ᡣ𐭩Bab 31. Jebakan ᡣ𐭩

16 3 0
                                    

Mahen semakin merasakan dadanya terbakar panas, dadanya terasa perih sakit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mahen semakin merasakan dadanya terbakar panas, dadanya terasa perih sakit. Dengan sekuat tenaga ia mencapai anak tangga terakhir. Ia melihat sebujur tubuh terbaring lemah di atas tanah, seketika nafas Mahen tercekat, bulu kuduknya meremang dan tubuhnya merinding kaku, air mata terus meluruh mengiringi langkahnya mendekati tubuh itu . Ia merangkak mendekati tubuh yang terkulai lemas layaknya ranting patah. Ia merasakan getaran di bahunya yang semakin hebat, Nadha terkulai lemas dengan tanpa pakaian bawah luar. Mahen mendekati Nadha dan mendekapnya erat di dadanya. Ia melepas jaketnya dan menutupi kaki dan tubuh bagian bawah Nadha.

"Nad..." panggilnya lirih.

Nadha merespon dengan mengerjap mata, bibirnya robek dengan darah yang telah membeku menggumpal dan banyak bekas luka bakar di area paha dan tangannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nadha merespon dengan mengerjap mata, bibirnya robek dengan darah yang telah membeku menggumpal dan banyak bekas luka bakar di area paha dan tangannya. Mahen mendekap Nadha erat tak mau melepasnya.

"Kenapa harus aku Mahen? kenapa?" isak Nadha sembari merintih menahan perih di organ bagian bawahnya.

Mahen menggelengkan kepala sembari mengenggam erat tangan Nadha. "Lo ga pantes dapetin ini semua Nad."

Mata Nadha meredup ia bibirnya bergerak-gerak berusaha mengucapkan sesuatu. "Mahen."

Mahen lalu menanamkan kepalanya ke dinding sampingnya . "Gue disini..."

"Kenapa harus Nadha? Nadha salah apa?" Sela Nadha membuat Mahen semakin terpukul.

Hujan turun semakin deras, petir menyambar dedaunan yang membeku diam berpelukan dengan dahan. Semua hal berharga Nadha harus terenggut di masa mudanya. Ia harus menelan takdir pahit, begitu juga dengan Mahen. Menyaksikan sahabatnya  berada di ambang hanyut dan hilang. Dingin menyeruak hingga helaian rambut, perlahan jiwa mereka berbaur dengan gelap. Menyisakan remang cahaya lampu perumahan dari kejauhan.

"Mahen, Sarah itu jahat," rintih Nadha.

Gelegar petir terus berdentum satu sama lain. Angin terus berhembus tanpa belas kasihan membuat paksa dua insan berpelukan untuk mengemis kehangatan.

Jemari Mahen meraih pipi Nadha. "Nad..."

"Mahen, maaf," lirih Nadha.

Mahen memandangi sekitar, hanya menyisakan rok Nadha yang telah koyak. Sebotol alkohol dan korek api. Banyak sisa puntung rokok yang berserakan menandakan tak hanya satu orang yang telah merenggut itu semua, Mahen menangis tersedu-sedu. Ia merasakan kobaran api di dadanya terus menjalar hingga paru-parunya. Nafasnya terus beradu dengan kalbu yang terus memohon untuk tetap terjaga. Namun semuanya harus meredup, bersamaan dengan tangan Nadha yang semakin dingin dan kaku.

Jemput!OY!!Where stories live. Discover now