Flashback Yang Terlupakan

59 4 0
                                    

Mohon sebelum baca ada baiknya untuk memberi vote, like, komen, dan follow author nya agar lebih bersemangat lagi untuk menulisnya❤️❤️
Kritik, saran, apa pun itu, author terima kok dengan senang hati, karena keinginan readers, keinginan author juga❤️❤️

Bunda yang terduduk di kasur luas miliknya dan suaminya itu, termenung panjang. Mengingat kembali akan janjinya kepada suaminya. Mengusap wajahnya yang terasa kebas dan lelah, mencoba untuk tetap tenang. Lantas kembali mengingat saat di mana ia berjanji kepada suaminya untuk bersikap adil dalam mengurus kedua putrinya itu, menatap kosong ke pantulan cermin yang menampakkan sosoknya yang terlihat kacau dan kosong itu. Kembali mengingat-ingat kenapa dia begitu membenci Aluna, sang putri sulungnya yang tak bersalah itu. Padahal ia telah berjanji kepada suaminya untuk bersikap adil terhadap kedua putrinya itu, tanpa ada kata membanding-bandingkan.

Flashback on...

"Sera, aku mempercayakan kamu untuk menjaga kedua putri kita dengan adil, ya. Aku harap kamu tidak membandingkan ataupun memperlakukan Alana dan Aluna dengan berbeda seperti orang pada umumnya, mengerti?" ayah menyentuh lembut bahu istrinya itu, berpesan. Bunda mengangguk, "tenang saja, sayang. Aku akan menjaga kedua putri kita dengan baik dan memperlakukan mereka secara adil," kata bunda percaya diri, berjanji.

"Sebaiknya kamu memegang perkataanmu, Sera. Jangan sampai membuatku kecewa, istriku." Ayah berpesan lagi, lantas menepuk-nepuk pelan bahu istrinya itu. Bunda mengangguk mantap, merasa percaya diri bahwa ia bisa bersikap adil terhadap kedua putrinya yang diamanahkan oleh suaminya itu.

"Ngomong ngomong, anak anak apa mereka sudah tidur?" tanya ayah lagi, memastikan bahwa Aluna dan Alana sudah tidur atau belum. Bunda tersenyum, "kalau begitu, coba kamu yang periksa sendiri." Suruh bunda, tak menjawab pertanyaan dari suaminya itu.

"Baiklah, kalau begitu. Sebelum aku berangkat, aku ingin melihat keadaan kedua putriku dulu." Ayah mengangguk, lantas dengan semangat berjalan menaiki anak tangga menuju dua kamar yang bersebelahan yang tak lain kamar anak-anaknya itu.

Klek! Krieett...

Ayah mendorong pelan kamar milik Alana, membuka pintunya. Pintu kamar berderit pelan, lantas saat ayah merasa pintu kamar putrinya sudah terbuka cukup untuk ia masuki itu, berjalan masuk secara hati-hati dan diam-diam. Lampu kamar milik Alana sudah mati, dan hanya terdapat pencahayaan redup dari lampu tidur yang berada di sebelah tempat tidur Alana itu, yang pertanda Alana sudah tertidur lelap.

"Tidurmu sangat nyenyak, putriku. Bahkan saat tertidur pun, kamu terlihat indah bagaikan lukisan." Ayah membelai lembut rambut hitam kecoklatan milik Alana, tersenyum menatap putri keduanya yang tengah tertidur lelap dengan memeluk boneka panda itu. Ia lantas mengecup lembut pucuk kepala Alana yang saat itu masih berumur delapan tahun, berpamitan.

Saat ayah sudah puas menatap wajah indah putri keduanya yang tengah terlelap nyenyak itu, ia langsung berjalan ke luar dari kamar putri keduanya itu. Lantas berjalan menuju ke kamar putri sulungnya yang berada di sebelah kamar putri keduanya itu, membuka pelan pintu kamar Aluna.

Sepertinya Aluna juga sudah tidur. Batin ayah tersenyum, saat ia melihat lampu kamar putri sulungnya juga sudah mati sama seperti putri keduanya tadi. Berjalan pelan dan hati-hati menuju ke tempat tidur putri sulungnya itu, takut membangunkan putri kesayangannya itu.

"Dari sisi mananya kamu yang harus dibandingkan, dengan Alana? Seindah ini saat kamu tidur, tapi masih ada juga yang membandingkan kamu tanpa tahu diri." Gumam ayah menatap lama wajah Aluna kecil, tersenyum. Ia lantas berjalan pelan menuju ke tempat putri sulungnya tertidur sambil memeluk bantal guling itu, mendekati tubuh kecil Aluna.

Takdir Si Gadis FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang