ᡣ𐭩Bab 28. Hilang ᡣ𐭩

8 4 0
                                    

Fana merah jambu dan ungu datang menyapa langit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Fana merah jambu dan ungu datang menyapa langit. Sore itu angin berhembus kencang, setenang tetesan air namun sehangat perapian. Namun beberapa saat kemudian awan jahat datang dengan gulita yang ia rangkul, rintik hujan turun dan petir saling bersahutan, tikaman hawa dingin menyeruak membuat lutut Mahen bergetar hebat.

"SIALAN! KENAPA!?"

Mahen terjatuh di tanah dan memukul-mukul tanah. Ia menangis tersedu-sedu. Ia berusaha menekan nomer yang ia hafal namun berulang kali gagal karena terpaan air hujan.

"Tuhan, tolong hamba tuhan..."

Mahen dengan bersusah payah berusaha menekan nomer Nadha di kontaknya yang telah ia sematkan. Namun belasan hingga puluhan panggilan tak terjawab. Sore itu Mahen terpaku di tanah meringkuk dan menangis, ia mengenggam sebuah gelang kupu-kupu yang basah akibat hujan dan lumpur.

Selang beberapa menit sebuah mobil Alphard dan motor sport yang di kendarai Marcell datang dan seorang laki-laki turun dari mobil dan langsung memeluk tubuh Mahen.

"Mahen! kenapa bisa gini!?"

Haris tak kuasa menahan tangis ketika ia melihat Mahen meringkuk mengenggam gelang milih Nadha. Marcell, Nasyha dan Amanda turun dan ikut merasa panik.

Marcell mencengkram kerah Mahen dan mendorongnya. "SIALAN! LO KEMANAIN ADEK GUE!?"

Mahen hanya menggeleng, sorot matanya sendu dan kosong. Nasyha yang panik akan kehilangan saudari kembarnya itu berusaha menelepon nomor-nomor yang bisa membantu mereka bahkan ia mengelilingi tempat itu untuk mengecek sekitar dan bertanya-tanya. Amanda menangis terisak memeluk tubuh Mahen yang lemas tak sanggup memijakkan kaki di muka bumi.

"Ayah!!" Nasyha memanggil Haris.

Dengan cepat Haris menoleh ke sumber suara dna mendapati seorang pria paruh baya dengan topi kumal sedang berjalan tergopoh-gopoh mendekati keluarga itu.

"Halo pak, sore, nama saya Ujang. Saya tukang bakso di sekitar jalan deket kursus les sini. Bener bapak teh putrinya ilang?"

Haris mengangguk. "Betul pak, anak saya hilang barusan tadi ini temennya mau jemput ternyata hilang."

Ujang mengangguk paham lalu menjelaskan. "Tadi teh saya kan mau pasang payung buat jualan, nah tadi saya denger cewe teriak, kaya tolong gitu. Nah saya teh penasaran noleh atuh ke sumber suara."

Perasaan Haris semakin tak karuan ia terus mencecar pertanyaan. "Terus kenapa pak?"

Ujang melanjutkan. "Saya toleh, ada mobil orang-orang kaya itu pak, warnanya teh merah terang."

Haris mangut-mangut mendengar penjelasan Ujang. "Bapak tau kemana mereka pergi!?"

Ujang menggeleng. "Saya teh kurang tau pak, yang saya tau kemarin saya denger Pak Jajang satpam disini kemaren ngelerai dua laki berantem, makanya saya kira ada hubungannya."

Sontak Mahen mengepalkan tangan. "Candra..."

Haris, Nasyha, Amanda dan Marcell menoleh kompak. Mahen lalu merogoh kunci motornya yang terjatuh tergenang dan mulai menancapkan gas.

Haris dengan buru-buru mencegah Mahen. "MAHEN! jangan emosi dulu, kita butuh kamu! apa yang kamu lakuin sama Nadha kemarin!?"

Mahen dengan matanya yang telah membara pun menepis tangan Haris. "Yang pasti, saya akan cari Candra sampai mati."

Deru mesin motor melaju membelah hujan. Haris pasrah dan menyeka air hujan yang membasahi wajahnya. Perasaannya yang semakin tak karuan ditambah Mahen hanya membawa barang satu-satunya yang bisa jadi barang bukti.

Marcell mengumpat kesal dan menendang genangan air tak berdosa. "SIALAN!"

Dengan cepat Marcell kembali ke motornya. "Ayah! Marcell bakal cari di taman biasa Marcell sama Nadha main! Ayah sama Bunda cari dimana tempat-tempat mobil yang di bilang Pak Ujang itu terakhir lewat!"

Tanpa ucapan selamat tinggal, Marcell melaju dengan kecepatan tinggi. Haris menatap punggung Marcell dari kejauhan, tangisnya pecah kalut dengan emosi dan hujan deras.

"Kalian ikut sama ayah! Pak Ujang juga tolong ikut sama kami!" ujar Haris sembari berlari ke arah mobilnya.

Pak Ujang terbelalak. "Aduh tapi dagangan saya—"

Belum selesai Pak Ujang mengkhawatirkan dagangannya, Haris menyerahkan sebuah kartu debit dan kartu nama. "Saya beli semua dagangan bapak! keselamatan putri saya yang paling utama pak!"

Seketika Pak Ujang mengangguk dan ikut masuk ke dalam mobil. Sementara dari jauh seorang gadis dengan 2 kepang sembari menjilat sebuah permen menyunggingkan senyuman.

"Welcome to the game."

Sembari menenteng sebuah tas merah dengan gantungan kunci bebek dan sebuah name tag yang jatuh.

Jemput!OY!!Where stories live. Discover now