Mohon sebelum baca ada baiknya untuk memberi vote, like, komen, dan follow author nya agar lebih bersemangat lagi untuk menulisnya❤️❤️
Kritik, saran, apa pun itu, author terima kok dengan senang hati, karena keinginan readers, keinginan author juga❤️❤️"Maaf semua, Aluna lama ke luar kamarnya. Tadi Aluna tak sengaja ketiduran," ucap Aluna meminta maaf, menunduk saat ia sudah berada di ruang makan. Ayah hanya mengangguk, menyuruhnya untuk duduk. Sedangkan bunda hanya diam, memalingkan wajahnya, kembali melakukan kerjaannya. Dan sedangkan Alana, entah di mana dia sekarang, sampai sekarang dia belum pulang juga.
"Ayo kita makan," pimpin ayah membaca do'a. Dan diikuti oleh Aluna dan bunda itu.
Setelah usai berdo'a, ayah menyuruh Aluna dan bunda untuk segera mengisi piring mereka masing-masing dengan makanan yang sudah terhidangkan.
"Masakan mu tak pernah gagal, Bun." Puji ayah tersenyum ke arah bunda, memakan makanan buatan bunda. Bunda menunduk, tersipu malu. Bagaimana tidak, sejak masalah waktu itu, ayah selalu dingin padanya. Dan sekarang ayah malah memuji masakan yang dia buat dengan susah payah demi menyenangi hati ayah.
"Kamu juga harus makan ini, Aluna. Tubuhmu terlalu kecil, kamu harus Ayah gemukkan dulu." Kata ayah memberikan tiram balado buatan bunda kepada Aluna. Aluna mengangguk, menerima tiram pemberian dari ayahnya itu. Memakannya.
"Kamu juga makan, Bunda." Kata ayah melirik istrinya itu, menyuruh bunda untuk lanjut makan. Bunda menelan ludah, lantas mengangguk kaku. Patuh saja.
Jujur saja, ayah itu sebenarnya sangat sayang dengan bunda. Hanya saja dia sangat kecewa terhadap sang istri, sampai dia merasa berat untuk memanggil bunda dengan panggilan istriku lagi.
Seusai makan malam, dan waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam lewat, Aluna mengeluarkan buku pelajarannya. Belajar materi untuk besok dan mengerjakan beberapa pr yang tadi dia dapat di sekolah.
"Hoam..." Aluna mengucek matanya yang sudah mulai lelah, mengantuk. Aluna melihat alarm ponselnya yang menunjukkan sudah pukul setengah sebelas malam itu, dan ini sudah lewat dari waktunya dia tidur. Aluna menutup bukunya, lantas berjalan gontai menuju tempat tidurnya yang empuk, langsung merebahkan dirinya. Terlelap.
***
"Pagi Aluna," sapa ayah tersenyum saat anaknya yang sangat disiplin itu turun dari kamarnya dengan pakaian yang sudah rapi. Aluna tersenyum lebar, "pagi juga Ayah." Balas Aluna cerah, berjalan senang ke arah ayahnya itu.
"Eh, Alana mana Ayah?" tanya Aluna bingung, celingukan mencari adik kembarnya itu yang dari semalam tak nampak batang hidungnya.
"Alana dia hari ini tidak masuk," bukan ayah yang menjawab, tapi bunda. Bunda yang menjawab pertanyaan dari Aluna itu dengan wajah datar. Aluna yang masih takut terhadap bunda itu, menatap ayahnya minta penjelasan.
"Aluna semalam saat kamu belajar di kamar, adikmu pulang dengan memar di pipinya dan tangannya. Dan pagi ini dia demam saat tadi Ayah dan Bunda mengecek dia di dalam kamarnya," jelas ayah lembut, menepuk pelan kepala anaknya itu. Aluna terdiam saja, terlihat berpikir banyak.
Alana sakit? Tubuhnya memar? Kenapa? Batin Aluna tak percaya, menggelengkan kepalanya. Lantas ia berlari kembali ke atas, menuju kamar Alana.
"Aluna? Kamu mau ke mana?" tanya ayah berseru saat anaknya kembali ke atas itu. Bingung. Aluna menoleh saat ia sudah sampai di anak tangga, membalas. "Aluna ingin melihat kondisi Alana sebentar, Ayah!" Aluna ikut berseru, berlari menuju kamar Alana.
Beruntungnya kamar Alana tak tertutup rapat, jadi dia dengan mudah membuka pintu kamar yang seharusnya langsung terkunci dari dalam itu.
"Alana?" Aluna membuka pintu kamar Alana dengan pelan, lantas masuk dengan berjalan tanpa suara dan pelan. Menghampiri adiknya yang tertidur itu.
"Hm?" Aluna kaget karena adiknya itu terbangun gara dia yang tengah mengecek suhu panas Alana itu. Alana dan Aluna saling tatap untuk beberapa waktu, lantas Alana segera duduk sambil memegang kepalanya yang terasa pusing. Menatap Aluna lebih jelas dengan wajah jijik.
"Ngapain lo ke sini, heh? Udah puas lo lihat gue yang babak belur kayak gini, heh? Senang lo sekarang, kan? Senang lo lihat gue kayak gini, kan?" Alana menatap sinis ke arah Aluna, bertanya dengan nada marah. Aluna mengernyitkan keningnya, "maksud kamu apa? Aku tidak mengerti," balas Aluna bertanya bingung.
"Alah! Jangan pura-pura gak tau lo, lont3! Lo tuh munafik, tau gak?!" Aluna semakin mengernyitkan keningnya, semakin bingung dengan perkataan adiknya itu.
Sebelum sempat Aluna bertanya lebih jelas lagi, ayah lebih dulu memotong dengan masuk ke kamar Alana. Memanggil Aluna untuk segera berangkat ke sekolah. Aluna hanya mengangguk, mengikuti langkah ayahnya itu dan melirik sedikit ke arah Alana yang menatapnya dengan tatapan tajam yang penuh kebencian.
"Kamu tadi habis bicara apa dengan Alana? Kenapa wajahnya terlihat begitu marah saat melihat kamu?" tanya ayah basa-basi, tetap menyetir mobil yang melaju di jalanan yang cukup padat di kota Jakarta itu. Aluna menggeleng saja sebagai jawabannya, tak menjawab. Terus menatap ke luar jendela yang terbuka, merasakan angin pagi di kota Jakarta itu.
"Hm, baiklah, Ayah tidak memaksamu untuk menjawabnya." Kata ayah tersenyum, mengelus kepala anaknya itu, menoleh sekilas ke arah Aluna. Aluna tersenyum tipis, membiarkan ayahnya itu mengelus kepalanya.
"Sudah sampai, nak. Kamu baik-baik sekolahnya, oke?" pesan ayah, mencium kening Aluna. Aluna mengangguk, lantas berpamitan kepada ayahnya dengan senyuman cerah miliknya. Melambaikan tangan. Ayah juga tersenyum, balas melambaikan tangan ke arah putrinya itu. Lalu ia langsung tancap gas setelah memastikan anaknya sudah masuk ke dalam gerbang sekolah.
"Aluna?" Aluna menoleh ke belakang, mendapati dua sahabat baiknya itu tengah menatap bingung ke arahnya. Seolah mereka tak menyangka kalau Aluna akan datang hari ini.
"Teman-teman? Kenapa menatap aku seperti itu?" tanya Aluna melambaikan tangannya, bingung kenapa dua temannya itu tiba-tiba bersikap aneh padanya.
"Ah, lo mau masuk ke kelas kan? Ayo bareng kita juga," ajak Lira tertawa kaku, menggandeng tangan Aluna. Aluna hanya mengangguk patuh saja, walau di hatinya ia bingung dan penasaran kenapa dua temannya itu bersikap aneh kepadanya. Bahkan sampai adik kembarnya pun ikut aneh hari ini. Seolah ada sesuatu yang terjadi tanpa sepengetahuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Si Gadis Figuran
De Todo⚠️REVISI ULANG⚠️ ⚠️Sebelum baca tolong follow, vote, komen nya⚠️ Aluna si gadis figuran di dunia sosialnya sejak lama hanya karena harus mengalah untuk menjadi bayangan sang adik kembarnya yang lebih menonjol dan memikat itu, terpaksa menerima hinaa...