ᡣ𐭩Bab 4. Fitnahᡣ𐭩

60 15 1
                                    

Mahen terbangun dari tempat tidurnya, ia mengusap peluh di keningnya. Ia masih mengingat kejadian kemarin, ia tak tahu siapa pelakunya. Namun ia yakin bahwa itu ada kejadian yang di sengaja. Ia beranjak pergi dan bersiap-siap pergi ke sekolah. Mahen hampir terperanjat ketika adik perempuannya tiba-tiba memeluknya dari belakang.

"Halo kak!" celoteh gadis kecil itu manis.

Amina adik Mahendra yang baru berusia 6 tahun itu sangat persis dengan Nadha. Dari proporsi wajah dan sifat pun sama, sama-sama manja. Mahen tersenyum lalu menggendong Amina di lengannya. Amina mendusel di pundak Mahen dan kembali menceloteh.

"Kak, papa sama mama kapan pulang?"

Seketika Mahen berhenti mengelus rambut Amina, ia menurunkan badan Amina dan tersenyum. ia bertutur halus, "Kakak juga gatau sayang, nanti kamu sama nenek, sama paman, sama bibi baik-baik ya?"

Amina mengangguk manis dan segera mengemas barang-barangnya. Pagi ini Mahen akan mengantar Amina ke stasiun kereta, atas perintah kedua orang tuanya. Orang tuanya adalah seorang TKI dan TKW di arab saudi, mereka bekerja menjadi koki dan pelayan restoran. Walau gaji mereka yang terbilang fantastis, Mahen tak pernah menghamburkan uang itu. Mahen menatap lekat wajah Amina dengan berat, tanpa sadar air bening jatuh dari matanya, ia reflek menyekanya dan mengambil handuk untuk mandi, dan bersiap untuk sekolah.

✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚

Setelah mengantar Amina, ia pergi ke rumah Nadha. Sebuah rutinitas pagi harinya, saat sampai di depan rumah Nadha, tak pernah ia melupakan untuk berdecak kagum pada rumahnya. Rumah bernuansa modern aesthetic itu bisa membuat siapa saja berdecak kagum. Perpaduan warna cream, coklat dan hitam sangat pas untuk rumah mewah itu. Mahen turun lalu membuka pagar sampai ia melihat seorang pria yang memiliki tinggi yang melebihi dirinya, Mahen menyimpulkan senyuman dan menyapa laki-laki itu.

"Pagi kak," sapa Mahen.

Laki-laki itu tak lain adalah kakak laki-laki Nadha dan Nasyha, Laki-laki itu memutar bola matanya dan tak menjawab sapaan Mahen. Mahen hanya tersenyum kecut dan melihat Nadha yang tengah merengek kepada ayahnya, ternyata Haris—ayah Nadha pulang dari perjalanan bisnisnya. Namun sepertinya ia akan pergi lagi untuk melanjutkan perjalanan bisnisnya. Nadha merengek memeluk kaki ayahnya, Haris hanya bisa pasrah dan mencoba menghibur Nadha.

"Sayang, ayah ga lama kok, cuman—"

"CUMAN APA!?" sela Nadha.

Amanda geleng-geleng melihat kelakuan Nadha, ia mengkode Mahen untuk berdehem mengingat sebentar lagi mereka berangkat ke sekolah. Mahen mengangguk dan berdehem. Haris dan Nadha menoleh, semburat merah memenuhi wajah Nadha, ia berdiri dan berdehem menghapus momen canggung itu. Marcell—kakak Nadha mulai menggerutu, pada akhirnya Haris dan Marcell pergi kembali meninggalkan Nadha yang tengah merajuk. Amanda mendatangi Mahen dan menyerahkan amplop coklat tebal, ia lalu mengomeli Nadha yang masih menggerutu dan memasang kaos kaki.

"Kamu ini, baru ditinggal ayah 3 bulan aja udah cengeng, coba liat Mahen! dia ditinggal dari kecil biasa aja tuh," ujar Amanda sembari mencubit pipi Nadha.

Nadha mengaduh dan merengut, namun bohong jika Mahen tak merasa rindu kepada orang tuanya. Terlebih lagi mereka hanya pulang 3 tahun sekali, itu lah mengapa jarak umurnya dengan Amina cukup jauh. Nadha yang masih merajuk pun menyerah dan izin pergi berangkat ke sekolah, ia mencium punggung tangan Amanda diikuti oleh Mahen.

✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚ ✧˚ ༘ ⋆。♡˚

Suasana pagi hari di sekolah sangat ramai, apalagi di mading sekolah. Mahen terheran-heran, ia ditinggal oleh Nadha yang tergiur dengan mangga sekolah yang mulai matang. Mahen berjalan kearah mading sekolah dan terbelalak, ia reflek menembus kerumunan dan mencabut foto di mading itu. Foto tersebut berisi Nadha yang sedang menampar salah satu siswi populer di sekolah itu. Raisa Joanne Felixus, namanya. Gadis yang pernah Mahen tolak saat SMP itu menyimpan dendam kepada Nadha sejak SMP karena menganggap telah merebut Mahen. Raisa datang dan berpura-pura kaget, "Woaw, seorang sahabat dari Mahendra Syafiq melakukan kekerasan terhadap gue!"

Mahen mendengus kesal dan mencecar Raise dengan pertanyaan, "Maksut lo apaan pasang ginian?"

Raisa menyeringai dan mengendikkan bahunya, "Gue gatau, dia tiba-tiba tampar gue"

Mata Mahen menyorot tajam wajah Raisa, ia menarik tangan Raisa menjauh dari kerumunan. Ia menarik tangan Raisa cukup kasar sehingga Raisa menampik tangan Mahen.

"Apa-apaan sih!?" tampik Raisa.

Mahen mendekati Raisa dan mengancamnya, "Nadha ga pernah mulai duluan sebelum lu Sa, jangan tuduh orang sembarangan!"

Raisa tertawa, ia menarik tangan Mahen ke pipinya dan menyeringai, Tubuh Mahen membeku, ia tak bisa bergerak sampai Raisa mengatakan, "Maaf ya, gue bener-bener gasuka sama sahabat lo itu, gatel banget sih?"

Mahen naik pitam, ia menangkis tangan Raisa dan menaikkan nada bicaranya, "Lo gaada apa-apanya sama dia."

Raisa merengut, ia kembali berkata, "Gue kurang apasih!? cantik!? gue udah perawatan, udah warnain rambut supaya sama kaya Nadha! kurang kaya!? Papi gue termasuk orang terkaya ke 20 di Indonesia! kurang apa sih gue!? seksi? pinter?" cecar Raisa kepada Mahen.

Mahen menarik nafas dan menatap tajam kearah Raisa, "lo tau kurang apa? lo kurang attitude."

Mahen melenggang pergi meninggalkan Raisa yang tengah murka, Raisa menginjak-injak rumput di tanah dan memaki, entah apa yang ia maki. Ia merasa frustasi karena gagal membuat Mahen mempercayainya.

Jemput!OY!!Where stories live. Discover now