🌷11: Perjodohan

269 25 0
                                    

Sudah baca part 10 kan? ☝

🌷🌷🌷Happy Reading 🌷🌷🌷

.

Setelah perkenalan singkat itu, mereka memutuskan untuk melangkah ke ruang makan dan tengah menikmati makan malam bersama atas ajakan Aliya. Gama dan Naren juga turut menikmati kebersamaan makan malam itu.

"Skala, kamu sukanya tipe cewek yang kayak gimana, sih? " Tanya Aliya pada Skala di sela-sela suapannya.

"Ada tiga tipe cewek idaman Skala! " Bukannya Skala menjawab, melainkan malah Dina. Semua netra tertuju padanya. "Yang pertama, sayang sama orang tuanya. Kedua, Skala suka gadis yang kalem dan tenang. Ke tiga, Skala paling suka sama gadis yang pintar masak. "

"Wah, tiga tipe itu ada semua di Gladys! Emang kayaknya cocok, nih Gladys buat Nak Skala! " seru Aliya sumringah.

Gama mendengkus geli, menatap remeh pada Gladys. "Kalem? "

"Gama! " Aliya menegur Gama pelan, ia takut anaknya itu berbicara yang tidak ia inginkan.

Begitu pun Naren yang menyikut siku Gama memperingati adiknya itu agar tidak usah ikut berbicara.

"Oh ya? Berarti, Nak Gladys bisa masak, dong? " Tanya Dina memastikan.

Aliya mengangguk mantap, "Bukan bisa lagi, tapi Gladys udah pandai. Masakannya enak-enak semua! "

"Wah, hebat! Next time, boleh dong yah, tante rasain masakan kamu, Glad! " Kata Dina pada Gladys.

Gladys mengangguk seraya tersenyum simpul, "Boleh, Tante. "

"Makanya, sering-sering main ke sini! Terutama Skala, kalau mau main ke rumah Om sama Tante jangan ragu-ragu, ya! " ujar Aliya tersenyum.

Skala mengangguk, tersenyum tipis.

"Oiya Nak Skala, pekerjaannya sekarang apa? " Tanya Arsan pada Skala.

"Saya psikolog, Om, " Jawab lelaki berusia 25 tahun itu.

Arsan mengangguk-angguk, "Ooh, psikolog. Bagus-bagus. "

"Skala ini sebenernya, kepengen papanya itu jadi dokter. Tapi dianya nggak mau dan lebih tertarik jadi psikolog, jadi mau nggak mau, ya kita terima aja keputusannya. Toh, kita ngga bisa memaksa kehendak seorang anak. " tutur Dina.

"Iya, lagi pula ... menjadi seorang psikolog sudah impian Skala sejak kecil. Berbeda dengan adiknya yang malah mau jadi dokter, " tambah Dhanu di iringi kekehan. "Tapi sebagai orang tua, tugas kita hanya bisa men-support dan mendoakan mereka. "

"Ya, betul sekali itu, Pak. " ujar Arsan tersenyum menyetujui ucapan Dhanu.

"Oiya, ngomong-ngomong Nak Gama--eh, maaf. Nak Naren maksudnya, sudah sampai semester berapa sekarang? " Tanya Dina melirik Naren.

"Sudah semester akhir, Tante, " Jawab Naren, ekspresinya tetap datar seperti biasa.

"Waw, berarti dikit lagi udah mau selesai, dong? Pasti pas lulus mau lanjutin karier di perusahaan Papanya, kan? " Tebak Dina.

"Kayaknya enggak deh, Tan, " ujar Naren tersenyum simpul. "Karena lulus ini, rencananya aku mau ambil program studi s2 di luar negeri. Maklum Tan, pengen jadi dosen. "

"What seriously? " Dina kagum, "Keren banget kamu, Ren! Semoga tercapai, ya, cita-citanya! "

"Aku nggak ditanyain juga, nih, Tan? " Tanya Gama melirik Dina.

I'M NOT GLADYS ||Transmigrasi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang