Pahlawan Bayangan

19 2 0
                                    

Mohon sebelum baca ada baiknya untuk memberi vote, like, komen, dan follow author nya agar lebih bersemangat lagi untuk menulisnya❤️❤️
Kritik, saran, apa pun itu, author terima kok dengan senang hati, karena keinginan readers, keinginan author juga❤️❤️

"Lo kenapa sih ngebet bener dengan cewek menyedihkan itu, heh?" Agnes mengomel, merasa aneh dengan Rafgan. Rafgan yang tengah bermain dengan kucing yang ada di taman belakang rumah Agnes itu, seketika menoleh. Tersenyum, tak menjawab.

"Kenapa lo malah senyum-senyum gitu, heh?" Agnes bergidik jijik, merinding. Rafgan tertawa saja, mengelus kucing abu-abu blasteran persia anggora itu.

"Bukannya lo belum kenal Aluna, ya? Kenapa lo bisa dengan mudahnya mengklaim kalau Aluna itu menyedihkan, hm?" Agnes hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal, melengos.

"Dari yang gua dengar dari cerita lo yang selalu nyeritain dia ke gua kalo pas ada kesempatan. Dan ditambah lagi, Ibun selalu cerita soal dia ke gua, kayak lo yang selalu cerita dan curhat soal dia ke gua. Jadi gua wajar tau lah," jawab Agnes mengangkat bahunya, lantas merebahkan dirinya di atas rerumputan hias belakang rumahnya itu. Mengangkat tangannya sambil menatap langit biru yang terbentang lebar di pandangannya itu, berlagak seolah ia tengah menggapai gumpalan awan putih.

"Lo bakal tau gimana dia besok saat pas kita MPLS, Nes. Aluna itu satu-satunya cewek yang bisa bikin gua bertekad buat selalu ada untuk dia," Rafgan tersenyum, menyondongkan tubuhnya ke belakang dengan tumpuan kedua tangannya. Agnes menoleh ke samping, menatap heran Rafgan.

"Kalau lo segitu suka dan cintanya dengan tuh orang, kenapa lo gak confess aja ke dia?" tanya Agnes heran, merasa aneh dengan sepupunya itu. Rafgan terkekeh miris, "gak semudah itu buat gua confess, Nes. Lo pasti tau kan, kalau Aluna itu sahabat gua, bukan?" Agnes mengangguk, melebarkan telinganya. Mendengarkan keluhan Rafgan.

"Nah, gua gak mungkin bisa buat nyatain rasa suka gua ke dia. Karena gua gak mau bikin hubungan kami jadi asing dan canggung. Jadi gua cukup jadi pelindung dan bahu tempat dia bersandar dan butuh kayak yang gua lakuin selama ini," Agnes yang mendengar ucapan sepupunya itu, hanya diam saja.

"Dan lo harus tau Nes, Aluna itu cewek yang rapuh, namun kuat. Karena dia bisa bertahan di keluarganya yang toxic. Walaupun ayahnya baik, namun ibu dan adik kembarnya sangat buruk dan toxic. Dia seolah bagaikan sekuncup bunga yang tumbuh di gunung yang terjal dan dinginnya badai salju." Rafgan tersenyum. Agnes hanya berdecih pelan, memutar bola matanya. Mengomel di dalam hati.

Apa sih bagusnya si Aluna Aluna itu? Batin Agnes kesal, bersungut-sungut.

"Dari wajah masam lo, kayaknya lo habis merutuk Aluna di dalam hati ya?" tanya Rafgan tertawa, mencolek pipi Agnes yang menggembung. Agnes semakin menekukkan wajahnya, membalikkan tubuhnya membelakangi Rafgan. Sangat kesal.

"Berisik lo, badut!" Agnes bersungut-sungut kesal. Rafgan hanya tertawa saja, mengacak gemas kepala sepupu cantik namun tengilnya itu.

***

"Jadi dulu kamu sangat membenciku, ya?" Agnes hanya mengusap tengkuknya, tak menjawab. Merasa bersalah.

"Gua dulu emang awalnya benci banget sama lo, karena gua udah mulai eneg denger nama lo di setiap gua ketemu Rafgan dulu. Jujur aja, gua bukan anak asli sini, jadi setiap keluarga gua yang berkunjung atau keluarga Rafgan yang berkunjung, pasti topik pembicaraan Rafgan itu soal lo. Dan bahkan, ga cuma pas ketemu doang, di chat, saat dia galau pun isinya tentang lo. Jadi gua muak dengar dan nanggapinya, karena semuanya tentang lo." Ucap Agnes merasa bersalah, dan ia memberi tahu bahwa dia bukan anak Jakarta pusat asli. Aluna menelengkan sedikit kepalanya, bingung. "Maksud kamu apa? Kamu bukan dari kota ini?" Aluna bertingkah lucu layaknya anak kecil kebingungan, memang asli bingung.

"Sejujurnya gua anak Bandung, Lun. Ortu gua ada di Bandung, nyokap gua dan nyokap Rafgan bersaudara kandung yang paling dekat, jadi wajar saja gua dekat dengan rafgan." Aluna manggut-manggut saja, walaupun aslinya dia masih bingung tapi juga mengerti yang dimaksud Agnes.

"Alasan gua pindah ke Jakarta juga karena Rafgan yang memaksa, dan sekaligus ortu gua pindah kerja ke sini." Lanjut Agnes, menopang dagunya di meja. Mulai bosan karena makanan yang mereka pesan belum juga datang.

"Terus, apa alasan kamu sampai harus mengiyakan permintaan dari Rafgan?" Aluna bertanya bingung, sejak tadi pertanyaan itu selalu saja menghantuinya. Agnes diam sejenak, lantas menatap lamat bola mata hitam bening Aluna yang indah. Tersenyum simpul.

"Itu karena gua udah ngerti maksud dari ucapan Rafgan waktu itu, saat gua pertama kali lihat lo pas MPLS." Jawab Agnes kembali menyandarkan tubuhnya di sofa cafe, mengangkat bahu. Aluna mengerjapkan matanya beberapa kali, tak menyangka seorang Agnes yang terkenal tengil dan tomboy itu, ternyata sudah lama memperhatikannya. Tapi, kalau memang seperti itu, kenapa Agnes hanya diam saja saat ia dirundung Alana dan gengnya? Apa itu di luar batas keinginannya? Atau tanpa ia sadari, ternyata gadis tomboy berpenampilan tengil itu sudah lebih dulu memperingati mereka?

"Awalnya gua ngira lo itu kucel, jelek, menyedihkan, pendiam gak jelas, ya seperti orang yang cocok untuk jadi perbandingan, bullyan begitu. Ternyata saat gua ketemu lo, pemikiran gua salah tentang lo. Ternyata lo itu orangnya humble, ramah, baik, pintar, walaupun sedikit suram, dan lo cantik, Aluna." Aluna yang mendengar perkataan Agnes itu, kembali meneteskan buliran bening di pelupuk matanya itu. Kembali menangis. Namun yang ini lebih ke tangisan terharu, karena ada yang benar-benar memujinya dengan tulus.

"Lo nangis lagi, Lun." Agnes terkekeh, memberikan tisu ke Aluna. Aluna hanya tertawa saja, menerima lembaran tisu dari Agnes. Menghapus jejak air matanya.

"Lo banyak nangis hari ini, Lun." Ledek Agnes tertawa. Aluna ikut tertawa, mengangguk setuju. Karena memang benar, hari ini dia telah banyak mengeluarkan air mata dengan mudah.

"Ah, makanannya udah datang tuh." Agnes menelungkupkan tangannya, merasa senang karena pesanannya akhirnya datang. Aluna ikut mengangguk, tertawa senang.

Akhirnya dia mengerti kenapa Agnes selalu hadir saat dia dalam masalah, itu ternyata karena ada sangkut pautnya dengan Rafgan yang ikut campur. Ternyata selama ini dia selalu dilindungi oleh pemuda blasteran yang dia anggap mengecewakannya itu.

Takdir Si Gadis FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang