Jin dan Jimin

122 18 3
                                    

Suatu pagi, sebelum membuka coffee shopnya, Jin memutuskan untuk berbelanja bahan-bahan kebutuhan coffee shop, karena sudah banyak stok yg mulai menipis. Jadilah pagi itu Jin mengunjungi toko langganannya untuk berbelanja. Ketika keluar dari toko, tangan Jin begitu penuh dengan barang belanjaannya sehingga menyulitkan dia untuk berjalan.

Tanpa disadari, Jin menabrak seorang Pemuda yg kebetulan juga sedang berjalan ke arah Jin dengan pandangan ke bawah, sehingga tidak melihat Jin di depannya. Tak ayal tubuh pemuda tersebut menabrak Jin, barang-barang belanjaan Jin sontak berhamburan di jalanan.

"Mianhe, Tuan." Pemuda itu nampak bersalah, memandangi Jin yg mencoba mengumpulkan barang-barang belanjaannya.

"Gwenchanayo." sahut Jin yg masih sibuk memunguti barang belanjaannya.

Pemuda tersebut, karena didera rasa bersalahnya, ikut membantu Jin. Akhirnya semua barang belanjaan Jin pun terkumpul semua.

"Biarkan saya membantu Tuan membawakannya." tawar pemuda tersebut sambil tersenyum pada Jin.

"Oohh, tidak apa-apa." Jin berusaha menolak tawaran pemuda tersebut.

"Aniyo, Tuan, saya yg salah tadi jalan sambil melamun sehingga menabrak Tuan," sambung pemuda tersebut masih dengan wajah penuh penyesalan, "biarkan saya membantu Tuan, untuk menebus kesalahan saya."

"Baiklah." Jin menyerah dan memberikan sebagian kantong belanjaannya kepada pemuda tersebut.

"Saya Jimin, Tuan." kata pemuda tersebut masih sambil tersenyum.

"Saya Jin," balas Jin cepat, "eehhmm, berapa umurmu? Sepertinya kamu masih muda."

"Saya 20 tahun, Tuan Jin." Jimin sedikit membungkuk hormat.

"Aahh, saya 23 tahun. Kalau begitu panggil saya Hyung saja nee." Jin tersenyum simpul pada Jimin.

"Nee, Hyung." sahut Jimin.

Berdua mereka pun berjalan menuju coffee shop Jin. Jimin meletakkan barang-barang belanjaan Jin di meja setelah mereka masuk ke dalam.

"Semua barang belanjaan Hyung sudah saya letakkan di meja nee," kata Jimin, "kalau begitu saya permisi dulu."

Jin menatap Jimin sejenak kemudian berkata, "duduklah dulu, sebentar saya ambilkan minuman untukmu."

Jin beranjak pergi ke belakang dan mengambil dua minuman kaleng. Mereka pun berdua duduk di meja.

"Gomawo, Hyung." Jimin membuka minuman kaleng tersebut dan meminumnya.

"Apa yg sedang kau pikirkan hingga kau tidak memperhatikan jalanmu?" tanya Jin kemudian.

"Aniyo, Hyung, saya sedang memikirkan sesuatu." balas Jimin.

"Apa aku boleh tau, apa yg sedang kau pikirkan?" tanya Jin lagi.

Jimin nampak berpikir sejenak dan kemudian menghela nafasnya, "saya sedang bingung, Hyung. Hari ini saya harus keluar dari kontrakan saya karena saya sudah tidak bisa membayarnya."

Jin menatap Jimin, menunggunya melanjutkan perkataannya.

"Sehari sebelumnya, saya sudah berhenti bekerja karena pemilik restoran tempat saya berkerja mengalami kebangkrutan dan tidak bisa meneruskan usahanya lagi." lirih Jimin berkata.

"Apakah kamu tidak diberikan pesangon?" Jin kembali bertanya.

"Aniyo, Hyung, pemilik restoran terlibat banyak hutang sehingga tidak bisa membayar kami, para karyawannya." Raut muka Jimin terlihat sendu.

"Lalu?" Jin menyesap minumannya.

"Aku juga tidak tau harus bagaimana, Hyung," Mata Jimin menerawang jauh, "mencari kontrakan baru juga rasanya tidak mungkin karena aku tidak memegang uang sepeserpun."

"Orangtua atau keluargamu?" tanya Jin lagi.

Jimin tersenyum kecil, "aku sebatang kara, Hyung. Kedua orangtuaku sudah lama meninggal dan aku tidak punya saudara karena aku anak tunggal."

"Oohh, maafkan aku." Jin jadi menyesal bertanya hal sensitif itu kepada Jimin.

"Tidak apa-apa, Hyung." balas Jimin.

Mereka berdua pun terdiam, nampak sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Kalau begitu, kamu bekerja saja disini, Jim," Jin menawarkan, "kebetulan Hyung butuh seseorang untuk membantu Hyung disini karena semua Hyung kerjakan sendiri sekarang."

Mata Jimin terbelalak, "Apa Hyung yakin?"

Jin mengangguk.

"Tapi Hyung, kita kan baru bertemu, apa Hyung tidak takut kalau aku akan..." belum sempat Jimin menyelesaikan pembicaraannya, Jin sudah memotongnya, "Hyung percaya padamu, Jim, karena entah kenapa aku merasa aku bisa mempercayaimu, Jim."

Mata Jimin menghangat, "Aku tidak akan pernah mengkhianati kepercayaan Hyung. Aku pasti akan bekerja keras disini Hyung."

Jin tersenyum, "Hyung tau, Jim."

Bulir bening nampak jatuh membasahi pipi Jimin, "Gomawo Hyung." Jimin pun bangkit dari duduknya dan membungkuk hormat pada Jin. "Aku pasti tidak akan mengecewakan Hyung."

Jin menepuk-nepuk pundak Jimin, "Nee, Jim."

Jimin pun duduk kembali. Perasaannya begitu mengharu biru, tak menyangka bahwa ada orang baik yg baru pertama kali mereka bertemu tapi sudah begitu percaya padanya.

"Dan untuk tempat tinggalmu," lanjut Jin, "kamu bisa tinggal bersama Hyung dulu sementara ini di apartemen Hyung."

"Jin Hyung....." Jimin tak sanggup bicara, keajaiban hari ini begitu sulit untuk diterimanya.

"Tidak usaha khawatir, Hyung tidak akan mengenakan uang sewa Jim." Jin terkekeh kecil.

Jimin reflek bangkit kembali dari duduknya dan memeluk Jin, "Gomawo, Hyung. Jin Hyung benar-benar malaikat yg dikirim Tuhan untukku."

Jin hanya tertawa dalam pelukan Jimin.

U Chose Me, Did U? (Yoonmin)Where stories live. Discover now