ᡣ𐭩 Bab 2. Maaaafin yaaa ᡣ𐭩

120 20 8
                                    

"Mahendra Syafiq!"

Pembagian hasil ujian biologi telah keluar, Mahen melenggang pergi ke arah meja guru biologi mereka, Bu Ghea dan menerima hasilnya dengan puas.

"Selamat yaaa, nilai kamu lagi-lagi tertinggi!"

Sebuah guratan angka 98 tertulis di kotak nilai lembar ujian Mahen, ia merasa puas dan kembali ke bangkunya, ia duduk dengan bangga sembari meletakkan lembar ujiannya ke dalam tasnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebuah guratan angka 98 tertulis di kotak nilai lembar ujian Mahen, ia merasa puas dan kembali ke bangkunya, ia duduk dengan bangga sembari meletakkan lembar ujiannya ke dalam tasnya. Sementara itu di tempat lain Nadha menggigit kukunya dan memejamkan mata karena takut namanya dipanggil seterusnya.

"Selanjutnya, Nadha Jyena Agatha!"

Nadha terperanjat dan berdiri, ia berjalan dengan gusar lalu menerima lembar ujiannya dengan takut, dan ketakutannya benar terjadi. Guratan angka 30 tertulis di kotak nilai, ia mendengus kesal dan kembali ke bangkunya. Mahen geleng-geleng melihat kelakuan Nadha. Ia masih merasa kesal karena kecerobohan Nadha yang membuat Mahen dan dirinya di hukum karena terlambat masuk kelas.

Mahen menatap wajah Nadha yang menahan tangis karena nilai biologinya yang sangat buruk, Bu Ghea memerintahkan untuk beberapa siswa yang remed, datang ke kantornya setelah pulang sekolah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mahen menatap wajah Nadha yang menahan tangis karena nilai biologinya yang sangat buruk, Bu Ghea memerintahkan untuk beberapa siswa yang remed, datang ke kantornya setelah pulang sekolah. Semua menjawab dengan kompak, terkecuali Nadha yang masih menunduk gusar. Dalam hati, Mahen ingin menemui Nadha namun tertahan karena bel istirahat yang masih lama.

✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚

Bel sekolah telah berbunyi, semua murid bersorak dan segera keluar untuk berbelanja di kantin sekolah. Namun berbeda dengan Nadha, ia duduk melengkung di bangkunya dan menanamkan kepalanya di meja. Mahen menoleh kearah Nadha, walau ia masih merasa kesal ia tetap merasa peduli terhadap sahabat karibnya itu, memang mereka telah bersahabat sejak kecil keluarga mereka berdua pun juga saling kenal dan bersahabat. Mahen berjalan ke bangku Nadha, ia duduk dan memutar malas bola matanya.

" lo ga makan?udah bel," namun tak ada jawaban darinya.

Mahen kesal lalu mengaitkan jari-jemarinya dan bertutur halus. Ia menghela nafas panjang dan menepuk kepala Nadha dengan lembut.

"Iya gue maafin...lain kali,jangan gitu...ya?" masih tak ada jawaban dari Nadha.

Ruang kelas sudah mulai sepi menyisakan mereka berdua. Mahen melanjutkan kalimatnya dan sembari membuka kotak bekalnya.

"Gue tau kadang gue bawel lah, galak lah, tapi seenggaknya itu berarti gue peduli ke elo, nanti gue bantuin buat kerjain soal biologinya, lain kali kalau elo kesusahan bisa minta tolong gue kok lagi pula gue kan sahabat lo—"

ZzZzzZ....

Belum sempat Mahen melanjutkan kalimatnya, suara dengkuran terdengar dari Nadha. Ternyata ia tidur selama Mahen berbicara kepadanya. Mahen merasa geram, namun sesaat rasa geram itu hilang setelah melihat Nadha yang tertidur pulas. Mahen tersenyum lalu mencubit pipi Nadha.

"Bangun, lo ga makan?"

"Mmmh!ga bawa bekal!"

Mahen mengernyitkan dahi, ia kembali bertanya, "Bukannya tadi bunda udah siapin?"

"Ketinggalan," cetus Nadha sembari membetulkan posisi duduknya.

Mahen mengangguk dan menjewer kuping Nadha, ia mengomel karena kecerobohan Nadha, selalu merugikan dirinya sendiri, bahkan orang lain. Ia mengungkit kejadian saat SD, dimana Nadha tak sengaja membawa kunci rumah sehingga membuat keluarganya tak bisa masuk ke rumah karena Nadha membawa kunci utama sekaligus kunci cadangan, Nadha juga pernah tak sengaja hampir membakar dapur rumahnya karena memasak mi, tapi lupa memasukkan air. Nadha hanya mendengus kesal sembari melihat layar ponselnya, ia menanti kiriman uang dari ayah atau bundanya. Karena kasihan Mahen membuka kota bekalnya dan membuka plastik yang membalut fruit sando miliknya.

"Nih makan," Tutur Mahen lembut, sembari menyuapi Nadha.

Nadha membuka mulutnya dan menerima suapan pertamanya. Nadha menikmati roti buatan Mahen itu dengan senang hati, namun tiba-tiba ia teringat suatu hal. Ia mendekat ke Mahen dan menunjukkan ekspresi andalannya.

"Mahenn," rayu Nadha.

"Hmm?" ketus Mahen yang sibuk memakan bekalnya.

"Lo udah maafin gue belomm?," sambung Nadha, sembari menggelayut di lengan Mahen.

Mahen tak menjawab dan hanya mengedikkan bahunya. Nadha mendengus kesal, ia tak menyerah dan merayu Mahen kembali.

"Ayoo maafinn guaaaa," pinta Nadha.

Lagi-lagi Mahen tak menjawab, ia asyik dengan bekalnya sendiri. Nadha kembali mencoba, dan kali ini ia menutup kotak bekal Mahen, sehingga ia terkesiap dan menoleh. Nadha meringis karena salah mengambil keputusan untuk menanggu Mahen makan. "Rules number one, jangan ganggu orang makan, tapi tak berlaku untuk Mahen."

"Kenapa?," protes Mahen.

"Aku masi makan loh Nad," ujar Mahen sembari menopang kepalanya dengan tangannya dan menatap dalam mata Nadha.

Nadha mengelak dari pandangan Mahen dan menyatukan kembali kedua telunjuknya, ia mencicit,
"Maaf, lagian lo gua ajak ngomong malah sibuk makan."

Mahen tak melepas pandangannya dari Nadha, ia menatap Nadha dalam dengan wajah teduh dan mata tajamnya. Jujur, bagi Nadha wajah Mahen sangat lah tampan. Rahangnya yang tegas, alisnya yang tebal, mata teduh yang hangat dan bibir merah jambu itu bisa saja membius siapa saja yang bertemu dengan Mahendra Syafiq—sahabatnya. Tak heran jika Mahen sangat populer di SMA Nusa Bangsa 3. Selain populer karena ketampanannya, ia juga populer karena sangat cerdas, bertalenta dan skill bermain gitarnya yang tiada tandingan.

Namun beberapa perempuan yang hendak menyatakan perasaan ke Mahen harus tertahan oleh Nadha. Karena Nadha yang selalu mereog ketika ada seorang gadis yang confess kepada Mahen. Namun Nadha tak menaruh sedikit pun rasa kepada Mahen, karena sifat galak dan strict nya.

Mahen akhirnya menghela nafas dan membereskan kotak bekalnya, meninggalkan Nadha yang masih duduk mengharap balasan perminta maafannya. Nadha hanya pasrah, dan mengharap semoga secepat mungkin ia dimaafkan.

Jemput!OY!!Where stories live. Discover now