Cerita Jin

109 15 1
                                    

Di suatu pagi, di kediaman Kim Family, Jin dan kedua orangtuanya sedang menikmati sarapan mereka. Ketika sarapan sudah selesai, Jin memutuskan untuk membicarakan sesuatu.

"Appa, Eoma, Jin mau bicara, boleh?" Jin menatap kedua orangtuanya secara bergantian.

"Nee sayang," balas Eoma Kim, "Apa yg mau kamu bicarakan, hhmm?"

Jin nampak menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan, "Semalam Appa kan meminta kesediaan Jin untuk dijodohkan dengan anak gadis temen kolega Appa, bukan?"

Appa Kim mengangguk, "Apa kamu sudah memutuskan?"

Jin kembali menatap Eoma Kim dan kemudian Appa Kim, "Maaf, aku terpaksa menolaknya, Appa." Jin menundukkan wajahnya.

"Kenapa Jin?" tanya Appa Kim, "apa anak gadis kolega Appa kurang menarik? Kalau iya nanti bisa kita cari anak gadis yg lain."

Jin menggeleng, "Bukan itu masalahnya, Appa. Anak gadis kolega Appa menarik kok dan juga cantik, tapi....."

"Tapi apa Jin?" tanya Eoma Kim perlahan seraya mengusap punggung anak satu-satunya mereka.

Jin mengangkat wajahnya menatap bergantian kedua orangtuanya sebelum akhirnya melanjutkan, "Mianhe Eoma, Appa, Jin tidak tertarik pada wanita."

"Apa kamu bilang???" Appa Kim bangkit dari duduknya dan berteriak.

"Yeobo, tenanglah." Eoma Kim berusaha menenangkan suaminya.

"Bagaimana aku bisa tenang, Yeobo," lanjut Appa Kim masih setengah berteriak, "Satu-satunya anak kita yg jadi harapanku akan melanjutkan perusahaanku, dengan menikah dan akan memberikan aku cucu, ternyata penyuka sesama jenis." Appa Kim berbalik menatap Jin, "Apa kamu sudah gila!!!!"

"Mianhe, Appa," Jin mulai tersedu, "Jin ga mau membohongi diri Jin sendiri."

"Apa kamu sudah yakin dengan pilihanmu?" tanya Appa Kim lagi.

Jin hanya mengangguk pelan.

"Kalau begitu, mulai besok silahkam tinggalkan rumah ini," ucap Appa Kim, "Seluruh fasilitas yg Appa berikan kepada kamu tidak boleh ada yg dibawa. Kamu hanya boleh membawa baju-bajumu saja. Sedangkan mobil dan semua kartu kredit yg Appa berikan, silahkan ditinggalkan."

Jin kembali mengangguk. Dia siap menerima segala konsekuensi atas pilihan hidupnya. Sementara Eoma Kim nampak menangis, "Jin sayang, apa kamu tidak ingin memikirkannya lagi?"

Jin memeluk Eomanya, wanita yg teramat sangat menyayangi dan selalu melindunginya, yg sangat Jin cintai lebih dari apapun di dunia ini, "Mianhe Eoma, ini sudah keputusan Jin."

Eoma Kim menangis dalam pelukan Jin. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana anak semata wayangnya akan hidup setelah ini apabila semua fasilitas diambil kembali oleh suaminya.

"Eoma jangan khawatir nee, Jin pasti bisa melanjutkan hidup Jin dengan usaha Jin sendiri." Jin berusaha menenangkan Eoma Kim yg masih menangis.

"Sudahlah Yeobo, biarkan saja. Dia sudah memutuskan jalan hidupnya sendiri." Appa Kim kembali duduk dan memandangi istrinya yg masih saja menangis dalam pelukan anaknya.

"Tapi Yeobo," dalam tangisannya, Eoma Kim mencoba membujuk suaminya, "Apa kamu yakin juga dengan keputusanmu? Jin itu putra semata wayang kita."

"Semua orang yg ada dirumah ini harus mentaati peraturan yg aku buat, Yeobo," sambung Appa Kim lagi, "keputusanku sudah mutlak dan Jin tau itu. Silahkan dia memilih jalan hidupnya sendiri dan menerima konsekuensinya."

"Tapi Yeobo....." Eoma Kim mencoba protes.

"Eoma, tenanglah, Jin gapapa, Eoma harus yakin sama Jin." Jin mengusap-usap punggung Eomanya mencoba menenangkanya. Hatinya sesungguhnya sangat sedit melihat Eoma nya seperti ini, tapi dia juga tidak mau hidup dalam kepalsuan.

Keesokkan paginya, dengan membawa dua koper besar, Jin meninggalkan rumahnya diiringi deraian airmata Eomanya dan tatapan kosong Appanya.

Sampai akhirnya Jin di sebuah apartemen mungil miliknya yg sudah dia beli dengan uangnya sendiri selama dia bekerja part time di beberapa restoran dan tentu saja atas bantuan Eomanya yg tidak ingin putra semata wayangnya kesusahan. Setelah membereskan barangnya Jin beristirahat sejenak di sofa sambil membuka surat yg semalam sudah diberikan Eomanya kepada Jin di kamar Jin.

Dear Anakku, Kim Seokjin....
Eoma tau pasti waktunya akan tiba juga. Sejak kamu menceritakan pilihan hidupmu pada Eoma, sejak itu pula Eoma mempersiapkan semua ini untukmu karena Eoma tau bagaimana Appamu akan bersikap ketika dia mengetahui ini.
Jin, sampai kapanpun Eoma akan selalu mendukungmu dan menyayangimu, tak peduli apa pilihan hidupmu, karena menurut Eoma, cinta itu murni dan juga tidak bisa dipaksakan. Yang jelas Eoma akan selalu berada di sisimu apapun itu sayang, karena hanya kamulah satu-satunya anak Eoma.
Appamu bukan menentangmu, sayang, dia hanya belum bisa menerimanya saja. Mungkin suatu saat, bisa jadi Appamu berubah pikiran dan menerima dirimu apa adanya nak. Sampai waktu itu tiba, tolong bersabar ya.
Ini Eoma sudah siapkan tabungan dan juga sebuah coffee shop yg sudah Eoma beli atas namamu agar kamu bisa menjalankannya untuk bertahan hidup. Eoma yakin kamu pasti bisa melewati semua ini.
Maafkan kalau Eoma belum bisa sering-sering menjengukmu sayang, karena pasti Appamu akan lebih mengawasi Eoma saat ini.
Jaga dirimu baik-baik ya nak. Eoma sangat menyayangimu.

Mata Jin menghangat setelah membaca surat dari Eomanya, tangannya memegang buku tabungan yg sudah dipersiapkan Eomanya dan juga sebuah kunci di amplop yg bertuliskan alamat coffee shop yg dimaksud Eomanya. Jin sungguh tidak sampai berpikir bagaimana Eomanya sampai sejauh ini mempersiapkan segala sesuatu untuk dirinya. Jin memang punya tabungannya sendiri yg untungnya tidak ikut disita Appanya, tapi Eomanya ternyata sudah memikirkan semuanya sejak Jin pertama kali memberitahu Eomanya tentang ketertarikannya kepada sesama jenis.

Setelah berganti baju sejenak, Jin kemudian memutuskan untuk pergi ke coffee shop yg sudah dipersiapkan Eomanya.

Sampai di coffee shop tersebut yg ternyata tidak jauh dari apartemennya, Jin tersenyum menatap coffee shop di depannya yg akan menjadi tumpuan hidupnya mulai saat ini. Dibukanya coffee shop tersebut dan kemudian Jin pun mulai bebenah. Tak lupa Jin membeli beberapa perabotan atau aksesoris tambahan agar coffee shopnya tampak lebih hangat dan nyaman.

Malam harinya, setelah selesai bebenah dan mengunci coffee shopnya, Jin tersenyum, "Hwaiting Jin," ucapnya menyemangati dirinya sendiri.

U Chose Me, Did U? (Yoonmin)Where stories live. Discover now