Mohon sebelum baca ada baiknya untuk memberi vote, like, komen, dan follow author nya agar lebih bersemangat lagi untuk menulisnya❤️❤️
Kritik, saran, apa pun itu, author terima kok dengan senang hati, karena keinginan readers, keinginan author juga❤️❤️"Gimana? Udah nangisnya?" tanya Agnes memberikan beberapa lembar tisu. Aluna hanya mengangguk lemah, menerima lembaran demi lembaran tisu yang diberikan oleh Agnes.
"Kalau begitu, ayo kita ke luar. Kita bicarakan masalah tadi dan masalah yang ingin gua diskusikan ke elo di dalam," Aluna mengangguk, membuka pintu mobil. Mereka berdua berjalan memasuki cafe yang cukup minimalis namun asri itu, mencari tempat duduk yang kosong.
"Hai, Nona Nona. Ada yang bisa saya bantu, Nona?" sapa seorang pelayan pramusaji wanita itu dengan ramah, tersenyum manis ke arah Aluna dan Agnes. Bertanya, hendak mencatat.
"Saya ingin memesan dua gelas ice lemonade, satu porsi kepiting tumpah mixed, dan banana split satu porsi." Jawab Agnes cepat, lantas mengusir pelayan wanita itu dengan mengibaskan tangannya santai. Aluna hanya terkekeh kecil saja, masih merasa sedih dan kecewa, juga marah saat tahu teman yang dianggapnya sahabat baik itu ternyata pengkhianat.
"Oke, gua bakal terus terang aja ke lo, Aluna." Aluna menelengkan sedikit kepalanya, bingung. Agnes yang melihat tingkah polosnya Aluna itu, hanya tertawa saja.
"Ehem, lo tau kan soal masalah Rafgan dan Zicon? Katanya lo marah besar, sampai lo benci dan kecewa padanya." Agnes menatap serius ke arah Aluna. Aluna hanya diam, menunduk merasa bersalah. Tak berani menjawab.
"Gue harap lo gak semarah itu ke dia, Lun. Soalnya Rafgan gak pantas lo marahin sampai kayak gini," lanjut Agnes berkata ambigu. Aluna yang tak mengerti maksud dari perkataan ambigu Agnes, mengernyitkan keningnya. "Maksudnya?" tanya Aluna tak mengerti.
"Rafgan gak salah, dia mukul Zicon karena ada alasannya." Ucap Agnes merogoh ponselnya yang ada di saku jaketnya itu. Aluna yang semakin bingung dan semakin dibuat penasaran oleh Agnes itu, meminta penjelasan lebih rinci lagi.
"Gua punya bukti rekaman soal kejadian Rafgan dan Zicon bertengkar. Jujur saja, gua gak mau repot kayak gini. Cuma gua kasihan lihat Rafgan yang selalu murung, dan selalu ngigo manggil nama lo karena demam." Aluna yang masih tak mengerti dengan arah pembicaraan itu, semakin menekukkan keningnya hingga berkerut.
Ini maksudnya apa sebenarnya? Agnes ini siapanya Rafgan, sampai dia harus merasa kerepotan seperti ini? Dan bagaimana dia bisa tahu kalau Rafgan demam, dan mengigau tentangku saat dia tidur?
Seluruh pertanyaan-pertanyaan itu menyeruak di kepalanya, seolah seperti semut yang mengerumuni satu makanan manis dan kecil."Sebentar, Agnes. Ini maksudnya apa? Bagaimana kamu bisa mengenal Rafgan sampai segitunya?" tanya Aluna terus terang, sangat penasaran dan bingung. Daripada dia dibikin mati penasaran, lebih baik dia bertanya seperti ini, bukan?
"Haha, maaf. Kayaknya lo gak ngerti dan bingung dengan ucapan gua." Agnes nyengir, meminta maaf. Aluna hanya mengangguk saja, kembali meminta Agnes untuk menjelaskan.
"Ehem, begini. Gua bisa dibilang sebagai saksi atas keributan yang dibuat Zicon dan Rafgan. Dan soal gua bisa mengenal Rafgan sampai seperti itu, itu karena Rafgan sepupu gua." Aluna seketika tercengang, merasa tak percaya. Ia bukan tercengang karena Agnes menjadi saksi masalah pertengkaran Zicon dan Rafgan, tapi dia tercengang karena dia baru tahu kalau Agnes ternyata sepupu Rafgan.
"Gua gak bela Rafgan karena dia sepupu gua, cuma karena sepertinya si Rafgan galau terus, buat gua gak tega. Apalagi saat tau sepupu yang gua sayang dan udah lama dekat dengan gua menghadapi rasa galau dan kesedihan berkepanjangan kayak gini, membuat gua gak bisa tinggal diam aja ngelihatnya." Ucap Agnes menjelaskan. Aluna yang masih bingung dan penasaran itu, kembali bertanya. "Tapi, kamu bagaimana bisa yakin kalau Rafgan tidak bersalah?" tanya Aluna mengetes Agnes.
"Karena itu gua bilang kalo gua punya bukti rekamannya, agar lo percaya. Awalnya gua gak niat buat ngasih tau lo soal ini, cuma gua gak tega lihat muka memelas kasihan Rafgan yang menyedihkan." Jawab Agnes menjelaskan lagi.
"Kalau begitu, ayo kita putar hasil rekamannya." Kata Aluna meminta Agnes untuk memutar hasil rekaman suara Zicon dan Rafgan yang diambil oleh gadis tengil itu.
"Tapi tunggu dulu, gua mau lo dengerin penjelasan gua sebelum dengar rekaman ini." Tahan Agnes, meminta Aluna untuk menunggu. Aluna menaikkan sebelah alis matanya, "penjelasan apa yang kamu maksud?" tanya Aluna lagi.
"Penjelasan soal dua teman lo, dan alasan gua bantu lo." Agnes kembali menjawab. Aluna seketika membeku saat mendengar kata 'Teman' yang membuat dia trauma itu.
"Gua tau lo masih sayang sama dua teman lo itu. Cuma gua mau bilang ke elo, kalo gua udah ngamati lo sejak lama. Dan alasan gua ngelakuin itu, karena Rafgan meminta tolong sama gua buat jaga lo dan merhatiin lo."
"Rafgan yang minta kamu buat jaga dan merhatiin aku?" Agnes mengangguk, memang seperti itu lah kenyataannya.
"Gua selalu ngamati pergerakan dua teman lo itu, dan seperti yang lo lihat tadi. Mereka memang sudah lama saling berkomunikasi dan terus saja menceritakan lo di belakang." Ucap Agnes menjelaskan lebih baik, bersandaran dengan sofa cafe. Aluna hanya diam, menunduk. Merasa sakit hati yang berlipat-lipat.
"Dan soal si Rafgan dan Zicon itu, lo dengar aja sendiri." Agnes memberikan ponselnya yang berisikan rekaman tentang kejadian waktu itu. Aluna menerimanya dengan perasaan yang campur aduk, mencoba menghidupkan rekaman itu.
Tak butuh waktu lama untuk Aluna mendengarkan seluruh isi rekaman, termasuk rekaman pengkhianatan Lira dan Leni. Dua temannya yang dia anggap sahabat baik itu.
"I, ini tak mungkin--" Aluna membekap mulutnya sendiri, merasa tak percaya dengan hasil seluruh rekaman itu. Agnes hanya menghembuskan nafasnya, mengangkat bahu. Juga merasa tak percaya.
"Zi, Zicon hanya memanfaatkan perasaanku? Dan Lira juga Leni hanya orang yang disuruh Alana untuk mendekatiku?" Aluna kembali menitikkan air matanya, jantungnya berdegup begitu cepat. Merasa sangat sakit. Dan yang membuatnya lebih sakit adalah, ketika ia tahu bahwa sahabat baiknya yang selalu ada di kala dia sedih itu, ternyata diam-diam menyukainya sejak lama.
"D-dan, bagaimana mungkin Rafgan menyukaiku? Bahkan dia sampai membela juga mewakiliku untuk marah seperti ini? Kenapa aku dengan bodohnya malah menyalahinya tanpa bukti dan mencari kebenarannya terlebih dahulu, padahal dia tak bersalah sedikit pun." Aluna menangis, menyesali perbuatannya yang menurutnya sangat tak termaafkan itu. Agnes menatap kasihan ke arah Aluna yang tengah menangis menyesal itu, merasa tak tega.
Jadi ini alasan lo buat nyuruh gua untuk jaga dan amati dia ya, Rafgan. Karena lo tau kalau Aluna itu cuma gadis yang rapuh kayak gini... Batin Agnes terus menatap dalam wajah kesedihan Aluna. Ikut prihatin.
Sejujurnya, Agnes adalah gadis yang tak pedulian dengan masalah seseorang. Namun, dia bukanlah gadis dingin yang bisa berpura-pura tutup mata dan telinga saat orang yang dianggapnya berharga meminta tolong padanya. Alasan dia membantu Aluna, mengamati Aluna, dan menjaga Aluna, itu pure karena Rafgan yang meminta. Bahkan, awalnya dia menolak untuk membantu karena merasa kalau permintaan Rafgan itu sangat merepotkan. Dan dia bahkan kesal saat dia harus menerima permintaan Rafgan kepadanya itu, dan dia selalu saja mengomel di dalam hati saat menjalani tugasnya untuk menjaga Aluna, juga mendengar curhatan Rafgan tentang Aluna. Tapi sekarang, dia mengerti alasan Rafgan meminta tolong untuk menjaga gadis lemah itu, juga alasan Rafgan sampai bertekad untuk membuat Aluna tak bersedih lagi dan untuk melindungi gadis lemah itu.
"Apa yang harus aku lakukan, Agnes? Rafgan sekarang pasti membenciku dan sangat kecewa padaku," tanya Aluna gemetar, merasa sangat menyesal dan bersalah. Agnes diam, lalu ia menyondongkan tubuhnya ke depan, mengelus lembut kepala Aluna. "Tenanglah, Aluna. Gua yang paling paham soal Rafgan, Lun. Rafgan bukan tipe cowok yang kayak gitu, kalau dia emang membenci lo, dia gak bakal mengigaukan diri lo." Agnes menenangkan, tersenyum.
"Ta-tapi, aku sudah berbuat salah padanya. Pasti dia sangat kecewa dan bersedih karena aku," Aluna menunduk, mencoba untuk terus menghapus buliran demi buliran bening yang luluh dari pelupuk mata indahnya itu. Agnes menggeleng, "Rafgan bukan orang yang kayak gitu, Lun. Dia orang yang sangat menghargai seseorang yang dianggapnya berharga, jadi dia gak mungkin membenci lo karena ini." Aluna semakin tertunduk dalam, semakin merasa bersalah.
"Oh ya, lo mau dengar cerita gua dan Rafgan, gak? Kenapa gua mau ngejaga lo kayak gini?" Aluna yang tengah menangis itu, seketika terhenti, mengangguk. Ingin mendengar. Agnes tersenyum, lalu iya mendongak, menutup matanya. Menerawang ke dirinya yang dulu. Mulai bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Si Gadis Figuran
Random⚠️REVISI ULANG⚠️ ⚠️Sebelum baca tolong follow, vote, komen nya⚠️ Aluna si gadis figuran di dunia sosialnya sejak lama hanya karena harus mengalah untuk menjadi bayangan sang adik kembarnya yang lebih menonjol dan memikat itu, terpaksa menerima hinaa...