[ 10. Beban Taufan ] ⚠️

288 32 20
                                    

Happy reading

Tinn!

Mobil hitam milik hali berhenti tepat di depan pagar rumah Elemental Brother, ia melihat Blaze tengah mondar-mandir kepanikan.

"Blaze!" Panggil hali yang masih berada di dalam mobil, kursi setir

Lantas blaze langsung menoleh ke arah hali yang tadi memanggilnya, lalu ia menuju mobil dan ikut menaiki nya kursi mobil sebelah hali.

"Taufan bilang gak sama kamu, dia mau kemana?" Tanya hali.

"Gak, kak Taufan langsung pergi gak ngomong apa-apa sama blaze, kak." Jawab blaze.

Mendengar itu, hali langsung panik. Ia takut, sangat takut. Bagaimana jika Taufan juga melakukan hal yang aneh hingga membuat dirinya menghilang seperti adik-adiknya yang lain (?).

Lantas, hali langsung tancap gas. Ia segera menuju jalanan raya, guna mencari keberadaan Taufan.

.

Taufan sendiri, ia kini sedang berada di rooftop gedung yang kosong. Gedung itu bertingkat 7 lantai, yah sangat tinggi bukan (?).

Ia merenung memandangi langit, sambil terduduk di lantai rooftop. Pikiran serta tatapan nya kosong, seakan-akan jiwa nya telah hilang dari raga nya.

Hembusan angin menerpa wajah putih Taufan, sesekali menyibakkan rambut coklat bersurai sedikit warna putih itu.

Tak sadar, tetesan air mulai mengalir dari mata ke pipi Taufan. Perasaan Taufan sangat lah kacau, bagaimana tidak? Saudara-saudaranya mulai menghilang.

Mulai dari Gempa, kakak kedua nya. Ice, adik ke dua nya juga. Hingga Thorn, adik ke-enam nya. Apalagi sekarang Solar belum juga ditemukan, semua ini membebani pikiran Taufan.

Ia berpikir, apa yang harus ia lakukan untuk mengangkat semua beban ini? Ia tak bisa terus-menerus menahan semua beban ini, ini sangat sulit.

Taufan melirik ke bawah gedung, sangat tinggi menurutnya. Topi biru langit bercorak putih kuning itu ia lempar ke bawah.

"Kenapa..." Gumam Taufan yang masih setia mengeluarkan airmata nya.

Mata sapphire biru Taufan tertuju pada pemandangan bawah gedung, melihat topi nya sudah berada di jalanan sepi di depan gedung.

Ia berdiri, lalu mengusap airmata nya. Tersenyum tipis, lalu memegangi kepalanya.

"Aku tak bisa menahan ini lagi..." Lirih Taufan.

Salah satu kaki nya menjulur ke depan pembatas rooftop, lalu ia menutup kedua mata nya.

"Satu langkah lagi... Maafkan aku..." Gumaman terakhir Taufan.

Ia menerjunkan tubuhnya dari rooftop, masih dengan memejamkan matanya. Juga senyuman tipis yang miris tak luput dari bibirnya.

BRUKK!!

[ Cr : pinterest ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ Cr : pinterest ]

.

.

.

Satu jam perjalanan Hali dan Blaze guna menemukan saudara mereka yang tersisa, kini belum juga membuahkan hasil. Jalan setiap jalan mereka lewati, masih belum cukup.

Hingga di saat hendak melewati sebuah gedung, Hali dan Blaze heran melihat banyak sekali orang-orang yang mengerumuni sesuatu di depan gedung.

"Itu kenapa pada kumpul-kumpul gitu, kak?" Tanya Blaze penasaran.

"Gaktau. Mau coba samperin?" Jawab sekaligus tawar Hali. Di balas anggukkan kepala oleh Blaze.

Hali pun menuju orang-orang yang berkerumun itu, memberhentikan mobil hitam nya.

Hali dan Blaze menghampiri orang-orang itu, lalu bertanya pada salah seorang warga di sana.

"Permisi pak, ada apa ya kok pada kumpul?" Tanya hali sopan.

"Oh itu, ada anak yang sepertinya... Seusia kalian, dia lompat dari lantai 7 atas." Jawab orang itu.

Hali dan Blaze semakin penasaran, mereka memutuskan untuk melihat langsung korban itu. Secara sopan dan berhati-hati, mereka izin lewat di antara orang-orang yang berkumpul.

DEGG!!

"K-kak... Tidak mungkin!!" Blaze, ia terpaku pada sosok yang dilihatnya terkapar di tanah dengan darah.

"I-ini..." Ucap hali lirih, ia juga sama terpaku nya seperti Blaze.

Hali dan Blaze, mereka melihat Taufan. Tidak dalam baik-baik saja, mereka menemukan nya dalam keadaan yang buruk.

Kepala nya mengeluarkan darah, juga dari mulut nya. Sepertinya kepala nya terlalu keras membentur tanah sehingga darah mulai mengalir.

"Kak.. kak Taufan.." blaze terduduk lemas di sebelah jasad Taufan, airmata nya mulai menetes.

Hali juga ikut, ia terduduk di sisi lain Taufan. Memandangi adik ke-dua nya yang terbaring tak berdaya, darah menyelimuti tubuh nya.

.

.

Sementara di posisi Solar..

"Duh.. perasaan gak enak ini lagi.. ada apa sih?!?" Solar menggerutu sambil membaca-baca buku di kamar nya.

Ia sangat bosan karena tak ada kegiatan selain makan, tidur, baca, nonton tv. Ia ingin keluar rumah, tetapi memangnya dibolehkan oleh Edgar (?).

Ia berencana ingin meminta handphone pada Edgar, ya karena saat ini solar tak ada handphone. Terakhir kali sepertinya, handphone nya hilang saat gempa bumi di gunung Merapi.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu kamar terdengar oleh Solar, ia segera memalingkan wajahnya ke arah pintu kamarnya yang diketuk.

"Masuk saja," pinta solar.

Ceklek..

"Sedang apa, solar?" Tanya Edgar yang baru saja masuk ke kamar solar.

"Eh, om. Ini solar lagi baca buku-buku." Jawab solar.

"Kau suka sekali ya dengan buku? Apa perlu aku tambahin buku-buku lagi di rak buku laboratorium?"

"Ah,  tidak perlu om. Buku-buku ini cukup kok buat solar, cuman.. solar bosen aja kalo baca buku terus.." jawab sekaligus keluh Solar.

Edgar mengerti apa yang dirasakan oleh Solar,

"Hm.. apa solar butuh handphone?" Tanya Edgar.

"Kalo om keberatan, gak usah gakpapa kok om." Jawab solar canggung.

"Gak kok, solar. Besok ya om kasih, kalo sekarang om lagi sibuk. Maaf, ya"

"Gakpapa om, makasih ya om."

"Iya."








Bersambung..
•target 23 vote, lanjutt

Rahasia Solar 2 || ⚠️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang