[ 8. Kesepian Thorn ] ⚠️

328 25 16
                                    

Malam hari, jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Semua elemental (yang tersisa) bersiap-siap tidur, karena besok mereka akan bersekolah.

Beda hal nya dengan Thorn, remaja yang terkenal elemental paling menyukai tumbuhan itu sedang menatap langit lewat jendela nya.

Biasa nya orang menatap bintang di atas langit malam, tetapi Thorn berbeda. Ia hanya menatap kosong ke arah langit itu, seakan-akan semua nya hening tak bersuara.

Tiba-tiba air mata mulai menetes dari mata Thorn, ia menangis. Thorn mulai menggumamkan kata-kata, yang terdengar memilu kan.

"Kak gem.. Solar.. Kak Ice... Hiks.. hiks.."

"Hiks.. hiks.. kalian kenapa ninggalin thorn sendiri... Hiks.."

"Hiks.. hiks... Hiks.. hiks... T-thorn... Hiks.. thorn kesepian... Hiks.."

Isakan Thorn sangat menyayat hati, ia benar-benar merasa kesepian. Gempa, kakak yang paling Thorn anggap seperti ibu nya sendiri.

Kata Thorn, hanya Gempa dan Solar yang bisa mengerti apa yang Thorn rasakan. Tetapi.. mereka menghilang..

Gempa meninggalkan Thorn, sedangkan Solar hilang entah kemana, juga meninggalkan Thorn.

Ice juga, kakak thorn yang biasa menenangkan Thorn ketika Thorn tidak bisa tidur. Ia juga pergi meninggalkan Thorn, dan sekarang Thorn merasa semua nya hilang.

Semua nya pergi meninggalkan Thorn sendirian, jiwa Thorn serasa hilang. Tidak ada warna lagi dihidupnya, sungguh tak ada.

"Hiks.. tidak ada lagi... Semua nya hilang... Hiks.. hiks... Hiks.."

"Thorn.. hiks.. thorn.. pengen ikut kalian... Hiks.. kak gem... kak ice.. hiks.. hiks.."

Thorn beranjak pergi, membiarkan jendela kamarnya terbuka. Langkah nya menuju loteng rumah, meninggal kamar nya.

Perlahan, pintu loteng terbuka. Ya, Thorn membuka nya. Mata nya tertuju pada tali, kursi mini dan silet yang berada di sebuah kotak kaca.

Ia mengumpulkan semua benda itu, lalu menatap nya sendu.

"Maafkan Thorn, kak hali.. kak blaze.. kak fan.."

"Thorn.. thorn pengen bareng sama kak gem sama kak ice.."

Itulah gumaman sebelum Thorn melakukan aksi nya.

.

.

.

.

Pagi hari nya, Hali Blaze dan Taufan sudah berada di ruang makan. Tetapi mereka belum memakan makanannya, mereka masih menunggu Thorn.

Sedari tadi, Thorn tak kunjung turun dari kamarnya. Karena frustasi, blaze memutuskan untuk memanggil nya.

Tok tok tok tok

"Thornie!!! Kau sedang apa? Cepatlah turun, thorn!!!" Ucap Blazer yang masih menggedor-gedor pintu kamar Thorn.

Tetapi tak ada sahutan sedikit pun dari dalam kamar, itu membuat Blaze semakin geram. Akhirnya, ia mendobrak pintu kamar Thorn.

"Thorn?" Panggil Blaze masuk ke kamar Thorn.

Blaze celingak-celinguk mencari keberadaan Thorn, adiknya. Namun, tak ada tanda-tanda bahwa dia di dalam kamar.

Perasaan khawatir muncul di kepala Blaze tatkala melihat jendela kamar Thorn terbuka, ia melihat dari atas. Pandangannya menuju ke bawah tempat pagar rumah.

Ia bingung, mengapa jendela kamar Thorn terbuka dan mengapa Thorn tidak ada di dalam kamar?

Akhirnya Blaze kembali turun, ia berkata pada hali.

"Kak hali, thorn gak ada di kamar!" Ucap Blaze dengan nada khawatir.

"Apa?" Sontak hali beranjak menuju tangga dan ke kamar Thorn.

Benar saja, saat hali mengeceknya Thorn tidak ada di dalam kamarnya. Hali panik, ia menyusuri semua sudut ruangan di rumahnya.

Hingga ia tak tahu dimana Thorn berada,

"Kak, kak hali udah ngecek loteng?" Tanya Blaze.

"Belum, loteng itu kotor. Mana mungkin Thorn disana." Hali menjawab.

"Bisa aja, kak. Thorn itu kan suka ngumpet, tapi gak tau juga sih." Blaze.

"Yaudah, yuk cek ke loteng." Hali.

Mereka (Hali dan Blaze) pun menuju loteng rumah. Saat berada di depan pintu, hali agak heran mengapa pintu nya tidak terkunci.

Seingat hali, terakhir yang mengunci pintu hanya Gempa. Kunci nya juga tidak tahu kemana, mana mungkin tahu-tahu sudah dibuka.

"Kak.." panggil Blaze lirih, hali menoleh.

"Firasatku gak enak.." ucap blaze, masih dengan nada lirih.

Hali hening sejenak, ia juga merasa tak enak dengan firasat nya.

Ceklek..

Pintu loteng dibuka hali secara perlahan, setelah pintu sempurna terbuka. Mata Blaze dan Hali membulat sempurna, tubuh mereka terasa kaku melihat apa yang ada di depannya.

Tak disadari, ternyata Taufan juga sudah berada di belakang Hali dan Blaze. Ia juga membulatkan matanya, tubuhnya melemas.

"T-thorn..." Gumam Taufan sangat lirih, namun dapat Hali dengar. Hali menoleh ke arah Taufan, ia mendapati Taufan terduduk lemas di lantai.

Memang, mereka melihat Thorn di depan mereka (didalam loteng). Namun... Kondisi nya... Akh, susah di ucapkan.

Thorn menggantung diri/kepalanya pada tali yang diikat di atas, mata nya masih setia terbuka tetapi dengan tatapan kosong tak berarti.

Darah masih menetes di tangan Thorn. Hali menebak, apakah Thorn melakukan barcode juga sebelum menggantung diri (?).

Karena hali melihat beberapa silet berada tepat di bawah kaki thorn yang tergantung. Masih ada noda darah yang menempel pada silet nya, itu dapat menarik kesimpulan hali.

Ia melirik Blaze, ternyata Blaze langsung menangis terisak-isak. Hati hali pecah melihat adik-adik nya yang tengah menangis seperti ini, Blaze dan Taufan.

"Hiks.. hiks.. hiks.. thorn.. hiks.." Isak Blazer semakin tak karuan.

"Hiks.. hiks.. hiks.. hiks.." Taufan juga masih menangis, walaupun suaranya tak terlalu keras tetapi terdengar sangat memilukan.

Hali menghela nafas berat, ia juga terpukul atas semua ini.

~

Prangg!

Solar tak sengaja memecahkan gelas nya saat ia selesai minum, tangan nya bergetar.

"Solar..?! Ada apa..?" Edgar yang mendengar suara gelas pecah pun segera menghampiri pelaku pemecah gelas itu.

"Ada apa ini...? K-kenapa aku tiba-tiba teringat kak Thornie..? Argh.. perasaan ku tak enak..." Batin solar sambil melamun.

Edgar segera menepuk pundak solar, membuyarkan lamunan solar.

"Solar kenapa? Ada apa?" Tanya Edgar.

"Ah, tidak ada. Maafkan Solar, om. Ini biar solar yang beresin." Solar langsung memegang pecahan gelas tersebut.

Tak sengaja, jari nya tergores mengenai pecahan gelas yang tajam.

"Akh..!" Solar langsung memegangi jari nya.

Edgar yang melihat itu pun langsung menarik tangan solar, menatap khawatir jari solar.

"Ayo, kita ke ruang tengah saja, bair om yang obati luka mu. Untuk gelas nya, buat pelayan saja yang membereskan nya." Ucap Edgar sebelum menarik solar dengan pelan menuju ruang tengah.

























Bersambung...

Rahasia Solar 2 || ⚠️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang