ᡣ𐭩 Bab 14. Peringatanᡣ𐭩

32 12 0
                                    

PLAKK...

Suara tamparan menggema di ruang kantor luas berdinding putih netral dengan banyak tumpukan berkas penting. Candra mengusap pipinya yang merah akibat tamparan pedas dari ayahnya. David mematikan puntung rokoknya di asbak lalu duduk sambil menaikkan kedua kakinya di meja. Candra menatap pria itu dengan takut, tangannya bergetar hebat.

"Kalau progresnya cuman sampai segini, bagaimana bisa untuk Aswara group mengalahkan Agatha group!?"

David menghela nafas kasar lalu mengambil sebatang rokok lagi, ia lalu menunggu jawaban dari putra semata wayangnya, Candra lalu menelan ludah dan membasahi bibirnya.

"Candra usahain pi, Candra akan coba buat naikkin tingkat permintaan dan kepuasan konsumen," 

David yang merasa tak puas melayangkan sabuk ke badan Candra. Candra meringis, walau tak keras itu tetap terasa sakit. David menghisap rokoknya, lalu kembali bertanya kepada Candra sembari meraih sebuah tongkat golf dari samping lemari kayu. Candra terperanjat melihat tongkat itu, beberapa kali perutnya merasa mual mengingat masa lalu kelam tongkat itu.

"Saya belum puas mendengar usaha anda, sudah saya bilang kalau kamu harus menghancurkan Agatha group dari dalam!"

Satu pukulan melayang ke arah betis Candra. Candea mengerang kesakitan, ia langsung ambruk ke bawah merintih kesakitan. David berdiri lalu berdiri di depan ujung kaki Candra.

"Usahakan, kamu bisa menghancurkan Nadha terlebih dahulu, karena Haris lah manusia yang amat khawatir dengan istri dan anaknya jika mereka terluka, dan Nadha adalah sasaran yang tepat, karena dia yang paling lemah."

Candra berusaha berdiri, ia menatap wajah David yang kembang-kempis menahan emosi, Candra mengangguk.

"Baik, akan saya usahakan."

David menyeringai, lalu ia melempar tongkat golf nya kembali ke tempat asalnya. Lalu ia berbalik badan sambil mengancam Candra.

"Jangan panggil saya papi hingga kamu berhasil menjatuhkan Agatha group."

Candra menghela nafas ia mengayunkan tungkainya keluar dari ruangan yang penuh masa lalu kelam siksaan dari David. Namun tiba-tiba seorang wanita berambut panjang dengan gaun ungu pendek mengernyitkan dahi lalu mendatangi Candra yang tengah berusaha menahan tangisnya.

"Sayang, kamu gapapa?"

Wulan meraih pipi Candra, namun sebelum jari-jemari lembutnya menyentuh pipi Candra, ia menangkis uluran tangan dari ibu sambungnya. Ia memalingkan wajah lalu berusaha menyembunyikan wajahnya.

"Candra gapapa tante, Candra udah biasa sedari mami masih hidup."

Wulan mengangguk, lalu ia memberanikan diri untuk kembali meraih tangan-tangan kekar Candra. Candra kali ini tak menolak, ia hanya bergeming.

"Tangan-tangan ini jangan sampai melukai seorang gadis ya sayang?"

Candra terbelalak, lalu ia mundur beberapa langkah dan menatap tajam ke manik sendu Wulan.

"Bagaimana tante bisa tahu!?"

Wulan tersenyum hangat, ia lalu mendekati Candra dan menepuk halus punggung Candra.

"Mungkin menurut tante, itu karena feeling dan kasih sayang seorang ibu?"

Candra mengepalkan tangan lalu berteriak pada Wulan, "Ga ada yang bisa gantiin mami aku! Dewi Putri Aswara! Nyonya Aswara!"

Wulan bergeming, lalu ia kembali tersenyum memahami perasaan putra tirinya itu. Candra yang merasa kesal kembali mencela Wulan.

"Lo saraf apa gimana!? orang sedih lo senyum! lo seneng banget ya, bahagia diatas penderitaan orang!?"

Jemput!OY!!Where stories live. Discover now