Pagi ini, Gladys nampak sudah siap dengan seragam juga atribut sekolah yang melekat di badannya. Ia baru saja menyelesaikan sarapan pagi bersama Arsan, Aliya, dan Naren.“Gladys, kamu bisa antar sarapan ini ke kamar Gama nggak?" Tanya Aliya ketika melihat Gladys bangkit dari kursinya, ia menyodorkan sepiring roti tawar dan segelas susu pada Gladys.
Gladys mengangguk, lalu menerima dengan lembut sodoran dari Aliya."Bisa, Ma. Kalau gitu Gladys ke atas dulu, ya Ma. Mau anterin ini."
"Iya sayang,"
Gladys bergegas meninggalkan ruang makan, lantas beranjak menuju kamar Gama yang berada di lantai dua. Ia melangkahi tiap anak tangga dengan hati-hati, sampai akhirnya ia tiba di depan kamar Gama yang pintunya masih tertutup rapat. Ia meletakkan sarapan Gama di meja yang ada di sampingnya.
Tok,, Tok,,
Gladys mengetuk pintu,"Gama? Bukain dong! Gue bawain sarapan nih, buat lo."
Tiada sahutan dari dalam, apa mungkin Gama masih tidur? Gladys akhirnya kembali mengetuk pintu seraya memanggil-manggil nama Gama.
Tak kunjung mendapat sahutan, membuat Gladys mendengkus jengkel. Ia akhirnya mencoba untuk membuka knop pintu kamar Gama, dan ternyata tidak dikunci. Gladys akhirnya masuk sembari membawa sarapan itu ke dalam, lalu menaruhnya di atas nakas.
Netranya melirik Gama yang ternyata cowok itu sudah membuka matanya sedari tadi dan memperhatikan Gladys dengan ekspresi datar. Gama membalut tubuhnya dengan selimut sampai ke batas hidungnya.
"Asuuu, ternyata lo udah bangun. Gue manggil dari tadi kenapa lo ga nyahut?" Tanya Gladys mencebik kesal.
"Males nyahut," Jawab Gama singkat, suaranya terdengar samar-samar.
Gladys mendengkus, "Yaudah, lo sarapan dulu, gih. Gue mau keluar,"
Ketika Gladys berbalik, Gama tiba-tiba mencekal pergelangan tangannya, membuat gadis itu menoleh."Stay here with me."
Gladys mengernyit mendengar ucapan Gama. Stay here with me? Apa cowok itu meminta agar ia tetap di sini bersamanya?
“Ngapain gue harus di sini sama lo?" Tanya Gladys bingung.
"Nurut aja apa kata gue, gue ini abang lo, gue mau bicara," ucap Gama, menarik tangan Gladys untuk duduk di ranjang.
Gama bangkit dari posisinya yang tadi terbaring, lantas ia duduk bersandar di ranjang sampai selimut yang membalutinya turun sampai ke bawah pusar, sehingga menampakkan dirinya yang sedang bertelanjang dada.
Reflek Gladys menjerit seraya menutup matanya, "Jangan karena gue adik lo, lo bebas nunjukin aurora lo depan gue."
Gama mendengkus geli menatap Gladys,"Kenapa? Lo nafsu liat tubuh gue?"
“Dih, siapa juga yang nafsu! Gila kali, ya!Lagian, lo ngapain tidur pake lepas baju segala?"
“Gue kepanasan," ucap Gama.
Gladys memutar bola mata jengah, "Yaudah, lo mau ngomong apa sama gue? Gue nggak bisa lama-lama di sini, gue udah mau pergi sekolah."
Gama menghembuskan napas pelan, bibirnya berucap agak kaku. "Maaf, soal yang kemarin."
Gladys membeku sesaat, Gama meminta maaf padanya? Ini tidak salah bukan? Ternyata cowok itu bisa minta maaf dan menyadari kesalahannya juga. Nampak raut wajah Gama mengatakan itu dengan agak malu-malu.
Gladys tersenyum tipis,"It's oke, gue udah maafin lo 'kok."
Gama tersenyum simpul, "Thanks."
Baru kali ini Gladys melihat cowok itu tersenyum kepadanya, sangat manis. Gladys lantas bangkit berdiri karena mengingat waktu bahwa ia harus segera berangkat sekolah. "Gue pamit ke sekolah dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT GLADYS ||Transmigrasi
FantasíaRadhinia Atma Mahaputri, gadis dengan sifat bobrok, sedikit tomboy, dan bar-bar itu, semula mengalami insiden tabrakan mobil ketika ia dalam perjalanan menuju sekolah. Sehingga menyebabkan jiwanya mesti terjebak dalam raga seorang gadis asing bernam...