ᡣ𐭩Bab 21. Berubah Menjadi Lebih Baik ᡣ𐭩

16 8 1
                                    

Kobaran api membara di atas sebuah tanah gersang. Serpihan kertas mulai berterbangan membakar sebuah foto. Mahen membawa sebuah seember air dan menyiramkan air ke arah kobaran api itu.

"Keren," tuturnya singkat.

Nadha mengumpulkan sampah sisa pembakaran kertas-kertas yang ia kumpulkan dari lemari bukunya.

"Dengan ini, gue bakal lebih mudah move on, ya kan?" ujar Nadha sembari membuang sisa sampah itu ke tempat sampah.

Mahen tersenyum dan mengusap-usap kepala Nadha. Nadha menepikan poni dan mereka berdua pun berjalan ke arah pekarangan rumah Nadha. Mahen menatap suasana rumah itu hangat walaupun sepi.

"Pada pergi?" tanya Mahen sembari duduk dia atas bangku.

Nadha mengangguk. "Biasa, bunda ada urusan sama temen, kak Marcell sekolah manajemen, Nasyha jalan sama temen, ayah juga pergi bisnis."

Mahen tersenyum lalu mencabut satu bunga telang dan menyelipkannya di samping telinga Nadha. Nadha menatap wajah Mahen dan tertawa.

"Ga modal amat, cuman ngasih telang?" ejeknya.

"Ga modal amat, cuman ngasih telang?" ejeknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(mff gaada bunga telang ;))

Mahen lalu menjulurkan lidah. "Biarin, Insya Allah gue bisa ngasi lebih."

Kerutan muncul di dahi Nadha. "Ngasi apa?"

Mahen berdiri lalu meregangkan otot-ototnya, ia mendekat ke arah Nadha dan mendekati kepalanya.

"Ngasi ini—"

Belum sempat Mahen melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba Mahen menggelitik Nadha.

"MAHEN!!" teriak Nadha kesal.

Mahen berlari keluar dan tertawa dengan puas. Nadha mengejarnya dan ikut tertawa lepas. Mereka nampak seperti 2 burung merpati yang saling mengejar satu sama lain. Fana merah jambu jingga kala itu juga menghiasi langit sore itu. Karena lelah, Mahen pun jatuh dan langsung terkena terjangan Nadha. Mereka lalu tertawa sambil berbaring di tanah. Nadha balik menyerang perut Mahen dan menggelitiknya dengan gelitik maut.

"Mampus ga lo! mampus!"

Mahen tergelak. "Nad udah Nad!! Nad sumpah!"

Mereka tertawa di bawah naungan awan jingga yang nampak tersenyum ke arah mereka. Akhirnya mereka berbaring di atas rerumputan hijau di atas tanah.

Mereka menikmati suasana sore itu sembari melamunkan pikiran masing-masing. Namun secara tiba-tiba Nadha berbalik badan dan menanamkan kepalanya di dada Mahen. Mahen gelagapan, namun perlahan ia mengusap rambut Nadha.

"Gue ikut kursus loh," ujarnya sembari menunjukkan gigi-giginya yang putih bak biji mentimun.

Mahen menaikkan 1 alis. "Les apa mol?"

Nadha lalu duduk dan mencubit pipi Mahen. "Jangan panggil gue mol!!"

Mahen tertawa lalu mengusap-usap pipinya. "Maaf, maaf. Ikut kursus apa?"

Nadha lalu bersandar di pundak Mahen. "Gue sadar, selama ini gue perlahan hancurin ekspetasi ayah bunda. Gue sadar kalau ga selamanya gue bisa bertahan di zona nyaman, sampai gue mutusin buat ikut kursus yang bantu menunjang mata pelajaran setiap hari di sekolah."

Mahen menatap wajah Nadha, tersirat suatu ke khawatiran yang tak mampu tersurat.

"Selama ini, gue kira dengan gue lanjutin hobi gue, gue bakal bisa jadi apa yang gue sendiri inginkan, ternyata gue malah bikin mereka kecewa." Nadha melanjutkan kalimatnya sembari berdiri dan menepuk-nepuk celananya yang berdebu.

Mahen tetap diam sembari mengikuti langkah Nadha. Mereka berjalan kembali ke rumah, Mahen meraih helm yang ia titipkan di pos satpam. Sebelum Nadha melambaikan tangan, tiba-tiba Mahen mengecup jarinya sendiri dan menempelkan jarinya di kening Nadha.

"Gue bangga sama lo Nad. Gue sholat Magrib di rumah aja ya." tutur Mahen sembari tersenyum lembut dan menepuk-nepuk kepala Nadha.

Mahen melenggang pergi meninggalkan Nadha. Nadha tak mampu berkutik dan seketika ia menabrak pagar rumahnya dan berteriak dalam hati.

"SIALANN MAHENN."

Namun Nadha segera berdiri. Ia menatap pantulan bayangan di atas tanah. Namun seketika ia merasa cemas.

"Mahen, kenapa detak jantung di dada lo aneh?"

Nadha berjalan masuk ke rumah dan berjalan ke arah kamarnya.

"Lo ga sakit kan?"

Saat Nadha berjalan masuk ke arah kamar dan berbaring di kasur. Ia merasakan kepalanya yang sakit.

"Ah sial..."

Nadha bangkit dan berjalan menuju ke meja dan merogoh obat miliknya. Ia meneguk obat itu dan mulai merasa tenang.

"Gue ga mungkin, kasih tau ini ke Mahen."

Ia menatap langit malam yang penuh gemerlap bintang. Ia membuka pintu balkon kamarnya dan membiarkan angin lembut membelai pipinya. Nadha melirik kertas lembaran hasil ujiannya yang mulai membaik. Ia tersenyum dan memandang bulan sembari bersenandung merdu.

Jemput!OY!!Where stories live. Discover now