannya dari lengan sang istri.

"A, Ayah! Ayah ingin ke mana bareng Kak Aluna? Alana juga mau ikut, dong!" pinta Alana manja, merangkul lengan ayahnya itu. Aluna hanya diam di belakang punggung ayahnya, tak berani untuk nimbrung. Ayah menatap dingin Alana, "lepas! Bukan urusan kamu saya dan Aluna ingin pergi ke mana, Alana!" sarkas ayah sinis, melepas paksa rangkulan Alana di lengannya itu. Alana seketika terbungkam, lantas melirik tajam ke arah Aluna yang masih berdiri di belakang punggung ayahnya itu.

Dasar, cewek jal4ng! Berani banget dia ngerebut Ayah dari gue! Alana menggertakkan giginya, menggeram kesal. semakin benci dan dendam terhadap Aluna.

"Kalau sudah tak ada yang ingin kalian katakan, saya dan Aluna pergi dulu." Pamit ayah, lalu menarik lembut tangan Aluna untuk pergi dari dua wanita anak ibu yang tengah mematung tak percaya itu.

"Anu, Ayah!" panggil Aluna saat mereka sudah di dalam mobil. Ayah yang tengah menyetir itu, menoleh sekilas. "Ya? Ada apa , nak?" timpal ayah menyahuti panggilan dari Aluna itu, bertanya lembut.

"Um, sebenarnya bukan masalah besar sih. Hanya saja, Aluna ingin tahu, kenapa Ayah bersikap baik dengan Aluna? Sedangkan dengan Alana, Ayah bersikap dingin?" jawab Aluna, lantas balik bertanya kepada ayahnya itu. Ayah hanya diam beberapa saat, lalu menjawab. "Karena Ayah kecewa terhadap Alana dan Bunda kamu, Aluna. Ayah kira mereka memang sungguhan baik, tersenyata mereka bermuka dua di belakang Ayah! Dan kamu yang terlalu baik ini, malah tak berani melawan mereka." Ayah menghembuskan nafasnya berat, menoleh menatap Aluna. Tersenyum berat, menjulurkan tangannya ke kepala Aluna.  Mengusap lembut kepala sang putri.

Aluna masih merasa canggung dengan sikap lembut ayahnya yang biasanya dingin dan tidak pedulian itu, balas tersenyum kikuk. Untungnya sedang lampu merah, jadi tidak apa kalau ayah tidak menengok ke jalanan.

Jujur, entah apa yang ada di pikiran Ayah. Aku tak tahu. Yang kutahu hanyalah, bahwa Ayah tidak pernah sekalipun membuang ataupun tak mempedulikanku. Aku bersyukur, bahwa di keluargaku masih ada yang mau menyayangi dan mempedulikanku. Aluna membatin, menunduk, dan tersenyum tipis.

"Apa yang sedang kamu pikirkan, nak?" tanya ayah menyadari bahwa Aluna tengah melamun, menatapnya sekilas. Kembali menyetir. Aluna yang tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri itu, seketika tersentak. Lalu ia cepat-cepat menggeleng, "bukan apa apa, Ayah." jawabnya bohong, tersenyum manis. Ayah yang menyadari putri sulungnya tengah berbohong itu, menjulurkan tangannya, lantas mencubit gemas pipi putih putrinya itu.

"Um, ngomong ngomong, Ayah." Aluna kembali mencari topik pembicaraan, menatap ayahnya yang tengah menyetir itu dengan tatapan semangat. Ayah yang sejak tadi kefokusan menyetirnya terganggu oleh putrinya itu, kembali menoleh sekilas. "Ya, nak?" timpal ayah sabar, menghadapi berbagai pertanyaan dan celotehan dari putri sulungnya itu.

"Sebenarnya kita mau ke mana, ya?" tanya Aluna bingung, karena sepertinya tempat yang hendak mereka tuju itu kelihatannya sangat jauh, sampai-sampai mereka belum juga tiba di tempat tujuan tersebut. Ayah tersenyum tipis, "ada tempat yang ingin Ayah dan kamu kunjungi, Luna. Dan Ayah yakin kamu pasti akan senang," jawab ayah lembut. Aluna yang terkejut karena dipanggil dengan panggilan 'Luna' itu, melongo.

"Umm, memangnya tempat apa yang ingin kita kunjungi itu, Ayah?" tanya Aluna semakin penasaran. Ayah terkekeh kecil melihat reaksi penasaran Aluna yang seperti halnya anak kecil itu, menjawab. "It's secret, Aluna." Jawab ayah lagi, tersenyum sambil meletakkan jari telunjuknya di bibirnya. Aluna memanyunkan bibirnya, tak bertanya lagi.

Seolah anak kecil yang sedang merajuk, begitulah suasana hati Aluna sekarang. Ia hanya diam sambil menatap ke luar jendela, termenung sambil menebak-nebak hendak pergi ke mana sebenarnya ayahnya ingin membawanya itu.

"Kamu tidak sedang lagi mengutuk Ayah, kan?" goda ayah tanpa memalingkan wajahnya kepada Aluna, tetap fokus menyetir. Aluna menggeleng, "mana mungkin! Memangnya Aluna anak kecil, dan tak tahu terima kasih apa?" elak Aluna menyanggah, menatap ayahnya dengan tatapan tersinggung. Ayah hanya melirik sekilas ke putrinya, lalu tersenyum. "Kamu kan memang masih kecil di mata Ayah, Aluna." Ucap ayah mengusap kepala Aluna lembut. Aluna diam, membiarkan ayahnya mengusap kepalanya itu. Seolah ia mulai terbiasa dengan usapan dari ayahnya itu, walau baru beberapa waktu yang lalu dia diperlakukan begitu oleh ayahnya.

***

Satu jam lamanya mereka menyalip kendaraan ke sana dan ke sini hanya untuk menghindari padatnya kemacetan kota Jakarta itu, akhirnya mereka sampai di sebuah restoran mewah yang berada tepat di tengah pusat kota itu. Mobil terus berjalan, dan memasuki area parkiran. Saat memarkirkan mobil, Aluna sibuk melongo menatap gedung besar yang akan dia masuki itu. Tak lama setelah itu, mobil pun terparkir, dan berhenti.

"Ayo ke luar, Aluna." Ajak ayah melepaskan seatbelt  yang melilit pinggangnya itu, lantas ia membuka pintunya. Aluna hanya mengangguk saja, lalu ikut melepaskan seatbelt dan ke luar dari mobil seperti ayahnya.

"Bagaimana? Apa kamu suka, hm?" tanya ayah, merangkul bahu kecil milik putri sulungnya itu. Aluna mengangguk semangat, "ya! Aluna sangat suka, Ayah!" jawab Aluna antusias, tersenyum senang.

"Kalau begitu, ayo kita masuk." Ajak ayah mengulurkan tangan. Aluna mengangguk semangat, menerima uluran tangan ayahnya itu. Mereka berjalan beriringan sambil bergandeng tangan memasuki restoran besar dan mewah itu.

Aku berharap kamu terus tersenyum bahagia seperti ini, putriku Aluna Natasya.... Batin ayah tersenyum, melirik ke arah putrinya yang tertawa senang di sebelahnya itu.

Takdir Si Gadis FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang