🌷26: Membalas Kebaikan

144 18 0
                                    


Kini, Gladys, Gama dan Naren tengah berada di rumah sakit Pelita Kencana. Ketiga anak manusia itu tampak berjalan dengan langkah tergesa-gesa menuju kamar ruang di mana Darma dirawat.

Atas ajakan Gama, sore ini ia bisa kembali menjenguk sang ayah. Gama juga telah memberitahu Naren yang sebenarnya dan respon cowok itu cukup terkejut, ia sungguh tidak menyangka. Maka, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mereka bertemu dengan adik angkat mereka yang asli.

"Dania--eh, siapa tadi nama lo?"

"Dinia," Gladys mengoreksi kalimat Gama.

"Eh, iya Dinia. Ruang rawatnya masih jauh, gak?" Tanya Gama, ia sudah begitu tidak sabaran ingin bertemu Gladys.

"Itu!" Dinia menunjuk lurus ruangan Darma di rawat.

"Gladys tadi pake baju apa?" 

"Baju merah muda," Jawab Gladys singkat.

Mungkin karena sudah tidak sabaran ingin bertemu Gladys, Gama sampai-sampai memeluk seorang wanita berbaju merah muda yang berdiri membelakangi mereka. Gama mengira itu adalah Gladys yang ada di raga Dinia.

"Gladys gue!!!"

Wanita yang tiba-tiba dipeluk dari belakang oleh Gama reflek terkejut dan membalikkan badannya. Tamparan ia layangkan pada Gama, karena merasa cowok itu sudah kurang ajar. "Apa-apaan, sih, main meluk orang sembarangan?!"

Gama mendongak, astaga. Rupanya ia telah salah orang.

"Ma-maaf, Mbak. Adik saya salah orang, maaf, ya, Mbak," ucap Naren memohon maaf.

Wanita tadi tidak membalas lagi, justru ia langsung pergi dengan raut wajah kesalnya.

"Ga, sabar dikit napa? Jadinya lo salah meluk orang, kan. Malu-maluin aja," ucap Naren geleng-geleng melihat Gama.

"Udahlah, Bang lupain aja. Sekarang mending kita cepet-cepet jalannya. Gue udah pengen banget ketemu Gladys," ucap Gama, mereka bertiga pun kembali melanjutkan langkah yang sempat terhenti.

Tidak berselang lama, akhirnya mereka sampai di depan kamar rawat Darma. Gladys langsung saja masuk tanpa memperdulikan Gama dan Naren yang masih berdiri diam mencari sosok keberadaan seorang gadis. Karena kini, kondisi ayahnya lebih penting dari apapun.

"Kak Gama? Bang Naren?"

Reflek Gama dan Naren terkejut mendengar panggilan dari seorang gadis di belakang mereka. Ketika mereka berbalik, dapat ia lihat wajah seorang perempuan yang amat begitu asing tak pernah mereka temui sebelumnya. Namun, tidak salah lagi. Pasti ini adalah raga Dinia, yang di tempati oleh jiwa Gladys.

Detik itu Gama langsung membawa Gladys ke dalam dekapannya, "Glad, gue kangen sama lo."

"Aku juga kangen sama Kak Gama," balas Dinia, ia melingkarkan tangannya di perut Gama.

Naren menghampiri kedua adiknya itu, dia tersenyum. Lalu mengusap lembut puncak kepala Dinia. "Glad, maafin abang, ya."

Dinia mengalihkan pandangannya pada Naren, "Tanpa Bang Naren minta maaf pun, aku udah maafin Abang."

Gama melerai pelukan ia dan Dinia, ia menatap manik indah gadis itu. "Glad, gue juga minta maaf. Karena selama ini, udah sering kasar dan nyakitin lo. Maafin gue. Mulai sekarang, gue akan memperlakukan lo secara baik seperti adik kandung gue sendiri. Di mata gue, lo layaknya Nara."

Dinia mengangguk, ia tak dapat menyembunyikan ekspresi harunya. "Aku udah maafin Kak Gama. Dan aku bersyukur, akhirnya kalian bisa menganggap aku seperti adik kalian sendiri."

Ceklek!

Netra Dinia, Gama, dan Naren lantas teralihkan pada Gladys yang baru keluar dari ruang rawat dengan ekspresi sedih.

I'M NOT GLADYS ||Transmigrasi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang