Mohon sebelum baca ada baiknya untuk memberi vote, like, komen, dan follow author nya agar lebih bersemangat lagi untuk menulisnya❤️❤️
Kritik, saran, apa pun itu, author terima kok dengan senang hati, karena keinginan readers, keinginan author juga❤️❤️"Makasih udah antar aku pulang, Rafgan." Ucap Aluna tersenyum manis, berterima kasih kepada Rafgan saat mereka telah tiba di depan gerbang yang cukup tinggi dan bernuansa putih elegan itu. Rafgan melambaikan tangan, tak masalah.
"Kalau gitu, gue balik dulu, ya!"
"Bye, Aluna!" pamit Rafgan melambaikan tangan, bersiap untuk tancap gas. Aluna mengangguk, balas melambaikan tangannya. Melepas kepergian Rafgan.
Setelah hilangnya Rafgan dari pandangannya, Aluna pun berjalan memasuki gerbang rumahnya yang tak dikunci dan tak dijaga oleh satpam.
"Dari mana saja kamu, Aluna?" tanya bunda dingin, bersedekap. Menatap tajam ke arah Aluna yang baru saja tiba di depan pintu rumah. Aluna dengan gagap, menjawab. "A, anu, Bunda. Tadi Aluna habis pergi sebentar, Bunda. Aluna juga sudah izin dengan Ayah, kalau Aluna pulang terlambat." Jawab Aluna menunduk, takut-takut kalau saja bundanya akan mengamuk seperti biasa.
"Heh! Alasan aja kamu, Aluna. Kamu kan bisa mengabarinya ke Bunda dulu, kalau kamu akan pulang telat. Biar Bunda tak repot menunggu kamu pulang." Bunda mendesis tak percaya. Aluna yang tidak ada pelindungnya itu, hanya bisa diam sambil menunduk. Menerima ketidak percayaan bundanya yang sudah biasa untuknya itu.
"Ma-maaf, Bunda. Aluna tak akan mengulanginya lagi, Bunda." Ucap Aluna meminta maaf, masih menunduk takut. Bunda menghela nafas panjang, lantas hanya melambaikan tangan saja. Menyuruh Aluna masuk, lantas ia berlalu meninggalkan Aluna sendiri di ruang utama.
Bersyukurlah kamu, Aluna. Kalau bukan karena Ayahmu, aku tak akan segan segan menghukummu. Batin bunda menahan kesal, berjalan menuju kamarnya.
"Heh! Dari mana aja lo, Aluna?!" tanya Alana ngegas, tiba-tiba mengagetkan Aluna yang hendak masuk kamarnya. Aluna yang terperanjat kaget akibat keberadaan Alana yang tiba-tiba itu, refleks menoleh.
"Itu bukan urusanmu, Alana." Jawab Aluna singkat, menatap datar Alana. Alana yang geram, karena kakak kembarnya yang berubah menjadi sok hebat dan so kuat itu, mengepalkan tangannya kuat.
"Lo tadi pergi bareng Rafgan, kan?!" tanya Alana kasar, menatap tajam ke arah Aluna. Aluna yang kaget mendengar pertanyaan dari Alana itu, menelan ludah. Balas menatap kilatan tajam mata hazel Alana. Tak menjawab.
"Jawab gue, sialan! Lo tadi pulang bareng Rafgan, kan?!" desak Alana lagi, semakin kesal karena Aluna tak jua membuka mulut.
"Sudah kukatakan, ini tak ada urusannya denganmu, Alana." Jawab Aluna lagi, mencoba untuk bernada tenang, walaupun aslinya dia takut terhadap adik kembarnya itu. Alana yang semakin geram mendengar peryataan kakaknya itu, dengan ringan dan cepat, ia layangkan tangan kanannya ke pipi Aluna. Saat tangan kanan Alana mendarat ke salah satu pipi Aluna dengan keras, Aluna pun terjatuh tersungkur ke belakang seraya memegang pipinya yang berdenyut. Alana dengan wajah kesal dan merah padam akibat menahan rasa marah dan muak melihat kakak kembarnya yang tiba-tiba ngelewatin batas itu, pergi meninggalkan kakak kembarnya yang masih terduduk di depan pintu kamar. Tak peduli.
"APA ALASAN KAMU MENAMPARKU, ALANA?!!" tanya Aluna berteriak lantang, berharap adik kembarnya yang belum jauh dari tempat dia terduduk itu mendengar teriakannya. Alana yang sudah berjalan agak jauh itu, dan mendengar pertanyaan seperti itu pun, berhenti seketika.
"KARENA GUE BENCI SAMA LO! GUE GAK MAU LO BAHAGIA, ALUNA! GUE GAK MAU COWOK KAYAK RAFGAN ATAU ZICON NGEJAR LO! LO JUGA UDAH NGEREBUT KASIH SAYANG AYAH DARI GUE! LO TUH BENALU YANG NEMPEL DI HIDUP GUE, TAU GAK?!! MENDING LO NGILANG AJA DI DUNIA INI! BIAR HIDUP GUE ENAK TANPA LO YANG KAYAK PARASIT!" balas Alana, menoleh. Ikut balas berteriak ke arah Aluna dengan wajah yang penuh kebencian. Aluna yang mendengar jawaban dari adik kembarnya itu pun, menunduk. Lantas tertawa sumbang, dan tak lama dia mengangkat kepalanya dengan menunjukkan senyuman pahit miliknya dan wajah yang penuh air mata.
"Ternyata kamu nganggap aku benalu dan perasit, ya, selama ini?" Aluna tertawa miris, lantas ia menyeka air matanya. Menahan rasa sesak di dada. Entah kenapa, saat adik kembarnya mengatakan kalau dia benalu dan parasit, hatinya seakan terasa remuk dan hancur. Entah karena yang bilang kembarannya yang seluruh tubuh dan mentalnya saling bersanding, entah karena ucapan adiknya memang keterlaluan.
"Kamu nganggap aku sebagai parasit dan benalu, bukan? Karena kamu tak suka aku mendekati Ayah, bukan? Dan karena kamu juga tak suka aku di dekati oleh Rafgan dan Zicon, bukan?" lanjut Aluna, bertanya parau. Alana diam, tak menjawab. Alana hanya bisa diam sambil memutar bola matanya, tak merasa bersalah.
"Kalau memang itu masalahnya, aku minta maaf sama kamu, Alana. Kamu boleh tidak memaafkan aku, marahin aku, bully aku, hina aku. Tapi aku mohon sama kamu, tolong jangan benci aku. Aku benar-benar memohon padamu, Alana." Mohon Aluna sambil terisak, menangis pilu. Sebenarnya dia mau saja untuk balas dendam kepada adik kembarnya itu, hanya saja, saat mendengar pengakuan adiknya yang menurutnya adiknya itu hanya iri pada dia, membuat dia tak tega untuk balas dendam. Terlebih lagi Alana adalah adik kembar dan adik satu-satunya yang dia sayang, dan termasuk sebagian dari dirinya.
Alana yang melihat tangisan pilu kakak kembarnya itu, hanya bisa diam menatap kosong ke arah kakaknya. Entah kenapa, jauh dari lubuk hatinya, dia merasakan rasa sakit dan perih saat melihat buliran air mata dan permohonan kakak kembarnya itu. Seolah dia merasa kalau saat ini bukanlah dia, karena biasanya dia juga tak peduli dengan tangisan Aluna. Tapi entah kenapa, melihat Aluna yang menangis terisak sambil terus memohon kepadanya agar tak membenci kakak kembarnya itu, membuat dia merasa aneh. Seolah ingin menangis dan memeluk kakak kembarnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Si Gadis Figuran
Random⚠️REVISI ULANG⚠️ ⚠️Sebelum baca tolong follow, vote, komen nya⚠️ Aluna si gadis figuran di dunia sosialnya sejak lama hanya karena harus mengalah untuk menjadi bayangan sang adik kembarnya yang lebih menonjol dan memikat itu, terpaksa menerima hinaa...