Perjanjian

12 1 0
                                    

"Apa yang harus aku lakukan agar bisa cepat bangun? Tolong beri tahu aku caranya,"Aluna mendesak memaksa, mengguncang tubuh kecil sebagian dirinya yang membawanya ke dalam mimpi tak masuk akal ini.

"Kamu ingin bangun dari sini, tandanya kamu siap dengan apa yang ingin kutanyakan dan kesepakatan di antara kita." Gadis kecil itu menepis pelan tangan Aluna dari bahunya, lalu menatap serius Aluna. Aluna menelan ludah, "pertanyaan apa yang ingin kamu tanyakan, dan kesepakatan apa yang ingin kamu buat denganku?" Aluna bertanya, juga menatap gadis kecil itu dengan tatapan serius kali ini. Gadis kecil itu menyunggingkan sedikit bibir kanannya, menyeringai kecil.

"Pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu adalah, apa kamu bersedia untuk berdamai dengan masa lalumu juga melupakan rasa sakit yang pernah kamu dapatkan dari orang-orang yang merusakkan mental kamu?" Aluna  terhenyak, terbungkam sepenuhnya. Merasa bingung bagaimana menjawab pertanyaan yang memintanya untuk melupakan rasa sakit yang pernah ia dapatkan itu.

"Bagaimana? Apa kamu setuju?" Aluna menelan ludah, lalu mengangguk patah-patah, ragu untuk mengiyakan. Gadis kecil yang tak lain sebagian jiwa Aluna yang terkurung dan masih bisa diajak komunikasi itu, tersenyum semirk. 

"Jawaban kamu masih meragukan, Aluna. Aku membutuhkan jawabanmu yang tak ragu-ragu, bukan yang seperti ini." Sebagian jiwa Aluna itu berkata tajam, meminta jawaban yang tegas dari Aluna yang asli. Aluna mengepalkan tangannya, kembali teringat akan Rafgan, ibun, papa, ayah, dan orang yang masih menyayangi dan mencintainya tanpa syarat itu. Merasa bimbang. Lalu ia juga teringat kembali akan rasa sakit yang diperbuat adik kembarnya juga gengnya, lalu pengkhianatan dua gadis yang dia anggap sahabat baiknya, dan mantan pacarnya yang obsesif dengannya. Kembali ingin membalas dendam.

"Bagaimana?" tanya gadis kecil itu lagi, meminta jawaban yang sesungguhnya dari Aluna yang asli. Aluna yang tengah menunduk penuh kebimbangan itu, mulai mengangkat kepalanya. Menatap sebagian jiwanya dengan tatapan yang penuh emosi, lalu mengangguk penuh tekad.

"Aku mau." Jawab Aluna tegas, serius dengan ucapannya. Sebagian jiwa Aluna itu tertawa saja, lalu mengibaskan tangannya. 

"Kalau begitu, aku akan membawamu kembali ke dunia nyata. Dan kamu harus menepati janjimu untuk tidak berlarut pada diri kami yang terjebak olehmu ini, mengerti?" Aluna mengangguk mantap, tak masalah. 

"Dan kamu jangan berbuat hal bodoh, karena kami ingin bebas dari penjara ini. Semakin kamu berniat untuk balas dendam yang kekanakan itu, ada baiknya kamu berhenti." Lanjut gadis kecil yang tak lain sebagian jiwa Aluna itu, berpesan memperingati. Aluna mengepalkan tangannya, kembali mengangguk. Tak masalah.

Sejujurnya Aluna ingin sekali balas dendam pada orang-orang yang ingin menyakitinya, namun ia tak dapat melakukannya. Bukan karena ia takut, namun menurutnya balas dendam terbaik adalah ketika kita memperlakukan orang yang menyakiti kita dengan lebih baik lagi. Karena rasa penyesalan itu akan hadir ketika seorang pelaku kejahatan tetap diperlakukan dengan baik oleh sang korban. Dan membuat orang yang menyakitinya merasakan penderitan yang pernah ia rasakan dengan rasa penyesalan yang sangat teramat buruk.

"Kalau begitu, tutup lah kedua matamu. Dan aku akan mengirimmu ke tempat yang kamu inginkan."  Aluna mengangguk, menutup kedua matanya. Tepat saat mata Aluna tertutup, tubuhnya terasa remuk, dan seolah ia tengah melayang dan terjun bebas dengan tubuh yang penuh rasa sakit. Di sela-sela ia yang tengah terjun bebas itu, samar-samar ia mendengar seruan sebagian jiwanya yang mengucapkan kata perpisahan. Dan saat tubuhnya yang terus terjun bebas itu, Aluna membuka matanya dan melihat kembali kilasan balik ceritanya tentang Rafgan, ceritanya tentang Alana, dan ceritanya tentang Zicon juga dua teman pengkhianatnya itu. Seolah seluruh memori-memori itu berkumpul menjadi satu dan menyerap masuk ke dalam kepalanya.

Takdir Si Gadis FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang