Agnes Sahabat Baru Aluna

17 3 0
                                    

Mohon sebelum baca ada baiknya untuk memberi vote, like, komen, dan follow author nya agar lebih bersemangat lagi untuk menulisnya❤️❤️
Kritik, saran, apa pun itu, author terima kok dengan senang hati, karena keinginan readers, keinginan author juga❤️❤️


"Aluna," Aluna yang tengah mengerjakan tugas, terhenti saat mendengar namanya terpanggil. Aluna diam membeku saat orang yang memanggil namanya itu, sukar untuk membalas.

"Agnes! Kamu mau ke kantin, tidak? Aku ikut ya!" Aluna sengaja mengabaikan panggilan dari dua gadis yang baru saja memanggil namanya itu yang tak lain adalah Lira dan Leni. Berseru memanggil Agnes sebagai pengalihan. Agnes yang terpanggil itu, menoleh ke arah Aluna yang tengah melambaikan tangannya dan mengodenya untuk membantu gadis itu.

"Iya, gua mau ke kantin, Lun. Lo mau ikut gua ke kantin, kan? Kalo gitu ayo bareng gua," Agnes berjalan menghampiri Aluna, lalu ia menyibak dua gadis yang menutupi jalannya itu. Dan ia menarik tangan Aluna untuk pergi bersamanya.

"Aluna, sebentar!" Lira dengan cepat menahan sebelah tangan Aluna, mencegah Aluna untuk pergi. Aluna diam, tak mengalihkan pandangannya ke arah dua gadis yang tengah berusaha menahannya itu.

"Lepasin tangan lo dari Aluna," perintah Agnes dingin, menatap tajam dua gadis itu. Lira yang memegang tangan Aluna itu, menelan ludahnya, merasa takut dengan Agnes. Dia patah-patah menggelengkan kepalanya, menolak perintah dari Agnes itu.

"Gu, gua gak bakal lepasin tangan Aluna sampai Aluna mau bicara dengan kita." Tolak Lira takut-takut, tetap pada pendiriannya walaupun takut. Aluna yang mendengar itu, akhirnya mengalihkan pandangannya ke dua gadis yang tengah menahannya itu dengan wajah datar.

"Tak ada yang harus kita bicarakan, Lira, Leni. Aku sudah tidak bisa menerima kalian sebagai temanku lagi, jadi berhenti menggangguku." Tepis Aluna akhirnya, menatap dingin ke arah Lira dan Leni. Lira dan Leni menundukkan sedikit kepalanya, merasa bersalah dan takut. Namun, apalah daya kalau seseorang yang sangat percaya dengan mereka dibikin kecewa dan trauma yang mendalam seperti sekarang ini, pasti tidak akan bisa percaya lagi pada mereka.

Aluna bahkan tak memandang mereka berdua dengan tatapan hangat juga ramah seperti biasanya kepada mereka. Yang ada kini hanya tatapan dingin dan menakutkan yang belum pernah mereka lihat selama mereka berteman dengan Aluna.

"Maaf..."

"Basi!" Aluna langsung membalas dengan nada jijik, menatap dua teman pengkhianatnya itu dengan tatapan muak. Aluna bahkan menganggap mereka yang tak lebih dari sampah sekarang, yang sangat busuk dan menjijikkan.

"Agnes, ayo kita pergi dari sini. Aku bisa alergi kalau berlama di sini, apalagi kalau bareng orang munafik gini." Ajak Aluna menyuruh Agnes untuk membawanya pergi dari kelas itu. Sengaja menyindir telak Lira dan Leni. Agnes mengangguk, membawa Aluna pergi dari kelas mereka. Sedangkan Lira dan Leni hanya berdiri mematung dengan kepala tertunduk dalam, merasa amat teramat menyesal.


"Lo mau pesan apa, Aluna?" tanya Agnes saat mereka telah berada di kantin. Aluna menggeleng pelan, "aku tidak selera makan, Agnes. Aku berbohong soal aku yang mau ke kantin, karena aku ingin kabur dari mereka." Jawab Aluna pelan, merasa bersalah pada Agnes, karena ia sudah menjadikan Agnes sebagai pengalihan isu.

"Gua tau lo cuma jadiin gua tempat pengalihan, tapi lo juga harus pesan makanan sebagai kompensasi nya." Agnes menatap Aluna, menyuruhnya untuk ikut makan. Sejujurnya dia tau kalau Aluna tadi memanfaatkannya, dan dia peka akan hal itu. Namun, dilihat bagaimanapun, Aluna sangat butuh tambahan asupan makanan, karena tubuhnya yang sangat kurus itu.

"Tapi..."

"Gak ada tapi tapi, Aluna. Lo harus makan, pokoknya. Lihat badan lo itu, kecil banget. Lo harus makan banyak pokoknya, dan soal makannya biar gua yang bayar." Potong Agnes langsung menolak keluhan keberatan dari Aluna, tak terima penolakan. Aluna diam sejenak, lalu ia menganggukkan kepalanya tanda dia menyerah saja untuk menerima paksaan Agnes.

"Nah, gitu dong! Kan enak gua jadinya," Agnes menyeringai, menepuk-nepuk bahu Aluna. Tertawa puas, penuh kemenangan.

"Kalo gitu, tunggu di meja kosong itu. Gua pesankan makanannya dulu," Aluna mengangguk, lalu pergi ke salah satu meja kosong. Duduk menunggu Agnes.

Sembari menunggu Agnes memesan makanan, ia membuka ponselnya, hendak menghubungi Rafgan yang masih belum hadir itu dengan lewat pesan.

Tapi, bukannya membuka kontak Rafgan, Aluna malah membuka kontak ibun. Masih belum berani menghubungi Rafgan sejak masalah waktu itu.

Chat On...

{You: "Halo, Ibun."}

Aluna menelan ludahnya, langsung menutup ponselnya. Tak berani untuk lihat balasan dari ibun.

Ting!

Aluna yang mendengar suara notif itu, takut-takut membuka ponselnya. Berfirasat kalau itu dari Ibun. Dan benar saja seperti yang dia firasatkan, kalau bunyi notif itu dari balasan pesannya kepada ibun.

{Ibun: "Halo juga anak cantik Ibun."} Aluna yang melihat balasan dari ibun itu, menelan ludah. Bingung mau ngetik apa.

"Ugh..." Aluna memegang kepalanya, merasa pusing memikirkan balasan apa yang harus ia ketik. Saat Aluna yang sibuk ngedumel sendiri itu, ia dikagetkan dengan tepukan pelan di bahunya. Aluna terlonjak kaget, lalu segera menoleh menatap siapa yang baru saja menepuk bahunya hingga membuat dia kaget itu.

"Oh, Agnes ternyata." Setelah memastikan siapa yang menepuk bahunya itu, Aluna kembali menatap ponselnya. Agnes yang baru saja membeli makanan dan minuman itu, dengan wajah bingung menatap Aluna.

"Lo kenapa, Aluna? Apa dua cewek itu datang ke lo lagi, makanya muka lo kusut gitu?" tanya Agnes terus terang, merasa penasaran. Aluna menggeleng, "aku lagi bingung ingin bicara apa ke Ibun, Agnes." Jawab Aluna sekadarnya, mengusap rambutnya gusar.

"Apa gara lo khawatir soal Rafgan?" Aluna mengangguk, membenarkan tebakan Agnes itu. Agnes tersenyum, "bilang aja terus terang ke Ibun. Daripada lo kebingungan kayak gini, mending lo jujur aja dengan Ibun soal lo yang cemas dengan kondisi Rafgan." Ucap Agnes enteng, memberi saran simple.

"Hmm, baiklah." Aluna menghembuskan nafasnya pelan, menyerah. Dia akhirnya membalas pesan ibun dengan diawali basa basi, lalu saat waktunya yang sudah tepat, ia akhirnya berterus terang bertanya soal keadaan Rafgan.

Sembari mengetik pesan dan saling membalas pesan, Aluna tak lupa mengunyah batagor campur yang dibelikan Agnes untuknya itu. Agnes yang melihat keasyikan Aluna itu, hanya tersenyum kecil. Berharap di dalam hati kalau hari-hari Aluna baik seperti sekarang ini, agar dia terus dapat melihat senyuman indah Aluna.

Selang lima belas menit lamanya Agnes dan Aluna duduk di kantin itu, akhirnya jam istirahat pun telah habis. Aluna dan Agnes yang telah selesai makan makanan mereka pun, balik ke kelas mereka dengan tangan bergandengan dan langkah yang beriringan. Berjalan bersama menuju kelas mereka yang khusus perempuan itu.

***

Takdir Si Gadis FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang