Sore ini, Gladys berencana akan pergi ke pantai bersama Daffa, karena lelaki itu yang mengajaknya. Lagi pula, sudah lama sekali ia tidak ke pantai apalagi menikmati matahari terbenam di pantai kala sore hari. Pasti pemandangannya akan sangat indah.Gladys tampak sudah siap memakai baju kaos oversize dengan celana pendek sepaha. Ia memutuskan untuk pergi sendiri ke pantai. Sebenarnya, Daffa ingin menjemputnya tadi, hanya ia takut Gama mengetahui ia akan pergi dengan Daffa, jadi Gladys terpaksa pergi sendiri secara diam-diam keluar rumah. Gladys menghampiri Naren yang sedang asik bermain gitar di balkon utama.
"Bang Naren?" Panggil Gladys kala muncul di hadapan cowok itu.
"Hem?" Naren tak mengalihkan pandangannya dari senar gitar yang ia petik pelan.
Gladys melipat bibirnya sejenak, kira-kira dua minjemin gak, yah? Batin Gladys. "Bang, Gladys, boleh minjam motor Abang, gak?"
Naren spontan mendongak menatap Gladys, nampak kerutan di dahinya. "Motor? Mau ngapain?"
"Yaa, Gladys mau minjem, Bang. Gladys mau bawa, soalnya Gladys udah janji sama temen Gladys mau ke pantai sore ini."
"Hah? Emang lo bisa bawa motor?" Heran Naren.
"Ya bisalah, Bang. Pleaseee, yaaa, pinjemin Gladys motor, pleasee." Gladys memohon dengan menyatukan kedua telapak tangan di depan dada.
"Gue mau minjemin, Glad. Tapi, lo beneran bisa bawa motor?"
"Bang, percaya, deh sama Gladys. Gladys bisa 'kok bawa motor. Kan itu bawanya gampang aja!"
"Mau kemana lo?" Bukan suara Naren, melainkan suara Gama yang tiba-tiba muncul di dekat Gladys. Ia menyenderkan pundaknya ke tembok seraya bersidekap dada. "Mau jalan sama Daffa?"
Gladys mendadak tersenyum kikuk, "Engga, ih! Kata siapa? Orang gue mau jalan sama temen cewek gue."
"Ooh, temen cewek ... " Gama mengangguk-angguk singkat, lalu menunjukkan sesuatu di layar ponsel Gladys yang tiba-tiba ada di tangannya. "Sejak kapan lo punya temen cewek yang namanya Daffa?"
Gladys membelalakkan matanya saat melihat ponselnya ada pada Gama, dan cowok itu menunjukkan chatan antara dirinya dan Daffa.
Gladys akhirnya menghela napas pasrah sebab dirinya sudah terciduk, "Iya, gue mau pergi sama Daffa. Emang kenapa?"
"Gak boleh!"
Gladys merasa protes dengan Gama, ia lantas melirik Naren dengan raut memelas, berharap cowok itu yang akan mengizinkan dirinya tuk pergi. Namun, apa respon Naren? Ia juga malah menggeleng.
"Kalau jalan sama laki-laki, udah pasti gak bakal gue izinin." Kata Naren.
Gladys mencebik kesal, ia kembali melirik Gama dengan puppy eyes-nya. "Ga, please, ya. Abang Gama ku yang paling ganteng, izinin yaaah."
"Oke, gue bakal izinin," ucap Gama, membuat senyuman terbit begitu saja dari bibir Gladys. "Tapi ada syaratnya."
Gladys mengernyit, "Apa syaratnya?"
"Perginya harus bareng gue dan lo dijaga sama gue,"
"Apa?" Gladys sontak melongo, dengan cepat ia menggeleng. "Gak, gak, gak, gausah. Kalau pergi sama lo, mending sekalian ga usah pergi aja, deh. Males gue."
"Yakin ga mau pergi? Ini Daffa ngechat katanya dia udah di pantai nungguin lo. Lo mau buat dia kecewa?"
"Tapi---"
"Gak ada tapi-tapian! Kita pergi sekarang!"
Gladys hanya bisa menghembuskan napas kasar. Terpaksa, ia harus mengikuti kemauan Gama, karena ia juga tidak mau membuat Daffa kecewa jika ia tidak datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT GLADYS ||Transmigrasi
FantasyRadhinia Atma Mahaputri, gadis dengan sifat bobrok, sedikit tomboy, dan bar-bar itu, semula mengalami insiden tabrakan mobil ketika ia dalam perjalanan menuju sekolah. Sehingga menyebabkan jiwanya mesti terjebak dalam raga seorang gadis asing bernam...