Arsan pulang dengan keadaan luka tusukan di paha, beberapa kali pria itu meringis memegang pahanya, bahkan kini langkah kakinya jadi pincang. Untung saja ada Gladys yang siap membantu memapahnya berjalan masuk ke dalam mansion.Beruntungnya juga, Riska dkk membantu Arsan dan Gladys pulang ke rumah. Riska mengantar Arsan dan Gladys dengan mobilnya, sementara mobil milik Arsan di bawa oleh Nina yang kebetulan gadis itu juga mahir mengemudikan mobil.
Gladys memapah Arsan berjalan sampai ke ruang tamu, darah yang bersumber dari paha pria itu berceceran di sepanjang lantai yang telah mereka langkahi.
Tidak lama, muncul Aliya di ruang tamu. Ia amat terperanjat kaget saat melihat kondisi suaminya yang penuh luka di wajah, dan mengalir darah dari paha. Aliya lantas menyeru memanggil Gama dan Naren. Ia berlari menghampiri Arsan yang kini terduduk lemas di atas sofa.
"Argh, sakit sekali," Ringis Arsan memegang pahanya tepat kala Gladys mendudukannya di sofa.
"Astagaaa Papaaa, Papa kenapa?" Tanya Aliya.
"Tadi Papa dibegal, Ma," Jawab Gladys jujur.
"Ya ampun, kok bisa??" Kaget Aliya.
"Ma, Papa kenapa?" Gama bertanya seraya ia dan Naren menghampiri mereka.
"Gama, cepet telpon dokter kemari, Nak! Mama gak sanggup lihat luka Papa!" Perintah Aliya pada Gama dan langsung dituruti oleh anak lelakinya itu.
Naren menggeleng tak habis pikir, "Kenapa bisa begini?" Tanyanya cemas.
"Tadi Papa dibegal dijalan, Bang. Untung aja ada Gladys, jadi Gladys datang nolongin Papa. " Jawab Gladys seadanya.
"Lo nolongin Papa?" Tanya Naren sekali lagi, Gladys mengangguk sebagai respon.
Aliya beralih menatap Arsan, "Apa benar yang dikatakan Gladys, Pa?"
Arsan mengangguk singkat dengan kalimatnya yang terdengar lirih nan parau. "I-iyah, tadi Gladys yang melawan be-agh, be-begal itu."
Spontan, semuanya terkejut menatap Gladys tak percaya dengan ekspresi menganga.
~~~~~~~~~"Luka tusukannya tak terlalu dalam, bisa dibilang tidak begitu parah. Namun, pasien harus tetap ditangani secara intensif dari rumah, guna mempercepat kesembuhannya. Dan ini sudah saya berikan obatnya, diminum sesuai dosis dan aturannya, ya. " Tutur seorang dokter pria berkaca mata yang baru saja selesai mengobati luka di paha dan wajah Arsan.
"Terima kasih, Dokter," ucap Aliya pada dokter tersebut.
"Baik, kalau begitu saya permisi. Semoga cepat sembuh, ya, Pak Arsan!" ujar dokter itu tersenyum kepada Arsan.
"Sekali lagi terima kasih, Dok!" ujar Aliya pada dokter tersebut. Dokter itu membalas anggukan ramah dan segera keluar meninggalkan kamar.
Aliya lantas mendekati suaminya yang terbaring di atas ranjang, "Syukurlah luka Papa nggak terlalu parah."
Arsan mengangguk, "Yah, syukurlah. Mungkin tadi aku sudah mati jika saja Gladys tak datang menolongku. Penjahat itu nyaris menusuk dadaku dengan pisaunya." Arsan menatap gadis itu, hatinya terenyuh karena gadis itu telah menyelamatkan nyawanya. "Gladys, kemarilah."
Semua pasang mata kini menyoroti Gladys. Sementara gadis itu berjalan mendekati Arsan yang memanggilnya barusan.
"Iya, Pa?" sahutnya.
Arsan tiba-tiba menggapai jemari Gladys yang terasa dingin, menggenggamnya erat. "Terima kasih, karena kamu telah menyelamatkan nyawa Papa."
"Sama-sama, Pa." Jawab Gladys tersenyum simpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT GLADYS ||Transmigrasi
FantasyRadhinia Atma Mahaputri, gadis dengan sifat bobrok, sedikit tomboy, dan bar-bar itu, semula mengalami insiden tabrakan mobil ketika ia dalam perjalanan menuju sekolah. Sehingga menyebabkan jiwanya mesti terjebak dalam raga seorang gadis asing bernam...