Mohon sebelum baca ada baiknya untuk memberi vote, like, komen, dan follow author nya agar lebih bersemangat lagi untuk menulisnya❤️❤️
Kritik, saran, apa pun itu, author terima kok dengan senang hati, karena keinginan readers, keinginan author juga❤️❤️Paginya, seperti biasanya orang-orang yang sibuk memulai kegiatannya karena hari ini adalah hari Senin, Aluna dan keluarganya yang tak berbeda dengan orang lain itu, sudah bangun dan siap untuk berangkat sekolah atau kerja.
"Pagi, Aluna." Sapa ayah tersenyum, saat melihat Aluna yang datang ke ruang makan dengan wajah segar itu. Bunda yang tengah membuat sarapan, hanya diam menunduk, tak berani bersuara. Sedangkan Alana, seperti biasa, ritual paginya yang selalu bersolek sebelum berangkat ke sekolah itu, masih menempel di kamarnya, belum ke luar.
"Pagi juga, Ayah!" balas Aluna semangat, tersenyum lebar ke arah sang ayah. Ayah hanya tertawa, lantas mengacak tataan rapi rambut putri sulungnya itu dengan gemas. Aluna yang kesal karena ayahnya yang mengacak tataan rambutnya yang susah payah ia rapikan itu, memanyunkan bibirnya. Sedangkan bunda hanya diam, tak ikut nimbrung dalam obrolan dan gurauan ayah dan anak yang seru itu. Sampai bunda merasa ia tak seharusnya berada di sana. Merasa tak dipedulikan.
"Ehem, ini sarapannya sudah selesai." Bunda berdeham, lalu meletakkan nasi goreng putih dengan telur orak-arik sebagai makanan pendampingnya itu ke meja makan. Aluna yang lupa kalau bundanya ada di dapur itu juga, seketika bangun dari duduknya, menunduk takut. Ayah yang menyadari gelagat aneh dari putri sulungnya itu, menahan tangan putrinya yang hendak pergi dari ruang makan itu.
"Kamu mau ke mana, Aluna?" tanya ayah menahan langkah Aluna santai, sambil menyeruput kopi hitam kesukaannya. Aluna gelagapan hendak menjawab apa, menggaruk kepalanya yang tak gatal.
'Um, anu, Ayah. Sepertinya lebih baik Aluna tak usah sarapan saja, dan sarapannya nanti saat sudah di sekolah saja." Jawab Aluna gagap, takut bercampur bingung. Ia masih takut terhadap trauma yang sangat fatal yang diberikan bundanya kepadanya itu. Dan bingung kenapa ayahnya santai saja menahannya di sini, seolah tak peduli dengan keberadaan istrinya itu.
"Duduklah saja kamu di sini, Aluna. Tak akan ada yang mengganggumu selama Ayah ada di sini." Kata ayah menyindir tajam, melirik sekilas ke arah istrinya itu. Bunda yang gemetar ketakutan itu, hanya diam menunduk. Merasa tersindir.
"Eh, maksud Ayah? Apa Aluna boleh ikut bergabung makan di meja makan ini, Ayah?" tanya Aluna polos, menatap bingung ayahnya. Karena biasanya ia selalu tak diberi izin untuk gabung makan bersama bunda dan Alana, juga ia selalu makan saat setelah bunda dan Alana selesai makan, baru ia makan.
"Ya, kamu boleh bergabung makan di sini. Karena kamu juga bagian dari keluarga ini, dan kamu bukanlah babu yang akan makan terakhir setelah majikannya makan." Ayah mengangguk, menjawab. Lantas dengan tajam ia kembali menyindir telak relung hati bunda, hingga bunda yang masih diam sambil tertunduk itu, semakin tertunduk dalam.
"Um, okey, kalau Ayah maksa. Aluna tak bisa nolak jadinya," kata Aluna nyengir, kembali duduk di sebelah ayahnya itu, mencoba untuk bersikap santai. Saat Aluna, ayah, dan bunda yang juga sudah duduk di tempat duduk mereka masing-masing itu, Alana pun datang dengan wajah yang sudah dipoles makeup natural.
"Bunda, aku mau makan omelet buatan Bunda, Bun. Dan, eh?" Alana yang berjalan santai ke ruang makan itu, seketika kaget saat ia mendapati Aluna yang tengah duduk tenang di meja makan.
"Ko, kok lo ada di sini?! Siapa yang izinin lo duduk makan di meja makan ini, heh?!" tanya Alana tak percaya kalau Aluna memiliki keberanian yang tak seperti biasanya. Aluna hanya diam, tak menjawab. Tetap melanjutkan makannya, berusaha bersikap santai dan tak mempedulikan perkataan adik kembarnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Si Gadis Figuran
Random⚠️REVISI ULANG⚠️ ⚠️Sebelum baca tolong follow, vote, komen nya⚠️ Aluna si gadis figuran di dunia sosialnya sejak lama hanya karena harus mengalah untuk menjadi bayangan sang adik kembarnya yang lebih menonjol dan memikat itu, terpaksa menerima hinaa...