ᡣ𐭩Bab 30. Topengᡣ𐭩

26 4 2
                                    

"NADHAAA! LO DIMANAA!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"NADHAAA! LO DIMANAA!"

Dengan sisa suaranya, Mahen berteriak hingga ujung nafas. Nafasnya terengah-engah, dadanya naik turun, ia mengusap peluh yang terus membasahi wajahnya. Ia turun dari motornya dan perlahan ambruk ke tanah. Rasa terbakar di seluruh dada nya membuatnya harus terduduk lemas.

"Nad, gue mau jemput lo Nad, lo janji nunggu gue di gedung les lo..."

Mahen menangis tersedu-sedu sembari memukul-mukul tanah yang becek. Namun perlahan telinganya berdenging, ia menatap sebuah mobil sport yang keluar dari gang kecil, warnanya persis seperti apa yang di jelaskan oleh Pak Ujang.

"CANDRA!"

Mahen berlari lalu dengan sisa kekuatannnya ia menarik kaca spion mobil itu, membuat mobil itu harus berhenti mendadak.

"Siapa sih!?" ternyata yang keluar dari mobil itu adalah Raisa.

Raisa terkejut melihat penampilan Mahen yang sangat acak-acakan. Matanya yang sembab merah akibat tangis, tangannya yang dingin serta badannya yang bergetar.

"Ra—Raisa....tolong gue."

Mahen mendekati Raisa dan terduduk di depannya. Raisa yang merasa iba pun merogoh payungnya dan melindungi Mahen dari derasnya air hujan.

"Lo kenapa?" tanya Raisa sembari mengenggam erat pundak Mahen.

Mahen mengangkat kepalanya. "Na-Nadha di-di culik."

Mata Raisa terbelalak. "Hah!? Kok bisa!?"

Mahen menjelaskan semua hingga membuat Raisa terkejut, walau ia membenci Nadha karena di anggap telah membuatnya susah menaklukkan hati Mahen, namun rasa iba nya pun mengalahkan rasa benci itu.

"Sekarang lo tenang, kita cari bareng-bareng ya? Lo naik mobil gue. Kebetulan gue kenal daerah sini karena deket sama rumah sepupu gue."

Mahen mendongak dengan matanya yang berkaca-kaca. "Motor gue?"

Raisa pun menarik tangan Mahen. "Lo bisa titip dulu di rumah sepupu gue."

Akhirnya Mahen bersama Raisa pun mengelilingi komplek perumahan itu, walau Mahen merasakan panas di sekujur dadanya. Raisa sempat menawarkan air mineral namun Mahen menolak. Hingga tiba-tiba suara dentuman keras terdengar dari arah belakang.

"Sialan!" umpat Raisa.

Raisa turun dan mengecek mobil bagian belakangnya, ternyata mobilnya mengalami pecah ban. Mahen semakin putus asa, ia lalu turun dan mendekati Raisa.

"Mahen, gue rasa mungkin Nadha di bawa ke suatu tempat," beber Raisa dengan yakin.

"Dimana?" tanya Mahen sembari menyipitkan mata karena pandangannya semakin buram.

Raisa pun menjawab. "Di deket sini ada gedung proyek mangkrak punya perusahaan Aswara, gue rasa Nadha di bawa kesitu—"

Mendengar nama Aswara jiwa Mahen langsung terbakar. "Lo tau dimana gedungnya!?"

Raisa mengangguk. "Lo bisa jalan dari keluar gang ini ada perempatan, ada pohon beringin besar deket sama pagar besi, disitu gedungnya."

Mahen lalu mengangguk, namun sebelum ia pergi ia memberikan sejumlah uang. "Raisa, terima kasih udah mau tolongin gue."

Raisa tersenyum dan menolak uang itu. "Gue bantu lo karena gue merasa bersalah sama Nadha, sebetulnya gue ga sebegitu benci ke Nadha."

Mahen tersenyum dan berlari pergi. "THANKS RAISA! JAGA DIRI LO BAIK-BAIK!"

Raisa berdiri dan tersenyum, tak terasa pipinya memerah panas. Ia lalu menutup wajahnya yang memerah layaknya tomat.

Mahen berlari sekuat tenaga hingga dari jauh ia melihat bayangan pohon beringin besar. Namun ia tak melihat ada tanda-tanda mobil terparkir seperti apa yang Pak Ujang sebelumnya sampaikan mengenai mobil yang telah membawa Nadha. Saat ia melangkah masuk, aura gedung itu nampak sangat sesak. Ia melangkah dengan yakin dan berteriak menggema menyerukan nama Nadha.

"NADHAA! LO DIMANA?! NADHAA!"

Mahen berteriak dengan suara parau yang menggema di lenggang gedung kosong itu. Saat ia mengambil beberapa langkah ke depan tiba-tiba layangan balok hampir menghantam leher Mahen. Namun dengan cekatan ia memutar balok itu hingga terpelanting membuat seorang gadis terjengkang.

"BANGSAT!" umpat Sarah.

"LO KEMANAIN NADHA!?" teriak Mahen ke Sarah.

Sarah lalu berdiri dan membalas. "MAKSUD LO APA DORONG GUE!? LO NUDUH GUE—"

Mahen lalu mengambil balok yang tergeletak dan mematahkannya menjadi dua, serpihan kayu berterbangan seiring angin berhembus membuat bulu kuduk Sarah merinding. Ia melempar balok itu di samping Sarah.

"Gue bisa patahin tangan lo kayak gitu, kalau lo ga mau kasih tau Nadha dimana," ancam Mahen.

Sarah menelan ludah. "LO NUDUH GUE CULIK DIA SEMENTARA GUE SAHABAT NADHA!?"

Mahen menyela dan melaung. "BULLSHIT! KALAU LO SAHABAT DIA! KENAPA LO SEKARANG ADA DI GEDUNG INI!? DAN LO HAMPIR BUNUH GUE DENGAN PUKUL GUE PAKE BALOK ITU!?"

Sarah mundur beberapa langkah, ia belum pernah melihat Mahen naik pitam setinggi ini. Wajahnya nampak merah padam menahan amarah yang terus terbakar. Ia pun berlari keluar menyelamatkan diri, namun belum sempat ia melangkah keluar Mahen menarik tangannya.

"MAU KEMANA LO!?" raung Mahen sembari menarik tangan Sarah.

Sarah memekik. "LEPASIN GUE!"

Mahen melepas genggamannya, Sarah lalu mendekati Mahen dan menatapnya tajam.

"Mau lo bakal nemuin dia atau ga, gue pastiin dia hancur di tangan Candra."

Seketika rasa terbakar di dada Mahen menjalar hingga lututnya. Sakit yang bersemayam di jantung Mahen nampak memburuk seiring amarahnya yang terus meledak. Ia meluruh ke tanah dan merasakan dada nya perih seperti tertusuk puluhan bilahan pisau.

"Gue ga akan jamin keselamatan Nadha," ujar Sarah sembari menyunggingkan senyuman.

Mahen merintih kesakitan. "Dimana Nadha...gue mohon."

"2 lantai dari sini, dan belok aja ke kiri."

Sarah melenggang pergi tertawa licik. Mahen bangkit lalu berbalik badan untuk menaiki tangga. Dadanya terasa panas dan perih.

"Tuhan...tolong beri hamba kekuatan."

Jemput!OY!!Where stories live. Discover now